Setelah pulang dari kampus tadi, Lisa kembali ke kamar untuk mengejarkan makalah tentang bisnis, sedangkan Migu pergi lagi, entah ke mana.
Setelah hari yang panjang karena berkutat dengan tugas-juga beberapa pesan dari Allard yang penuh dengan perhatian-Lisa akhirnya berdiri dari kursi belajarnya. Merenggangkan tubuh yang terasa kaku lalu menghela napas. Hari sudah menggelap, dia sedaritadi harus berkutat dengan segala informasi yang memusingkan tentang bisnis, ditemani oleh rinai hujan yang tak kunjung berhenti sejak pagi juga alunan musik lembut yang terputar.
Blackpink - Stay. Lagu itu mengalun berulang-ulang sejak tadi siang. Mendengarnya berkali-kali tak membuat Lisa bosan, dia malah kecanduan.
Sebenarnya, kalau boleh jujur, Lisa tak suka mendapat pesan dari Allard, karena itu ia hanya membalas seadanya, tapi seakan tak mengerti, Allard masih dengan gencar mengiriminya pesan dan terus mencari topik bahasan yang membuat Lisa jengah.
Berbanding terbalik dengan Migu. Lisa bahagia saat mendapat balasan kala ia mengirim pesan ke lelaki itu. Lisa tidak tahu tadi pagi dan sekarang Migu ke mana karena ia tak bertanya dan lelaki itu tak memberitahu, tapi dia tak menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang harus dibesar-besarkan, kan dia dan Migu memang tak bisa terus-terussan bersama.
Well, bisa gawat kalau orang-orang rumah mulai sadar kalau mereka sebenarnya akrab. Nanti bisa timbul banyak pertanyaan dan gosip yang mungkin saja sampai ke telinga Papa dan Mamanya. Lisa tak mau hal itu terjadi.
Perempuan itu segera melirik ke arah ponsel ketika dentingan musik pelan kembali berbunyi, terakhir ia sempat bertanya dengan Migu, kapan ia kembali ke rumah.
Jam sudah menunjuk pukul setengah delapan, sebentar lagi makan malam. Senyum semringah merekah di bibir Lisa kala ia sadar kalau itu adalah balasan pesan dari Migu, bukan Allard.
From : Miguel
Aku sudah di rumah, baru sampai.Lisa meletakkan ponselnya dan keluar, menuruni tangga lalu menuju ruang makan. Di sana, ada Bernard, Nia dan Michelle. Mereka belum makan karena pelayan belum selesai meletakkan semua menu di meja. Dengan bersemangat, Lisa duduk di sebrang Nia di mana Michelle duduk di sebelah mamanya. Yang berarti, Migu akan duduk di sebelah Lisa karena Bernard berada di posisi kepala keluarga.
"Hi, Sweetheart. Kenapa kau terus menggunakan scraft hari ini?" Bernard mengerutkan dahinya kala ia sadar Lisa tampak aneh karena memadukan syal dengan piyama.
"Aku hanya merasa dingin." Lisa berkilah. Bodohnya dia baru sadar soal syal ini, ia sudah terbiasa memakainya. "Aku pikir menggunakan ini tak ada salahnya."
"Oh begitu. Jaga kesehatanmu, jangan sampai sakit, oke?" Bernard menasihati dan Lisa hanya mengangguk paham.
"Mama dengar, tadi kau dijemput oleh Migu, ya?" Nia berkata yang membuat Lisa membulatkan mata. Well, Migu mengantarnya masuk sampai ke dalam, jadi jelas kalau mereka banyak dilihat orang, tapi karena terlalu senang tadi, Lisa sampai melupakan fakta itu.
Lisa mengangguk canggung. "Iya, tiba-tiba dia mampir ke kampus aku. Kemarin kami kenalan." Kenalan kelamin maksudnya, sambung Lisa dalam hati yang membuat pipinya memerah sendiri. "Katanya dia mau berusaha akrab sama aku, Ma."
"Bagus, dong?" Bernard terkekeh. Sudah lama Lisa tidak melihat pria itu tertawa lepas. "Baru tadi pagi Papa ngasih dia mobil. Eh dia udah bisa jemput Lisa. Kakak yang baik, kan?"
"Kakak?" Lisa bergumam.
"Iya, Migu kan lebih tua beberapa bulan dari kamu." Nia tersenyum. "Eh, Mama denger kalian kira Michelle ini masih bocah, ya? Papamu pikir Michelle itu baru delapan tahun."
Pandangan Lisa beralih ke arah bocah kecil yang memiliki warna mata sama dengan Migu. Dia cantik, seperti boneka. Badannya itu mungil, kalau diprediksi berdasarkan fisik, dia mungkin baru SD kelas empat.
"Aku sudah SMP kelas tiga, tau," kata Michelle. Wajahnya tertekuk, bibirnya mengerucut. Lucu sekali.
"Hah?!" Lisa menyahut dengan nada tinggi. "Beneran?" sambung Lisa.
"Papa aja baru tau tadi pagi pas nganter Michelle ke sekolah," sahut Bernard cemberut.
Nia tertawa renyah sembari menutup mulutnya dengan tangan. "Iya, dia udah kelas tiga, umurnya 14 tahun. Beda 6 tahun dengan Migu. Cuman ya memang mama gak pernah ngomong ke papamu berapa umur Michelle, biarin aja dia salah paham terus. Lucu liatnya."
Lisa mengerjapkan matanya, menatap Michelle yang belum berkomunikasi dengannya sampai dengan hari ini. Well, sejujurnya Lisa agak merasa tenang karena nyatanya keluarga barunya sekarang tidak seburuk yang ia pikirkan. Malah, ia merasa senang karena memiliki mereka di sini.
"Wih, lagi ngomongin apa?" Migu tiba-tiba muncul, entah darimana yang membuat Lisa tiba-tiba merasa napasnya tercekat. Lelaki itu tampan sekali, dengan balutan kaos hitam polos dan celana pendek senada, dia terlihat seksi. "Kayaknya seru."
"Bahas soal Michelle." Nia menyahut. "Lisa kira dia masih SD."
"Dia pendek, sih," ledek Migu sambil menatap adiknya.
"Ish!" Michelle semakin memajukan bibirnya dan enggan menatap Migu. Bocah itu benar-benar cantik, Lisa ingin punya satu yang seperti itu.
Harus Lisa akui, keluarga Migu memiliki visual yang bagus-bagus. Adiknya tampak seperti boneka, mamanya itu cantik dan anggun. Migu sendiri? Dia tampak seperti pangeran berkuda putih. Ketampananya itu tak terbantahkan.
Oke, sepertinya itu agak berlebihan, batin Lisa menyahut.
"Besok Mama sama Papa mau berangkat honeymoon sebulan. Kalian tinggal di rumah bertiga gak apa, kan? Sama maids dan bodyguard juga, kok." Bernard mengisi gelasnya dengan air putih sambil menatap Lisa dan Migu bergantian.
"Sebulan?" ucap Lisa terkejut. "Lama banget, mau ke mana aja?"
"Paris, Jepang, Korea, Hongkong, Swiss, London, Itali. Keliling." Bernard menjawab sambil tersenyum. "Udah lama Papa gak liburan, jadi sekalian totalitas deh."
"Asik dong." Migu tersenyum. Melempar pandangan penuh arti ke arah Lisa melalui sudut matanya. "Jangan lupa buat adek buat kami, ya!" Karena kami juga 'rutin' buat cucu nih untuk kalian, sambung lelaki itu dalam hati. Jelas saja itu candaan, karena Lisa tidak boleh hamil, atau hubungan mereka akan ketahuan.
Wajah Bernard dan Nia sontak memerah. Melihat orang-orang di sekitarnya membahas hal yang agak dewasa, Michelle berseru, "Laper. Mau makan, belum? Aku banyak PR."
"Oh, iya-iya. Makanlah." Bernard berkata dengan kaku.
Sesi makan malam itu terasa ramai karena obrolan mereka terus berlanjut. Migu terus membuat suasana mencair dan Lisa sangat bahagia berada di dekatnya. Sesekali, lelaki itu mengelus kaki Lisa dengan kakinya di bawah meja, yang membuat si perempuan mau tak mau mengigit bibir, menahan sensasi geli.
Lisa merasa hatinya menghangat. Sudah lama sekali sejak dia merasakan betapa indahnya kehangatan keluarga. Syukurlah, dia kemarin memberi kesempatan pada Nia. Karena berkat wanita itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Lisa kembali merasakan yang namanya ... 'kebersamaan'.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lisa's Stepbrother [18+]
RomanceFollow penulis dulu demi kenyamanan bersama🙏🏻 Cerita ditarik sebagian untuk kepentingan penerbitan✨ Copyright 2019, by Velitjia. PLAGIAT JAUH2! Mulai : 28 Jul 2019