[Part 5]

257K 5K 35
                                    

"Lisaaaaa!!"

Teriakkan melengking itu membuat tangan seorang perempuan berambut blonde yang tengah menggambar bebas, di tengah ramainya kafe di depan kampus itu berhenti bergerak. Yang punya nama menoleh, menemukan Rose dengan seorang lelaki yang familier di sampingnya tengah melempar senyum ke arah Lisa.

"Hai, Lis," sapa Allard dengan senyumannya yang menawan.

Lisa ikut tersenyum dan melambaikan tangan. "Hai, kalian ngapain? Kok bisa bareng?"

"Tadi ketemu di lobi." Rose menarik kursi di samping Lisa sedangkan Allard duduk di sebrang Lisa. Kafe di depan kampus ini memang selalu ramai, selain karena suasananya yang nyaman, minuman racikkan mereka pun luar biasa candu. Lisa menyukai Caramel Latte dan hampir setiap hari membelinya. "Kau dicari Allard tadi."

"Aku?" Lisa mengalihkan pandangannya, menatap sang idola kampus dengan tatapan bingung. "Kenapa?"

"Gak pa-pa, sih." Allard menjawab canggung, dia terlihat kebingungan. Lelaki itu menaikkan tangannya ke atas dan memanggil pelayan. Karena mereka sedang memesan, obrolan keduanya pun terputus.

Lisa memutuskan untuk kembali menggambar untuk mengisi waktu luang, dia masih punya kelas sekitar 20 menit lagi dan ia tidak terlalu akrab dengan anak kelasnya yang lain. Ya, dia memang bukan orang yang sombong, tapi memang agak susah membuka diri dengan orang lain.

Sebenarnya, Lisa cukup populer di kampus. Dia kaya, cantik, rajin, pintar. Rose sering menyampaikan gosip seputar dirinya dan sudah ada beberapa lelaki yang menyatakan cinta pada Lisa, tapi semuanya ditolak, tentu saja.

Alasannya hanya satu ... Miguel. Menolak lelaki itu kala ia menyatakan perasaan adalah penyesalan terbesar Lisa seumur hidup. Dia tahu, keadaan sudah berubah dan Miguel sekarang entah berada di mana. Lelaki itu mungkin sudah memiliki anak, menikah, atau berbahagia dengan orang lain.

Memikirkannya membuat Lisa merasa sakit. Namun, dia juga tahu, kalau ia tidak bisa terus-terussan berharap pada sosok lelaki yang bahkan sudah putus kontak dengannya. Rose sudah berkali-kali menyarankan pada Lisa untuk membuka diri dan berpacaran dengan cowok lain—atau kasarnya, sebagai pelampiasan untuk melupakan Miguel.

Tapi, Lisa menolak saran itu mentah-mentah kala itu.

"Jadi, besok kau enggak masuk, ya?" Rose membuka pembicaraan lagi setelah keadaan di antara mereka hening sesaat. Pelayan tadi sudah pergi sehabis Allard dan Rose memesan, sedangkan Lisa? Dia menggambar tanpa minat. Badannya ada di sini, tapi jiwanya tidak.

"Eh? Kenapa?" Allard menyahut, wajahnya itu tampak bingung. "Kau sakit?"

"Noo ... omg, jangan tunjukkan perhatianmu secara terang-terangan seperti itu, aku geli." Rose melempar senyum jahil. Dia jadi ikut dekat dengan Allard karena lelaki itu berusaha PDKT dengan sahabatnya. Jadi, ia memutuskan untuk berhenti memanggil Allard dengan embel-embel 'kakak'.

Allard melempar pandangan kesal ke arah Rose. Lalu ia mengubah sorot mata itu secepat kilat ketika obsidian miliknya bertemu dengan netra Lisa.

"Gak sakit, kok," Lisa menjawab tanpa ekspresi, "tapi, besok papaku nikah."

"N-nikah?" Allard mengerjap, agak terkejut dengan kabar itu. "Oh ... gitu."

"Iya. Jadi aku gak masuk besok, untung cuma satu mata kuliah." Lisa menyeruput Caramel Lattenya.

"Jadi, udah ketemu belom sama anak pertama dari Tante Nia itu?" Rose mecondongkan tubuhnya ke dekat Lisa, perempuan itu tampak sangat penasaran, Lisa bisa membaca rasa ingin tahu yang tinggi tersebut hanya dengan melihat wajah Rose. "Cakep, gak? Kalo ganteng, kenalin, ya!"

Lisa's Stepbrother [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang