{ 17 } Nekat

127K 10.8K 706
                                    


Happy Reading!

Arion mengambil beberapa bantal yang sebelumnya menutupi wajahnya — sebuah kebiasaan agar bisa tidur. Dia melirik tajam pintu yang diketuk dengan keras. Berat hati Arion beranjak dari kasur. Saat membuka Arion dihadapkan Aura yang mondar-mandir di depan pintunya dengan wajah panik.

Pusing melihatnya Arion pun menahan kedua lengan Aura. "Kenapa sih? Ganggu tidur abang cuma buat ngliat kamu mondar-mandir nggak jelas?"

Aura berdecak. "Kak Zana belum pulang."

Arion memutar bola matanya malas. Itu lagi alasannya. Lagipula sebelumnya Aura tidur kan, kenapa sekarang terbangun. Segitu pentingkah perempuan itu?

"Dia kan kerja, Ra."

"Iya, tapi pulangnya jam sembilan. Lah ini udah jam sepuluh lebih."

"Yaudah tunggu aja. Paling mampir kemana dulu,"

Arion hendak kembali ke kamarnya tapi badan Aura menghadang. Lelaki itu mendengus kasar. "Apa lagi?"

"Please..."

"Ra, tolong. Jangan berlebihan gini ah. Pasti cewek itu pulang, kamu tunggu aja di ruang tamu."

"Bang, ini udah malem. Kak Zana itu perempuan. Apalagi dia pulang naik bis," Aura mengacak rambutnya frustasi. "Disuruh kerja bawa motor sini malah nggak mau." gumamnya masih bisa didengar Arion.

"Udah lah, abang mau lanjut tidur." katanya tak peduli.

Aura mengguncang lengan Arion. "Aku kesini mau minta tolong sama abang, bukan mau curhat. Please, bang. Ini udah malem banget."

Arion menepis tangan Aura. "Kapan kamu nggak ngrepotin abang? Hah? Udah berapa kali kamu kayak gini?"

Aura menekuk bawah bibirnya. Dia memeluk lengan Arion dengan manja. "Tolong kek, Bang."

Dalam hati Arion berteriak frsutasi. Memenuhi tugas menjadi abang Aura saja sudah repot bukan main. Sekarang dia harus dibebankan dengan keadaan orang baru itu. Menyebalkan.

Terpaksa Arion mengambil mobilnya dan membawa menuju restoran dimana Zana kerja. Lagipula melakukan apa perempuan itu sampai belum pulang jam segini. Arion hampir saja bisa tidur tadi.

Begitu sampai di restoran Arion main nyelonong masuk. Dia mencari-cari keberadaan Zana, karena setaunya perempuan itu bekerja sebagai kasir. Padahal restoran sudah lumayan sepi dan pegawai tinggal sedikit.

"Woy, gue mau tanya." Arion menghampiri salah satu pegawai.

"Oh, iya gimana?"

"Lo tau cewek yang kerja jadi kasir di sini?"

Pegawai itu nampak bingung. "Hah? Bunga maksud lo? Dia mah jam baliknya sore."

"Bukan, namanya bukan Bunga. Namanya Zana."

Pegawai itu mencoba mengingat sesuatu. "Zana... oh! Anak baru itu, ya? Dia bukan kasir sekarang—"

"Gue nggak peduli dia jadi apa sekarang. Lo tau orangnya dimana?" potongnya dengan ekspresi datar.

"Dia di ruang administrasi. Tapi setau gue tadi udah mau pulang," Pegawai itu mengetukkan tongkat sapunya di dahi berulang kali. "Oh, iya. Dia dipanggil sama bos! Gue nggak sengaja ngliat dia masuk ruangan bos tadi. Iya, iya, baru inget gue."

Arion mengerutkan dahinya mendengar kata 'masuk ruangan Bos'. Tak mau membuang waktu akhirnya dia meminta pegawai tadi menunjukan letak ruangan bosnya. Untuk apa juga perempuan itu ke ruangan bosnya jam segini.

Self Injurlove ( terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang