{ 57 } kembali

175K 9.8K 1.8K
                                    

Hai sayangku :) Khususnya buat pembaca ini yang berumur 15 tahun kebawah, gue berharap banget kalian bisa bijak ya :)
Karena ada beberapa yang mempermasalahkan kiss scene di cerita ini.
Seandainya kalian ngerasa belum siap buat baca adegan semacam itu, lebih baik jangan dilanjut daripada mikir cerita gue menjerumus ke hal yang negatif. Karena adegan semacam ini hal yang menurut gue biasa alias wajar.
Makanya gue pernah bilang, yang di bawah umur mendingan jangan baca kalo belum siap wkwkwk.

Okay?



Happy Reading!

Arion tersenyum penuh arti memandang Zana. Ia menyelipkan helaian rambut gadis itu. Yang menurutnya mengganggu. Ringisan kembali keluar melihat bekas luka yang baru saja Arion bersihkan, jika dilihat dari dekat terasa begitu menyakitkan.

"Jujur, kamu nglakuin apa aja?" tanya cowok itu pelan.

Zana memalingkan wajahnya, namun Arion mengembalikan ke posisi awal. Mengusap wajah Zana dengan jarinya. "Zan?"

Gadis rapuh itu menundukan kepala. "Aku, aku susah nahan..."

"Its oke. Jujur sama aku, apa yang kamu alamin. Semuanya."

"Sakit, Yon... aku belum pernah ngrasaiin hal seserem ini. Mamah pergi, Papah pergi, dan aku ngerasa sendirian. Aku nggak punya arah tujuan. Aku, " Zana memejamkan matanya. Mencoba mengatur napas. "Aku ngerasa lebih baik setelah nglakuin ini. Setelah nglukain diri aku sendiri—"

"Tapi itu nggak bener, Zan. Semua itu, semua yang kamu lakuin cuma ketenangan sementara. Rasa sakit yang kamu anggep penyelesaian dari segala masalah kamu, sesungguhnya yang ngrusak kamu kedepannya nanti."

Zana mulai menangis. Tak mengelak apapun.

"Kamu nggak sendiri. Kamu cuma nggak sadar bahwa sebenernya banyak yang peduli sama kamu. Banyak yang mengharapkan kamu baik-baik aja."

Arion menyatukan dahi mereka. "Termasuk aku."

"Mereka semua ngliat aku dengan pandangan beda. Seolah aku orang gila." lirihnya mengutarakan yang ia alami. Dua hari kemarin adalah saat-saat terburuk dalam hidupnya. Bagaimana ia berjalan tanpa alas kaki di jalanan dengan kondisi yang memprihatinkan, mengingatnya membuat dada Zana sesak.

"Aku juga nggak mau kayak gini. Aku nggak mau terus-terusan nyakitin diri aku sendiri buat ketenangan sementara. Tapi aku nggak bisa berhenti." lirihnya pelan.

"Kamu bisa."

Zana menggeleng pelan. Membuat Arion menariknya ke dalam pelukan. Mengelus pelan punggung cewek itu.

"Aku ngerasa sakit, tapi ngerasa bersalah di saat bersamaan. Kamu, Aura, Andra, kalian udah banyak nglakuin hal demi aku."

"Kita semua sayang sama kamu."

"Kalian semua sayang aku, tapi aku nggak sadar. Aku selalu ngerasa sendiri."

Tidak mudah menghentikan semua itu. Menghentikan kebiasaan buruk yang menemaninya selama ini. Dia harus melepaskan, membunuh perasaan salah itu, tapi tak mudah rasanya.

Dari awal seharusnya Zana tau jika orang-orang disekitarnya lah yang harus ia utamakan. Dia terlalu larut dengan kesedihan sampai lupa jika masih ada orang yang peduli padanya. Masih ada orang yang tak mau melihatnya sakit.

📌📌📌

Aura menghembuskan napas, menggerakan kepalanya ke samping menatap Andra. Mereka berdua sudah berada di depan rumah namun masih berkutat di dalam mobil.

Self Injurlove ( terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang