{ 5 } Halte bis

174K 13.4K 964
                                    

Happy Reading!

Zana benar-benar kehilangan arah. Sejak kemarin dia terus berjalan entah kemana dan menanyai tiap orang dimana keberadaan orang tuanya. Zana benar-benar takut. Bahkan semalam dia menghabiskan malam untuk tidur di halte bis.

Gadis itu berjalan di pinggir trotoar dengan langkah terseok-seok. Perutnya terasa begitu lapar karena belum terisi sejak kemarin. Mungkin orang akan menganggapnya gila setelah melihat kondisi Zana.

Zana memegangi perutnya. Rasa lapar ini tak bisa dibendung. Dia harus makan atau bisa pingsan saat ini juga.

Langkah Zana membawanya menuju ke sebuah kafe. Karena di deretan tempat di jalan ini, sepertinya kafe ini menu yang tidak mahal melihat di sampingnya adalah restoran besar.

Di dalam Zana langsung mengambil tempat duduk. Dan salah satu barista menghampirinya.

"Halo, Kak. Pesan apa?"

Zana menggigit bawah bibirnya. Mencari menu yang bisa mengisi perut tapi berharga murah.

"Onion Ring satu porsi..."

"Oke. Tunggu, ya."

Zana menatap punggung barista itu. Bibirnya tersenyum miris. Dia jadi ingat ketika hari ulang tahun Zia, Mamah dan Papahnya merayakan di sebuah kafe.

Zana selalu berimpian menjadi barista. Rasanya menyenangkan bisa membuat berbagai hidangan di kafe seperti ini.

Beberapa menit kemudian pesanan Zana datang. Gadis itu dengan cepat melahap Onion Ring tanpa peduli jika barista di sampingnya melongo lebar sambil memegang kertas nota.

Tak butuh waktu lama makanan itu habis. Zana menghela napas lega. Tapi sebentar lagi dia harus menerima resiko.

"Ada pekerjaan yang bisa gue lakuiin buat ganti makanan ini?"

Barista itu mengerjap. "Hah?"

"Gue nggak punya uang, jadi nggak bisa bayar makanan ini. Ada sesuatu yang bisa gue kerjaiin buat ganti rugi?"

Barista itu kontan melotot. Tak habis fikir dengan kelakuan Zana. Jika tak punya uang kenapa berani pesan makan di kafe ini? Gila saja.

"Lo nggak punya uang, tapi pesen makan di sini?"

Zana mengangguk. "Dari kemarin gue belum makan."

Andra nyaris menggebrak meja dengan gemas, tapi melihat barista lain menatapnya dia pun tersenyum manis pada Zana.

"Lo mau nyusahin gue di kafe ini?"

Zana menggeleng polos. "Gue nggak nerima enak doang kok. Kalo lo nyuruh kerja bakal gue lakuiin."

Andra menjambak rambutnya. Pagi-pagi dia harus disuguhkan pelanggan semacam ini. Mimpi apa dia semalam.

"Lo pikir ini sinetron, kalo nggak bayar makanan gantinya nyuci piring?"

"Kalo bisa nggak papa sih."

"Asal lo dari mana? Nggak percaya gue kalo lo belum makan dari kemarin. Dari tampang lo aja..." Andra melotot lebar. Dia baru menyadari sesuatu jika Zana memakai setelah rumah sakit, "Lo orang gila, ya?!"

Zana langsung beranjak dan menutup mulut Andra rapat-rapat. "Gue bukan orang gila. Gue emang keluar dari rumah sakit, tapi bukan rumah sakit jiwa. Jadi tolong gue kali ini aja."

Andra menepis kasar tangan Zana. "Gue bisa laporin polisi sekarang juga—"

"HUA!"

Andra gelagapan ketika Zana berteriak merengek. Lelaki itu menatap takut barista lain. Untung kafe masih sepi karena baru buka, jika ramai bisa diberi pelajaran dia oleh Arion.

Self Injurlove ( terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang