{ 42 } Mana yang benar?

115K 9K 1.4K
                                    

Sebuah saran, kalo lagi baca cerita ini diharapkan online ya, biar bisa liat media yang dipost. Jadi feelnya lebih dapet :)

Happy Reading!

Arion berdecak keras. Berdiri dan berjalan melalui pria aneh itu. Bagaimana bisa orang asing itu mengaku sebagai ayah Zana jika ayah kandungnya sendiri sedang berada di rumah sakit jiwa.

Pria tadi terus mengikuti Arion sampai gerbang rumah, membuat cowok berhodie itu memutar bola matanya jengah.

"Zana memang anak saya. Tolong bantu saya." pintanya dengan nada lirih. Mencengkram lengan Arion agar tidak pergi dulu.

"Maaf, lebih baik bapak pergi dari sini, dan jangan pernah balik."

"Apa kamu tega ngebiarin seorang ayah sengsara karena khawatir dengan putrinya?! Saya ayah Zana!"

Arion terkekeh. "Gimana saya bisa percaya sama bapak? Tolong Pak, teman saya lagi nggak sehat jadi jangan buat masalah di sini." Dengan sabar Arion membungkukan kepala dan membuka pagar Rumah.

Pria itu menahan pagar agar tidak tertutup. "Percaya sama saya nak, saya ayah Zana. Dia putri kandung saya. Tolong..."

Arion mendengus kasar. Tak habis fikir dengan semuanya. Kemarin dia baru menjenguk papah Zana di rumah sakit, dan sekarang ada sosok asing yang tiba-tiba mengaku sebagai ayah kandung Zana.

"Pak, tolong."

Pria itu mulai terisak pelan. "Percaya sama saya..." Dia bersimpuh lutut dengan kedua tangan memegang pagar. "Selama ini saya menunggu saat-saat bersama putri saya."

Bahkan wajah pria itu terlihat mirip dengan Zana. Jauh lebih mirip dari papahnya.

Arion memejamkan matanya. Dia membalikkan badan dan masuk ke dalam rumah. Entah siapa yang benar Arion tidak tau, dan perlu mencari tau. Melihat wajah haru pria itu sedikit menyentil egonya. Tapi dia tidak berani gegabah atau akan terjadi sesuatu pada Zana.

"Jadi pergi, Ra?" tanya Zana sambil mengikat rambut Aura yang selesai ia percantik.

Gadis itu mengangguk, masih fokus pada room chatnya dengan Tika. "Kayaknya abis ini Tika kesini."

Mereka menoleh pada Arion yang baru saja masuk.

"Kenapa sih tadi lari-lari?" tanya Aura.

"Tadi ada maling."

"Maling yang sama?" Kini Zana yang melontarkan pertanyaan. Arion menatapnya sebentar. "Bukan."

"Bang, belum liat Tika di luar? Masa daritadi belum dateng, padahal udah bilang otw."

Arion mengambil posisi duduk di depan Aura. "Nggak usah kemana-mana. Awas sampe bandel keluar malem."

Aura tersenyum manis. Mencium pipi abangnya dengan gemas. "Aura mana berani, Bang."

"Dianter sama Andra aja deh."

Aura memutar bola matanya. "Udahlah, masa apa-apa Bang Andra yang harus repot. Kasian tau,"

Zana mengulum senyumnya. Menatap jahil Aura sambil membisikan sesuatu yang membuat gadis itu melotot lebar. "Bilang aja suka."

"*}%{?|¥]£"

"Ngomong apa sih?" tanya Arion menaikan sebelah alisnya.

Aura dan Zana bersamaan menggeleng. "Nggak papa."

"Permisi! Ada orang?!"

Suara melengking dari luar membuat Aura segera beranjak dan berlari kecil membuka pintu. "Lama banget sih?!"

Self Injurlove ( terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang