3. Karena Cinta

4.4K 441 15
                                    

Tidak ada pemandangan yang indah menurutku selain ini. Melihat Calla dan Daffa lari kesana kemari. Hari ini Sabtu yang indah, di temani sepoy angin kota yang cukup sejuk.

Rasanya baru kemarin aku bermain seperti mereka, tapi hari ini. Aku sudah menjadi ayah mereka.

"Kopinya Yah." Aku menoleh, mendapati Bina yang membawa secangkir kopi untukku.

Tidak memakai gula, karena dengan memandang wajahnya saja sudah terasa manis. Ini bukan hanya sebatas gombalan saja. Tapi memang benar adanya.

"Makasih ya bunda cantik." Bina langsung mencubit lenganku. Aku hanya tersenyum. Kembali memperhatikan setiap langkah yang Daffa dan Calla tapaki.

Kini Calla sedang membantu Daffa memetik buah mangga di depan rumah. Aku hanya melihat, sambil sesekali tersenyum melihat kekonyolan mereka.

Kini sudah satu tahun ku lewati dengan baik. Jauh dengan Calla sudah bukan hal yang berat lagi. Bahkan Calla sudah enjoy dengan hidup dan teman barunya.

"Pinter ya Bun Daffa." Bina mengangguk, setuju dengan pernyataan ku.

"Mereka tumbuh dengan cinta Yah." Aku dan Bina menoleh. Mendapati Mama yang memeluk aku dan Bina.

Hari ini aku menikmati hari libur yang sangat jarang untuk berkunjung ke rumah Mama. Walaupun malam nanti aku harus kembali ke Purworejo. Tapi setidaknya hari ini aku ada untuk Calla.

"Calla dan Daffa tumbuh baik dengan cinta kasih kalian. Kalian selalu ingat apa yang selalu kami tanamkan."

"Calla di sini tumbuh dengan baik. Walaupun kalian jauh, tapi cinta kalian pada Calla tidak pernah luntur sedikitpun." Mama kini duduk di tengah. Melihat cucu-cucunya yang berlari kesana kemari. Sesekali Calla akan berteriak nyaring.

"Walaupun jauh, Calla selalu mendapat perhatian dari kalian, mama bersyukur. Calla tumbuh dan besar di antara kita semua. Menjadi sinar yang selalu menerangi dunia kita." Bina memegang tangan mertua tercintanya.

"Kamu tahu Bin? Apa yang mama khawatirkan dulu saat Aksa memutuskan untuk mengabdi pada negaranya?" Bina menggeleng.

"Mama tidak takut Aksa akan mati ataupun terluka. Mama hanya takut masa tua mama saat sudah pensiun terasa sepi, rumah terasa kosong. Mama takut Nak, tapi dengan hadirnya Calla dan Daffa di sini. Semua yang dulu mama takutkan hilang."

"Calla hadir di tengah ketakutan mama, Calla hadir menjadi cahaya baru untuk kamu dan Aksa. Calla bersinar untuk sekitarnya. Beruntungnya Calla memiliki orang tua seperti kalian. Yang selalu menempatkan diri menjadi sahabatnya." Aku kini juga ikut memegang tangan mama.

"Jangan khawatir Ma, saya akan selalu menemani masa tua mama. Karena surga saya ada pada mama. Tetap sehat selalu ya ma, kita lihat bersama Calla dan Daffa tumbuh menjadi orang yang sukses." Mama mengangguk.

"Dan Daffa juga hadir semakin melengkapi keluarga ini. Adnyana Yuddhaga, nama yang akan selalu kami kenang. Dulu opa dan yangkungnya ingin Daffa sekuat batalyon taruna yang gagah. Memiliki bakti untuk negara."

"Dan mama bersyukur cucu mama tumbuh dengan cinta kalian berdua. Langkahnya selalu terasa indah walau ada jarak yang cukup jauh." Aku mengusap air mata Mama.

"Jangan menangis Ma." Bisikku.

"Mama hanya takut, mama takut jika suatu saat nanti mama harus kembali ke sang pencipta. Mama tidak akan lagi menikmati pemandangan seperti ini nak." Bina memeluk mama. Bahkan Calla dan Daffa berhenti untuk mendekat ke oma tersayang.

"Oma kok nangis?" Beliau menggeleng. Memeluk Daffa yang kebingungan melihat omanya menangis.

"Jangan khawatir oma, kita akan selalu di sini untuk oma." Bina kini bersuara.

"Iya oma, Mbak Calla akan selalu di samping oma, jaga oma kok. Oma akan selalu sehat terus sampai nanti. Sampai Mbak Calla besar dan menikah. Karena oma segalanya untuk kami." Oma memeluk Calla, mengusap rambut pendek Calla.

"Oma, Daffa akan jadi manusia besi seperti di TV. Akan selalu jaga oma, opa, yang ti dan yang Kung. Daffa akan berubah kalau ada penjahat pakai  jam tangan ini." Daffa menunjuk jam tangan yang ia pakai.

Daffa beralih memeluk Bundanya. Calla? Ia bersandar di bahuku sambil memainkan tangan omanya. Jangan tanya opanya, ia sedang berolah raga dengan rekan pensiunan yang lain.

"Bunda kok ikut nangis?" Tangan kecil Daffa terulur mengusap pipi Bundanya.

"Bunda bahagia nak, punya jagoan seperti kamu dan Mbak Calla." Daffa tersenyum, menangkup pipi Bundanya.

"Jangan pernah khawatir lagi Bunda. Daffa akan selalu mengusap air mata Bunda. Akan selalu Jagain bunda seperti di film manusia besi. Daffa janji akan menjadi jagoan untuk Bunda dan ayah." Anak kelas 3 SD ini membuat kami semua berkaca-kaca dan memeluknya.

"Tidak ada kebahagiaan yang bisa ternilai selain keluarga. Ayah bersyukur kita bisa berkumpul di sini dengan suasana yang bahagia. Jika nantinya memang kita kembali terpisah, kita nikmati semuanya dengan doa ya nak, Bun. Supaya jarak yang ada menjadi sebuah hal yang akan selalu di ingat." Calla mengangguk di pelukanku.

"Calla bersyukur memiliki keluarga seperti ini Yah. Walaupun sekarang kita sedang di uji dengan jarak. Tapi tetap ada kebahagiaan di dalamnya. Calla juga bahagia memiliki kalian semua di hidup Calla. Calla banyak belajar untuk selalu menghargai setiap langkah yang Calla tapaki, setiap nafas yang Calla hirup. Karena dari semuanya ada cinta dari ayah dan bunda untuk Calla dan Daffa. Sejauh apapun kita berpisah, selama apapun nanti, Calla akan selalu percaya. Karena obat dari semuanya adalah percaya. Seperti dulu Bunda Percaya sama ayah. Seperti saat Ibu Sabina percaya sama Bapak Angkasa yang tidak punya apa-apa. Yang ingin mendapatkan hati seorang putri dari kerajaan Mahesa. Calla percaya Bun, Yah. Kalian memang penuh cinta. Seperti layaknya kisah novel yang selalu berakhir bahagia." Bina memeluk Calla erat, menangis dalam diam. Seperti biasanya.

Aku tidak percaya, gadis kecil kelas 3 SMP ini bisa berkata begitu romantis. Mungkin darah romantis mengalir ke Calla.

"Bunda sayang sama kalian. Kalian obat dari segala luka Bunda." Bisik Bina. Omanya seakan memberi ruang untuk kami. Sambil mengusap rambutku

Matahari pun memberikan ruangnya, siang hari dengan mendung semilir angin menemani kebersamaan kami.

"Kalian memang cinta ayah dan bunda. Dulu ayah pikir hubungan jarak jauh saat menikah dengan bunda adalah yang paling berat. Tapi ternyata ini lebih berat mbak. Saat kita harus terpisah jarak. Saat kita harus jauh, ini lebih berat untuk kita. Untuk ayah, untuk bunda dan juga untuk dek Daffa." Calla tersenyum

"Calla bahagia dengan semua ini Yah. Demi cita-cita Calla supaya bisa jadi seperti om dokter." Aku mengacak rambut Calla.

"Daffa sayang semua." Kini kami tertawa. Melihat tingkah lucu Daffa. Terimakasih ya Allah atas segala nikmat mu pada hari ini.

🌵🌵🌵

Setiap partnya mungkin bisa jadi sudah ganti tahun gaes. Jadi ini memang cerita Pengennya pendek aja partnya sih.

Semoga suka yaaa.

Asmaradana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang