7. Puncak Rindu adalah Temu

3.4K 419 17
                                    

Aku menikmati ciptaan Allah yang begitu indahnya, melihat Kak Aksa yang tertidur pulas di sampingku. Aku tahu lelahnya, aku tahu sibuknya. Ia berjuang keras untuk negaranya. Dan juga untukku keluarga.

Kini memang ia sudah jarang lagi turun ke Medan perang. Aku bersyukur, tapi aku tahu kerinduannya akan hal itu.

"Udah lihatinnya?" Aku terperanggah. Seperti maling yang ketahuan, aku tersipu. Bersembunyi di balik Dada bidangnya.

"Apa sih Yah bikin kaget." Aku bangkit tapi tangan kokoh itu menarikku ke dalam pelukannya.

"Yah, jangan. Mau bangun bikin sarapan. Nanti kan Bunda mau ke Jogja." Kak Aksa pasti akan manja jika sudah begini.

"Jadi nggak nemenin Ayah ke alun-alun menyambut drumband Akmil? Mengenang saat dulu ayah jadi primadonanya." Aku menimbang ulang, menemani kemanapun suami bertugas. Tapi di lain sisi aku juga ingin berjumpa dengan Calla dan Daffa.

"Ya lihat nanti lah Yah." Aku terkekeh melihat Kak Aksa yang memayunkan bibirnya. Usia yang tak lagi muda baginya bukan penghalang untuk manja-manja denganku.

Apalagi semenjak Daffa masuk SMP, Kak Aksa akan seperti ini setiap paginya. Jadi teringat saat awal menikah.

"Ayah bercanda doang, nggakpapa nanti bunda Ijin dulu. Nanti ayah sampaikan ke ibu-ibu yang lain pasti ngerti kok." Aku memandang lama wajah Kak Aksa. Ada raut kecewa di balik senyumnya. Di sisi lain, dia ingin ku temani, dan Akupun ingin menemani. Tapi sisi yang lainnya lagi, aku juga kasihan dengan Daffa dan Calla. Mereka sudah mendambakan liburan bersamaku dan ayahnya.

🌵🌵🌵

Sarapan pagi sudah tersaji rapi di atas meja makan. Kini ia sudah rapi dengan PDH lengkap dengan sepatunya. Kak Aksa dengan lahapnya menikmati sarapan.

"Enak Bun, agak asin dikit. Tapi ayah suka." Aku tersenyum, menengok ke arah pintu depan yang di ketuk.

Tok...tok...tok...

"Bunda buka pintu dulu ya."

Saat pintu terbuka, aku begitu kaget. Ada Calla dan Daffa yang berdiri merentangkan tangan mereka sambil berteriak memanggil ayah dan bundanya.

"Ayahhhh.....Bunda..."

"Kok bisa kesini, sama siapa?" Aku langsung memeluk mereka.

"Di anter oma sampai stasiun, kita liburan ya Nda di sini. Katanya ada Drumband Akmil mau di Alun-alun. Aku pengen lihat." Aku masih memeluk dua cintaku ini. Tak lama ayahnya muncul dari dalam dan memeluk mereka.

"Mbak Calla mau lihat pacarnya yang di
Akmil bun." Celetuk Daffa yang membuat kakaknya melotot tajam.

"Nggak Nda, Daffa bohong. Mbak kangen bunda sama ayah. Sekalian lihat Bang Dipta ya Nda. Ya Yah ya, Calla boleh ikut ya?" Aku dan Kak Aksa terkekeh melihat mereka merengek.

"Masuk sarapan dulu. Ganti baju, nanti siang pasti jemput sama om Arya. Ayah ada urusan dulu di kantor." Kak Aksa berujar dan merangkul Calla dan Daffa untuk masuk ke dalam.

"Bang Dipta tingkat berapa sih mbak?" Tanyaku pada Calla.

"Tingkat berapa ya, nggak ngerti deh Calla Bun. Taunya bang Dipta sering pakai baju-baju ketat. Kaya itu lo foto ayah sama bunda di kamar. Yang ayah pakai baju Coklat." Aku tersenyum mendengar cerita Calla. Anak gadisku sudah beranjak dewasa.

Asmaradana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang