20. Perang Dunia ke Tiga

4.5K 438 25
                                    

Beberapa bulan kemudian....

Aksa POV

Bina terlihat begitu cantik hari ini. Dengan kebaya brocade di padu kain jarik membuatnya terlihat begitu anggun. Kami hadir di dalam pernikahan perwira di lingkungan Korem 072/Pamungkas.

Acara di gelar di Sportorium UMY. Dekor begitu megah membentang di pernikahan perwira muda berpangkat letnan satu ini. Mataku terus menelisik , seorang perempuan sedang membawa handy talkie bekerja sama dengan banyak tim. Rambut yang dulunya sebahu kini sudah memanjang. Anggun sekali perempuan itu dengan balutan seragam putih hitam di balut dengan blazer hitam.

"Mari silahkan pak Bu." Aku tersnyum melihat gadis ini begitu profesional mempersilahkan aku duduk bersama Bina di kursi VVIP.

Sama halnya denganku. Bina juga tersenyum saat melihat putri cantiknya menjadi leader dalam pernikahan Fajar dan Bella siang ini.

"Makasih ya mbak." Calla tersenyum. Berbicara pada rekannya untuk memulai acara karena tamu utama sudah hadir. Yaitu aku dan Bina. Sudah banyak pedang pora yang kami hadiri. Begitupun sangkur pora. Kata Bina, kalau sempat dan ada waktu harus menghadiri undangan. Jangan melihat siapa yang punya hajat dan apa pangkatnya.

Acara di mulai. Bina tengah merapihkan jilbabnya yang sedikit miring. "Udah cantiknya tembus atap itu dek." Bisikku pada Bina.

"Jangan godain. Malu sama tamu yang lain. Inget umur juga mas." Aku tergelak.

"Jarang-jarang bisa godain kamu dek. Netizen pasti rindu dengan kemesraan ini." Kini Bina tidak bisa lagi menahan senyumnya.

"Udah ayo jangan bucin mas. Berdiri gih. Tuh Calla udah mau kesini manggil kita  buat kasih seragam Persit." Aku menggandeng tangan Bina mesra.

"Silahkan princess." Aku tertawa geli melihat ekspresi wajah Bina. Merah padam.

Acara berlangsung lancar. Setelah sesi foto bersama ada acara ramah tamah. Bertemu dengan pejabat lain. Maklumlah Bella merupakan putri dari Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Kapan ini Dek Aksa mantu. Sudah siap kami bawa pasukan."

"Siap, Doakan saja Bang empat lima tahun lagi. Baru masuk kuliah yang besar. Kedokteran lama lulusnya. Kalau yang kecil baru masuk SMA juga" Jawabku pada Bang Juni. Lulusan Akpol tiga tahun di atasku.

"Di tunggu undangannya. Ya Dek aksa. Atau mau besanan saja, anak saya yang nomor dua baru praspa kemarin. Baru  pendidikan penerbang" Bina tertawa dengan candaan Bang Juni.

"Iya Dek Bina. Lucu kan kalau kita besanan. Mana lihat anakmu." Bina langsung mencari sosok Calla yang sedang sibuk dengan jalannya acara.

"Siap mbak. Kalau saya sih manut anaknya saja. Mau sama siapa saja Yang penting bahagia. Klasik ya mbak." Jawab Bina sambil tersenyum

"Itu mbak Calla. Lagi menjalankan tugas negara untuk yang pertama kalinya. Biasanya hanya handle event kecil. Ini yang kalo pertama. Karena ada saya sama Mas Aksa." Jelas Bina lagi.

"MasyaAllah cantik sekali putrinya dek. Dimas pasti suka Lo Pi." Aku meringis. Belum rela aku melepas Calla untuk tersakiti lagi.

"Iya Mi. Atur lah ya dek Aksa. Tapi biar Dimasnya fokus Sekbang dulu." Pembicaraan ngalor ngidul ini semakin membuat kami terhanyut dalam nostalgia. Hingga acara di tutup aku dan Bina undur diri.

Kami ingin menikmati Minggu sore berdua, tanpa Bima ataupun yang lain. Kapan lagi bersama Bina seperti ini. Wa

"Mbak Calla, good job. Ayah percaya besok nikahan di Sahid Jaya mbak Calla jadi leader lagi." Calla mengangguk. Tidak sempat menjawab ucapan ku. Hanya melambaikan tangannya.

Aku dan Bina keluar dari venue. Lantas masuk ke mobil. "Gini ya mas rasanya di mobil berdua." Aku terkekeh.

"Iya dong. Bebas mau ngapain aja Yang." Bina langsung mentapku.

"Ih mas. Geli kaya remaja tau nggak sih." Aku kini terkekeh. Menjalankan mobil keluar dari area Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Jas yang tadi ku pakai sudah ku lepas di belakang. "Ngemall yuk Bun. Remon udah turun. Sekalian belanja sayur mayur segala rupa." Kami sudah masuk jalur lambat. Macet pasti di pertigaan BSI ini. Pertemuan dari jalur masuk ring road dan jalan provinsi.

"Ganti baju saja dulu mas. Masa pakai kaya gini. Yang ada pulang pegel, di lihatin orang." Lampu merah sudah berubah hijau. Aku bisa menancap gas pol. Tidak lama, karena pasti sudah kembali bertemu dengan persimpangan Pelemgurih yang macetnya kalau lebaran bisa sampai membuat kita tua.

"Siap nyonya. Berangkat." Bina mencubit hidung ku. Lalu ia memegang tanganku seperti biasa.

"Terus kaya gini ya mas. Sampai nanti, sampai kita menua bersama. " Aku mencium tangannya yang memegang menggenggam tanganku.

"Pasti, aku akan di samping kamu selamanya. Menggenggam tangan wanita di sampingku ini. Kita akan menua bersama." Bina tersenyum begitu manis.

"Wes mas. Kalau di terusin adanya kita melow terus lho." Aku terkekeh. Benar kata Bina.

Dua puluh menit kemudian kami sampai di rumah. Bergegas mengganti baju dengan cepat.

"Ma. Kalau Mbak Calla nanyain kita belanja bulanan ya." Ucapku pada mertuaku.

"Oh ya. Mama titip minyak save care ya Sa."

"Siap ma. Aksa berangkat ya." Kami memutuskan untuk ke Lippo Plaza. Tempat kami dulu pernah nonton-nonton ala anak SMA.

Masuk ke dalam mall yang lebih ramai. Akhir pekan yang membuat semua ingin pergi ke mall. Berlibur menghilangkan penat di tubuh.

Bina menarikku ke dalam toko sport. Kebiasaan kami untuk membeli kaos kaki setiap ke mall masih saja sama. Bina tenggelam dalam lautan kaos kaki. Aku memilih mengekor di belakang Bina. Menikmati wangi parfumnya saja sudah membuatku begitu bahagia.

Ada lima pasang kaos kaki yang Bina ambil. "Banyak banget?" Komentarku.

"Terakhir beli udah setengah tahun yang lalu ya Mas. Kamu jarang kok ajak aku ngemall kaya gini." Protesnya. Aku terkekeh.

"Kan tapi tiap bulan sama Calla berangkat sendiri." Jawabku. Bina malah cemberut.

"Ya kan nggak sama kamu mas." Aku membayar kaos kaki dan keluar dari gerai sport station.

"Yang beli gamis yuk. Itu bagus kamu nggak kepingin gitu?" Bina mencubit perutku.

"Geli. Udah nggak umurnya tau mas yang yang gitu." Wajah kesal Bina membuatnya semakin gemas.

"Iya iya. Sayangku Bina. Beli gamis yuk. Mas Aksa belikan." Bina langsung menjauh dari ku. Aku jadi tertawa sendiri. Usia kami sudah tidak muda lagi. Ada kalanya harus banyak tertawa supaya kita sehat dan bahagia.

"Loh kok lurus sih sayang. Kan tokonya di situ." Bina langsung berbalik. Memelototi aku dengan garang.

"Nggak mau beli gamis. Bulan kemarin mas belikan online kan. Jangan boros, uang semesteran mbak Calla banyak loh." Aku tersenyum mengacak kepala Bina.

"Yasudah. Belanja sayur ke bawah saja yuk." Bina mengangguk.

Tenggelam dalam sayur buah segar membuatku dan Bina lupa diri. Telfon bergetar dari tadi tidak terjawab. Rupanya Calla yang menelfon. Meminta agar kami cepat pulang.

"Mas Aksa." Aku dan Bina menoleh. Bina langsung memegang lenganku posesif.

"Eh Melati." Kurasa perang dunia akan terjadi setelah ini. Dan esok hari ada sebuah tagline. Adanya perang dunia ketiga di Lippo Plaza melibatkan Komandan Korem 072/Pamungkas beserta istri.

🌻🌻🌻

Halowwww semuanya

Minal aidzin wal Faidzin mohon maaf lahir dan batin ❤️

Asmaradana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang