Aksa POV
Terik matahari pagi yang menyehatkan untuk kulit kini menerpa ku. Di halaman Korem 072/Pamungkas ini, menjadi saksi atas perjuanganku yang baru. Kemarin sudah berpisah, hari ini aku kembali bersambut. Tidak ada libur, yang ada amanah besar yang siap ku tanggung di pundakku.
Dulu saat malam pengantar tugas, aku berbisik kepada mama. "Ma andai Aksa dapat tugas, Aksa Pengennya di Yonif dekat Kentungan itu ya. Biar deket bisa pulang ke mama."
Dan hari ini, seperti terjawab. Entah sampai kapan lamanya, tapi aku begitu bahagia. Mendapat tempat tugas yang begitu dekat dari rumah. Aku pasti akan mempertimbangkan usulan Daffa.
Iya, untuk tinggal di rumah saja, jarang terjadi aku bisa mendapat tugas dekat dengan rumah.
Bina dengan seragam hijau pupusnya tengah tersenyum. Sesekali menutup wajah karena malu, candaan dan pujian dari para ibu Dandim yang ikut serta menyambut kedatangan kami begitu membuatnya spechless.
"Ijin mbak, Pantes abang selalu jatuh cinta ya sama Mbak. Wajahnya selalu ayu dan teduh." Kini aku bisa melihat semburat merah dari pipinya.
"Hehehe, cantik tidak hanya tentang wajah dek. Tapi bagaimana hati kita, itu yang selalu abang tanam ke saya. Cantik paras bisa layu di makan usia, tapi cantik hati, tidak akan bisa layu, walaupun sudah tutup usia." Aku tersenyum mendengar ucapan Bina.
"Ijin Mbak, kami senang mempunyai ketua seperti mbak. Semoga dengan kepengurusan baru ini kita selalu kompak. Ijin mbak, mbak baik sekali. Semoga mbak dan abang bisa lama di sini. Suatu kebahagiaan bagi kami memiliki ketua seperti Mbak Aksa." Bina mengusap bahu wakilnya. Ny Dian Ardiansyah.
"Ijin Bang, malam nanti abang hadir kan?" Aku mengangguk, menghabiskan air putih yang ada di dalam gelas.
"In Syaa Allah datang, kapan lagi bisa bergabung bersama pada Adek asuh yang luar biasa still ini." Candaku pada Hedrian.
"Siap. Ijin bang. Ijin Abang lebih still tentunya. Macan tidar yang tak pernah tersentuh." Aku terkekeh lagi, mengambil snack yang di sajikan.
"Halah kamu ini bisa aja. Siapa dulu yang terkenal ganti rekanita seribu kali." Wajah Hedrian langsung berubah malu, ia jadi terkekeh.
"Ijin bang, Ijin saya dulu khilaf. Kalau sekarang mah tentu hanya adinda seorang." Kami semua tertawa. Rombongan perempuan mungkin tidak mendengar candaan kita.
"Ijin bang, abang ingat tidak? Saat pedang pora di Balai Kartini, abang nahan nangis gara-gara ingat Mbak Bina di rumah." Semua lantas tertawa. Kalau aku melanjutkan ini semua pasti akan terbongkar semua aibku saat merindukan Bina.
"Heuu desuh, kau nggak tahu komandan saat wisjur. Gigit jari karena rekanita nggak ada yang datang. Syakit bro." Aku tersenyum saat Bagas teman satu tingkatku yang tahu betul wajahku saat wisjur puluhan tahun lalu.
"Ijin abang, betul kah? Ijin bang, rupanya abang ini betul betul bucin pada masa tarunanya. Jadi penasaran cerita selanjutnya bagaimana. Saya hanya tahu saat di akhir, macan tidar akhirnya ke malam akrab membawa rekanita." Semua tertawa, tak terkecuali. Niat hatiku ingin membully Andrian. Malah aku yang terkena Bully di sini.
Ramah tamah hari ini di tutup dengan foto bersama. Mulai hari ini aku akan kembali mengabdi untuk tanah istimewa tercinta. Kembali ke Jogja dengan segala hiruk pikuknya. Kembali fokus pada Calla Florist yang sempat ku abaikan selama ini. Hanya Bina kemarin yang berjuang, Harapanku kini aku bisa kembali berjuang. Lebih fokus pada kedua buah cintaku Calla dan Daffa. Begitu juga dengan kesehatan mama dan papa yang sudah tidak sekuat dulu.
Malam ini nanti aku akan mengisi waktu untuk bermain futsal bersama para Dandim dan jajarannya. Ada juga Kasrem yang akan ikut bersamaku.
Calla Senjaku
Yah acaranya udah selesai blm? Makan siang bareng yuk. Daffa udah pulang lho.Aku tersenyum menerima pesan dari Calla. Anak yang dulu manja itu sudah tumbuh menjadi seorang yang mandiri. Tidak lagi mudah menangis, bahkan dia sudah mulai mengenal laki-laki dan cinta.
Me
Sebentar ya mbak. 30 menit lagi Ayah jemput. Mau makan di mana?Tak lama pesan jawaban dari Calla muncul.
Calla Senjaku
Yeiyyyyy. Pengen shasimi🤗🤗🤗🤗🤗Aku lagi-lagi tersenyum, menyalami semua undangan yang sudah pamit.
"Don"
"Siap, Ijin petunjuk ndan."
"Tolong ambilkan tas warna biru di mobil ya. Sama baju ibu yang di gantungan." Ucapku.
"Siap." Bina mendekati ku.
"Calla ngajak makan sushi, ganti baju dulu Bun. Supaya mereka nggak risih." Bina mengangguk.
"Iya."
"Mohon Ijin bapak. Ijin ini tasnya." Aku mengucapkan terima kasih pada Doni. Lalu ke kamar mandi, mengganti baju dengan kaos polo santai.
Aku takut kami menjadi pusat perhatian. Apalagi kami akan ke tempat ramai. Aku takut merusak citra instansi ku.
"Yah Bunda kok kenyang banget ya?" Aku terkikik geli. Kami sudah berada di mobil bersama Doni dan Aska, Aska ini Prada muda. Baru dua tahun bertugas. Sedangkan Doni tahun depan sudah naik pangkat menjadi pratu.
"Ya jelas kenyang, bunda tadi makan buah banyak banget." Lagi lagi Aku tak bisa menahan tawa. Bina hanya tersenyum menahan malunya.
"Iya to om, ibu tadi banyak makan." Godaku lagi pada Bina.
"Siap, Ijin tidak Bu, ijin Ibu hanya makan sedikit. Aku tertawa, karena di cubit Bina.
"Ayah jangan bikin bunda malu dong. Kan sama om baru." Keluhnya.
"Iya-iya sayang." Dia kembali mencubit lenganku.
"Mohon ijin bapak, ijin Pak ini putar balik dulu? Mbak Calla di depan plazkom betul?" Aku membuka kaca memastikan itu Calla dan Daffa bukan? Ternyata memang betul itu Calla.
"Hooh, itu Calla Don, depan itu ada belokan."
"Siap, mohon Ijin bapak . Ijin Yakin tidak perlu kawalan Pak? Di depan macet nanti. Ijin petunjuk bapak."
"Nggak usah om, kasihan pengguna jalan yang lain. Kita kan tidak sedang berdinas, santai-santai gitu loh om. Menikmati suasana kota." Ucap Bina.
"Siap, baik ibu. Laksanakan."
Mobil berhenti tepat di depan halte, Bina langsung turun untuk memberi akses bagi Calla dan Daffa untuk masuk.
"Assalamu'alaikum." Ucap mereka bersamaan.
"Waalaikumsalam." Jawabku serempak. Calla dan Daffa menyalami kami semua. Termasuk om Omnya yang di depan.
"Gimana sekolahnya Mbak?" Tanyaku pada Calla.
"Sama seperti kemarin-kemarin kok Yah." Aku tersenyum. "Kalau dek Daffa?" Ku lihat Daffa meringis.
"Di hukum sama BK Yah." Bundanya langsung bangkit dari menyandarnya.
"Kok bisa" tanya Bina langsung.
"Emmm nggak papa kok Bun." Aku melihat wajah Daffa seperti ketakutan. Aku memegang bahu bundanya. Memberikan kode untuk tidak mendesak Daffa.
"Udah nggak papa, ayah dulu juga sering dihukum BK, yang penting jangan di ulang ya dek. Sekarang kita makan dulu. Nanti Daffa cerita kenapa kok bisa di hukum." Daffa mengangguk, mengeluarkan handphonenya dari saku celana. Aku menatap ke depan. Mendengar cerita Calla yang di tanggapi riang oleh Doni dan Aska.
Aku memegang erat tangan Bina, matanya tengah terpejam kini. Bersyukur pada Allah, keluargaku bisa berkumpul satu padu. Bersyukur atas pencapaian ku yang luar biasa ini.
Aku mengusap kening Bina yang berkerut saat tidur, terima kasih Bun. Sudah mau menemaniku kemana aku pergi. Aku mencintaimu.
🌵🌵🌵
Udah lumutan ya cerita ini saking lamanya update. Semoga bisa mengobati rindunya. Aamiin
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaradana
RomanceAsmaradana terdiri dari dua kata, asmara dan dahana (dana). Asmara adalah cinta, dahana adalah api. Bisa di artikan menjadi cinta yang menggelora. Atau rasa yang selalu berbunga-bunga. Seperti rasa ku terhadapnya, selalu mengobati di setiap nafas. A...