Aksa POV
Waktunya berkumpul bersama keluarga di rumah. Sekedar menonton TV bersama. Menunggu anak belajar, itu sudah hal luar biasa yang bisa ku syukuri.
Selepas maghrib kami berkumpul di ruang tengah. Saling melantunkan ayat suci Al Quran. Saling menyimak, Mengkoreksi bacaan yang salah, ataupun kurang panjang bacaannya.
Kali ini aku lebih bersemangat, biasanya hanya berdua bersama Bina. Satu hari satu ruku' kami baca bersamaan. Tapi kini lebih lengkap bersama Daffa dan Calla.
Aku tersenyum saat mendengar Calla melantunan surat Al Baqarah ayat 253. Suaranya merdu dan lembut, mirip sekali dengan suara bundanya. Begitupun Daffa, dengan khas seraknya ia tak kalah merdu. Aku hanya berharap. Kedua buah hatiku bisa seimbang dalam segala hal.
Dunia dan akhiratnya, kalau bisa aku ingin Daffa dan Calla bisa menjadi hafidz dan hafidzoh penghafal Quran.
Calla sudah hafal setengah juz 30, kalau Daffa lebih satu tingkat di atas kakaknya. Daffa hafal juz 30 dan sebagian juz 29. Sebuah prestasi yang membuat ku dan Bina bangga memiliki mereka.
"Shadaqallahul adziim" ucap kami serempak. Saat satu ruku' sudah kami baca bersama. Bina mengusap rambut Daffa.
"Sudah hafal berapa ayat lagi dek?" Daffa meringis.
"In Syaa Allah baru dua hari ini Bun." Bina mengusap kepala Daffa lagi. Beralih menatap Calla yang masih mengenakan mukenanya.
"Hayo, bagaimana Mbak Calla. Harus lebih semangat lagi ya. Walaupun banyak kesibukan. Mbak Calla harus semangat untuk menghafal Al Quran. Lomba MIPA saja mbak Calla mampu. Apalagi Al Quran yang kita baca setiap harinya." Ucap Bina teduh.
"Iya Bun mbak Calla berusaha." Jawab Calla sambil meringis, aku tahu usaha anak itu. Begitu keras seperti bundanya. Tapi tak terlihat karena semuanya tertutup begitu rapat.
Aku tahu keinginannya untuk menjadi dokter tidak mudah. Aku tahu keinginannya membuatku dan Bina bangga. Percayalah Mbak Calla, Ayah selalu bangga atas apa yang kamu lakukan dalam hal baik, sekecil apapun itu. Ayah akan selalu bangga.
"Mbak, dek, dunia hanya sebentar. Kehidupan akhirat yang kekal. Ayah ingin anak-anak ayah bisa membantu ayah dan bunda masuk ke surga. Mbak Calla dek Daffa Bunda. Ayah ingin ibadah kita selalu rajin, yang khusyu, agar doa kita sampai ke Allah. Dan Allah menerima doa kita. Ayah ingin kita nggak cuman sama-sama di dunia saja mbak. Ayah ingin kita berkumpul kembali kelak di surga. Makanya kita banyak berdoa, sholat. Ibadah, Berbuat kebaikan, karena itu semua pun tidak menjamin kita masuk surga." Ucapku panjang lebar. Calla langsung memelukku, disusul Daffa dan bundanya.
"Ayah adalah ayah paling hebat di dunia. Mbak akan berusaha untuk lebih baik lagi dalam ibadah Yah." Aku tersenyum.
"Nah gitu, sekarang belajar sana. Buka buku sebentar sambil nunggu isya. Habis itu nanti istirahat." Ucapku pada Calla dan Daffa. Mereka mengangguk, pergi ke kamar masing-masing. Lalu kembali keluar dengan tas. Di meja makan, omanya sudah menunggu.
"Biasa ditunggu oma ya kalau belajar?" Tanya Bina pada Calla.
"Iya dong Bun, oma kan paket Komplit." Mama tertawa mendengar ucapan cucu perempuannya.
"Yah jadi main futsal nya?" Bina mengingatkanku.
Malam ini aku akan bertanding melawan tim dari Kodim Yogyakarta. Untuk menyambung tali persaudaraan dan mencari keringat.
"Oh iya, om Doni belum ke sini to Nda?" Bina menggeleng. Lalu masuk ke dalam kamar. Pasti menyiapkan semuanya.
Aku duduk di kursi meja makan, melihat Calla yang serius dengan matematika dan Daffa dengan pelajaran IPA.
Opa dan omanya setia menunggui cucunya. "Pa, Aksa keluar ya nanti. Ada undangan futsal, ketemu dengan teman teman lama." Papa mendongak dari hpnya.
"Ikut sa, buat hiburan." Papa langsung mendapat pelototan dari mama. Kedua cucunya lantas tertawa.
"Boleh, habis dari masjid Aksa berangkat." Opa langsung bangkit. Menuju Kamar.
"Kamu lo. Awas kalau papamu kena angin." Aku meringis.
"Nggak setiap hari Ma, papa juga butuh hiburan." Ucapku menenangkan mama.
"Kenapa sih Yah?" Tanya Bina yang baru saja datang membawa tas olah ragaku.
"Itu Bin, Aksa ngajak Papamu ikut lihat futsal. Angin malam kan nggak bagus untuk jantung papamu." Bina mengusap bahu mama.
"Sekali saja lo Ma, nggak akan aku kambuh." Suara papa kembali terdengar.
"Iya oma, kan di dalam ruangan. Opa juga cuman duduk lihat." Daffa menambahi.
"Gimana kalau oma juga ikut lihat, kita lihat sama-sama. Jadi bisa sama-sama jaga opa kan Ma." Mama langsung menoleh mendengar ucapan Bina. Lalu mengangguk tersenyum.
"Ide bagus itu Bin. Jos gandos cendol dawet." Kami semua tertawa bersama.
"Tapi Daffa dan Calla nggak ikut ya Yah. Besok ada ulangan. Ayah bunda saja dan opa oma yang berangkat." Ucap Calla.
"Iya Yah, mbak Calla Sudah janji mau ajarin Daffa rumus cepat." Imbuh Daffa. Aku hanya mengangguk.
"Bunda yang temani kalian. Iya kan Bun?" Bina mengangguk. Padahal
Aku bisa melihat Bina ingin ikut denganku.Selepas sholat isya aku bersiap dengan celana pendek. "Bunda tidur duluan aja nanti. Ayah kan sama opa sama oma." Bina menyerahkan botol minum milikku.
"Iya Yah. Hati-hati ya" aku mengangguk di dalam mobil papa dan mama sudah menunggu.
🌵🌵🌵
Aksa POV
Aku baru sampai rumah jam sebelas, Mama dan Papa sudah pulang lebih dulu sejak jam sembilan.
"Makasih ya Don, hati-hati baliknya." Ucapku. Aku menutup garasi. Masuk melalui pintu depan. Tidak dikunci, pemandangan indah menyambutku. Bina tengah tertidur di sofa ruang tamu. Di depannya laptop masih menyala. Aku berjongkok, melihat apa yang Bina kerjakan di laptop.
Laporan dari Calla Florist sudah selesai pada jumlah akhir. Aku mematikan laptop, mengunci pintu lalu membangunkan Bina pelan.
"Bangun Bun, pindah ke kamar yuk." Bisikku.
"Eh Yah." Bina tergagap kaget, mengucek matanya.
"Maaf ketiduran Yah." Ucapnya, aku tersenyum mengacak jilbabnya.
"Kan ayah sudah bilang, nggak usah di tunggu." Bina tersenyum, masuk ke kamar mandi. Aku yakin dia menyiapkan air hangat untukku.
Aku keluar, menuju kamar Daffa dan Calla. Mereka sudah terbang ke alam mimpinya.
Aku bersyukur atas apa yang Allah berikan padaku. Keluarga yang utuh, istri yang sholehah. Anak-anak yang baik. Orang tua dan mertua yang masih lengkap. Pekerjaan yang tetap
Untukku."Airnya sudah siap Yah." Aku mengangguk, memeluk Bina.
"Makasih ya Nda, ayah tahu bunda capek. Tidur dulu saja ya, ayah masih ada pekerjaan. Besok masih ada hari yang perlu di sambut bunda dengan senyum. Ayah menang main futsal, dapet hadiah makan-makan besok siang." Ucapku. Bina tersenyum.
"Selamat malam mas, terima kasih sudah menjadikanku wanita yang paling bahagia memiliki kamu." Bina memelukku. Bersandar pada dada bidangku.
Usia kami sudah tak semuda dulu. Sudah masuk pada usia yang sebentar lagi setengah abad. Tapi cinta kita tak pernah berubah.
Bahkan, cinta kita tak termakan usia.
🍵🍵🍵
Halo apa kabar, lama sekali tidak menyapa. Maaf ya lama update, karena masih banyak mimpi mimpi yang harus terwujud. Hehehe, ingin membangun Calla Florist dalam versi nyata. Minta doanya teman-teman semuanya🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaradana
RomanceAsmaradana terdiri dari dua kata, asmara dan dahana (dana). Asmara adalah cinta, dahana adalah api. Bisa di artikan menjadi cinta yang menggelora. Atau rasa yang selalu berbunga-bunga. Seperti rasa ku terhadapnya, selalu mengobati di setiap nafas. A...