Sejak tadi Rezvan berbaring di kasur milik nya, dia memegangi dada nya terus menerus. Dada nya terasa sangat sakit.
Rezvan turun dari kasur, tidak sanggup berjalan lagi. Dia merangkak mencari dimana keberadaan obat penghilang rasa sakit yang biasa selalu ia bawa kemana-mana jika tiba-tiba saja penyakit nya kambuh.
Saat sudah mendapatkan obat tersebut, Rezvan langsung cepat-cepat menelan nya.
Dada yang tadi sangat terasa sakit pun sekarang sudah mendingan. Obat tersebut memang sangat ampuh tapi hanya untuk beberapa jam saja.
Rezvan menghembuskan napas pelan. "Gue pikir gue bakal mati."
Sebenarnya Rezvan tidak di anjurkan untuk bergantung kepada obat tersebut karena itu hanya akan membuat keadaan paru-paru nya bertambah parah.
Tapi mau bagaimana lagi? Hanya obat itu yang bisa membuat rasa sakit nya hilang dalam sekejap.
Rezvan berjalan keluar kamar menuju meja makan, mengambil sepotong roti dan meminum susu.
"Rezvan." Panggil Harris, Papa nya.
"Apa?"
"Udah minum obat?"
"Udah." Rezvan berbohong, dia hanya minum obat pereda sakit bukan obat yang dianjurkan dokter seharusnya.
Kemudian sehabis pamit kepada Harris, Rezvan langsung pergi ke sekolah.
Tadinya, dia males untuk sekolah. Tapi karena lagi ujian, yah terpaksa. Lagian Rezvan sudah kelas 12 nggak boleh terlalu banyak absen. ntar malah ketinggalan pelajaran.
Sesampai nya diparkiran sekolah, Rezvan melihat Reysa baru saja turun dari motor dan dibonceng oleh cowok, mereka sangat dekat seperti... Kakak dan adik, tapi lebih tepatnya seperti orang pacaran.
"Dih, cewek gampangan." ucap Rezvan dengan nada jijik. Dan menatap Reysa dengan tatapan sinis.
"Siapa?" Zino datang tiba-tiba, ntah datang dari arah mana.
Zino mengikuti arah pandang Rezvan kemudian tersenyum.
"Biasa aja dong ngeliatin Reysa nya."
"Lo cemburu apa gimana?" Sambung Zino.
Rezvan tidak menjawab pertanyaan Zino, malah memilih meninggalkan sahabatnya itu.
"Jawab dulu pertanyaan gue anjir. Main ninggalin aje lo." Sahut Zino saat mereka sudah berselisihan.
"Lo mau jawaban apaan?"
- - - - - - - -
"Kamu yang rajin sekolah nya." ucap Ezra sambil merapikan rambut Reysa yang acak-acakan karena tadi dijalan terkena angin.
"Siap kak." jawab Reysa sambil mengacungkan jempolnya.
"Ntar balik, mau di jemput nggak?"
"Aku pulang sendiri aja."
"Daripada naik angkot, mending sama abang." goda Ezra.
"Huh dasar abang gojek."
Reysa melihat Vira yang baru saja datang diantar oleh supir. Dan berjalan mendekati nya.
"Masuk kelas yuk Ca." Ajak Vira saat mereka berhadapan.
"Yuk."
"Kalo gitu, kakak balik ya." kata Ezra.
"Eh tunggu kak." tahan Reysa saat Ezra ingin menjalankan motor nya.
"Kalian kenalan dulu."
Ezra menjulurkan tangan nya duluan ka arah Vira. "Ezra."
Vira pun menyambut uluran tangan tersebut sambil tersenyum. "Vira."
"Udah kan? Kalo gitu aku balik ya?" sahut Ezra.
"Iya-udah. Hati-hati kak."
- - - - - - - -"Itu..tadi siapa lo Ca?" tanya Vira saat mereka sudah berada di kelas.
"Kakak gue."
"Perasaan lo anak tunggal deh."
"Maksudnya, kak Ezra tuh udah gue anggep kaya kakak gue sendiri."
"Awas lo naksir dia, ntar Rezvan kabur." ucap Vira, tau sendiri gimana perasaan Reysa pada Rezvan.
"Btw, dia emang udah kabur."
"Jadi.. mau dibiarin aja gitu? Nggak mau di kejar?"
"Nggak, males." Reysa masih ingat perkataan Rezvan waktu itu, buat jangan ganggu dia lagi. Itu udah lebih dari cukup buat Reysa mundur kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Rezvan
Teen FictionWe're just strangers with some memories. hi, rezvan - 20 mei 2019, ; othersidezz