Kulihat bagaimana guratan wajah Kak Jungkook yang muram dan sesekali dia tidak fokus kala menanggapi ucapanku. Ini adalah hari kelima Kak Jungkook dan sikap pasifnya hadir, aku seperti melihat sosok lain yang bukan Jungkook biasanya.
Dan ini adalah hari ke empat dimana kedua orangtuanya sudah bercerai ... lalu hak asuh jatuh ke tangan Ayahnya. Aku tau kondisi ini sangat menohok Kak Jungkook baik secara fisik dan mental sebab dia sangat tidak menyukai Ayahnya.
Karena tidak heran jika aku menjumpai wajah kuyu itu yang sama sekali tidak menikmati makanan di kantin saat istirahat. Aku sudah berusaha menghiburnya semenjak hari itu, Kak Jungkook menggubris lalu tersenyum singkat selang tiga detik sebelum larut dalam kotemplasinya yang berkecimpung.
Kerongkonganku terasa gersang karena atmosfer gerah ini, aku menyeruput sekaleng soda yang kupesan tanpa melepas tatapan dari Kak Jungkook.
"Shin?" panggilku setelahnya.
Iris Kak Jungkook bergulir lantaran mendengar suara ku. Dia yang tadi menekur memfokuskan pandangannya.
Satu alisnya terangkat ketika menyahut tanpa minat, "Hm?"
Bibirku mengukir senyum kecut, berkata, "Nanti mau menginap di rumahku?" tanyaku sambil memiringkan kepala.
Kulihat dia terkesiap seraya memelototi ku. Aku tersenyum gamang, nampaknya dia salah tangkap.
Lantas aku menaikkan tanganku ke udara dan menimpali, "Ah, jangan salah paham. Begini, aku hanya tidak ingin kau terus-menerus sedih karena—"
"Aku tau."
"Huh?" Tanganku kembali turun kala dia menyela dan menelan kalimatku yang akan diudarakan.
Kak Jungkook menarik napas dengan iris yang turun, tangannya di lipat di atas meja. Kemudian dia menjatuhkan dagunya disana.
Lewat tatapan kosong, dia menggubris, "Lagipula aku justru akan mengatakan permintaan itu sebelum kau sendiri yang menawarkan."
Alisku bertautan. Aku menyelami samuderanya yang redup dan bertanya lirih, "Eh, kenapa?"
Dia tidak lekas membuka suara. Irisnya bergulir ke sudut lainnya seperti menghindari tatapan lekat yang aku berikan.
Kak Jungkook menegakkan tubuh, menyandarkan punggung dengan tangan berlipat di dada. Maniknya menghunus tajam ke arahku disertai dengan garis wajah yang datar tanpa ekspresi.
"Karena hari ini ..." Tone beratnya menyambangi rungu tatkala dia berujar. "... Si Tua itu akan membawa selingkuhannya untuk tinggal di rumah."
Respons tubuhku eksentrik. Aku tersentak dengan pupil yang membesar menukik ke depan. Kabar mengejutkan ini teramat menyakitkan baginya. Sorot matanya terlihat berkobar seperti kebencian yang kian membesar, tapi nanti pasti akan mendung lagi.
Tanganku mendekat, meraih tangannya yang mengepal. Melingkupinya lewat kehangatan dari ku. Kupatri senyum setangkup disaat dia membawa iris kami bersirobok.
"Kak? Kau baik-baik saja?"
Barangkali ini merupakan pertanyaan retoris. Sebab, tanpa perlu dijawab sekalipun aku dapat melihat Kak Jungkook yang tidak baik-baik saja. Dia kecewa, hancur; petaka seperti menghantamnya. Guncangan jiwa menerjang entitas Kak Jungkook hingga karakternya berubah.
Kak Jungkook mendengus, membalas genggaman tanganku. "Bohong jika aku berkata bahwa aku baik-baik saja setelah perceraian mereka, lalu hak asuh jatuh ke tangan bajingan itu." Rahangnya terlihat mengeras dikala dia menjeda kalimatnya. "Dan sekarang, kabar dahsyat apalagi ini. Dia dan selingkuhannya akan tinggal di rumah. Benar-benar memuakkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderfall
FanfictionKeberadaannya membelenggu kebebasan, menyerang kewarasan, membuatnya sinting secara bersamaan; definisi yang tepat untuk mendeskripsikan eksistensi Shin Jungkook. Seorang pemuda yang dipersilahkan untuk ikut campur mengambil alih separuh diri Jiyeon...