"Tugas kita itu uji kompetensi 8.3 halaman 176, bagaimanapun juga kita harus menyelesaikan soal-soal ini."
Kim Yeonjun semata-mata bicara bukan hanya untuk bersuara, tapi juga memerintah. Karena tinggal menghitung hari mereka harus kembali menginjakkan kaki ke sekolah dan mengumpulkan tugas-tugas yang datang dari setiap mata pelajaran secara bersamaan. Memborbardir, menyita waktu, dan membuat pusing berkepanjangan.
Mereka berada di pelataran beranda rumah Yeonjun di sebelah barat, mengarah pada pusat terbenamnya matahari sore yang menyingsing, menghilang dibawah garis cakrawala dan membawa warna jingganya yang menyala menjadi redup seketika.
Di depan beranda tersebut terdapat kolam ikan kecil dengan air mancur yang mungil tepat di pertengahan. Ada banyak ikan-ikan yang berenang, menggoyangkan sirip ekor mereka. Beriringan maupun serentak.
Mereka duduk berseberangan, melingkari meja bundar yang sudah dipenuhi dengan beberapa buku paket, buku tulis dan peralatan sekolah lainnya.
"30 soal esay?" Itu suara Shin Haerin. Membawa buku paket yang terkembang itu ke depan wajahnya. "Otak Pak Nam pasti kopong," gumamnya sembari menggerutu.
Pak Nam; guru mata pelajaran penyelidikan sosial. Pria paruh baya yang mempunyai garis wajah tegas, rambut putih keubanan yang tipis, dan selalu menggunakan kacamata bundar bertengger dihidung besarnya. Pria tua tanpa perasaan; semua siswa-siswi memberikannya julukan demikian lantaran tugas-tugas yang ia berikan selalu memberatkan mereka dan terlanjur tidak masuk akal.
"Ayolah, jangan membuang-buang waktu dengan bermalasan-malasan, Haerin." Sembari memperbaiki gagang kacamatanya, Yeonjun menceletuk. Kemudian ia mengusulkan, "Kita bagi-bagi tugas. Aku mengerjakan soal nomor 1-10—"
"Tidak mau. Itu bagianku!" Perkataan Yeonjun tertahan di pertengahan kerongkongan lantaran Haerin menyela. Setelah merapihkan surai tergerai yang membuatnya geli, ia menimpal, "Kau sengaja mengambilnya karena soal-soal ini mudah 'kan?" tudingnya ke arah Yeonjun.
"Ck. Tidak, tapi—" Nyaris saja Yeonjun melayangkan sanggahan, tapi dengan cepat ia menepisnya. Memilih untuk mengalah, "... terserah. Baiklah, Itu bagianmu," tunjuknya pada sosok Haerin. "Aku—ah, Jiyeon." Tatapannya berpendar, berhenti pada presensi perempuan yang sedari tadi belum membuka suara sama sekali. "Kau ingin mengerjakan soal nomor berapa?"
Sekarang Yeonjun memutuskan untuk bertanya terlebih dahulu sebelum membuat keputusan. Barangkali Jiyeon tipikal orang pemilih seperti Haerin, tapi Yeonjun sedikit meragukan hal tersebut.
Mendapati pertanyaannya yang tidak digubris, lantas Yeonjun menatap Haerin, mereka saling bertukar pandangan untuk sesaat.
"Ji?" Haerin menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah Jiyeon, tatapan itu kosong melompong.
"Ah, maaf." Jiyeon berhasil terdistraksi, terbukti ia lekas menatap secara bergantian teman belajar kelompoknya. "Bisa kau ulangi?"
"Jiyeon, kau tidak apa-apa?"
Ketika telapak tangan Haerin mendarat di atas kulit pahanya yang terekspos membuat Jiyeon tersentak—terkejut, tapi tidak berani menepis. Sialnya, ia hanya mengenakan rok mini skater. Tapi, sekali lagi, Haerin adalah perempuan yang berani melakukan kontak fisik secara berlebihan kepadanya—mereka bahkan tidak akrab sama sekali.
"Aku baik-baik saja." Perempuan Yoon itu meremas ujung roknya. "Maaf, tadi aku melamun."
Pun Haerin menjauhkan tangan, kembali ke posisi duduk awalnya. Sama sekali tidak menyadari ketidaknyamanan yang tersirat dalam garis wajah Jiyeon.
"Kau ingin mengerjakan soal nomor berapa?" Yeonjun kembali bertanya. "Kita punya 30 soal, jadi kita bagi-bagi saja pengerjaannya."
"Mm, aku akan mengerjakan soal nomor 11-20 saja," ujarnya setelah melihat dan membaca beberapa pertanyaan di soal yang akan mereka kerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderfall
FanficKeberadaannya membelenggu kebebasan, menyerang kewarasan, membuatnya sinting secara bersamaan; definisi yang tepat untuk mendeskripsikan eksistensi Shin Jungkook. Seorang pemuda yang dipersilahkan untuk ikut campur mengambil alih separuh diri Jiyeon...