23

3K 124 6
                                    

Pada satu kesempatan sebuah titik datang, titik dimana kita di ajarkan untuk menerima apa yang harusnya dimiliki dan mencoba tidak menginginkan apa yang seharusnya tidak pernah dimiliki. Sejak kecil selalu diajarkan seperti itu, tapi entah kenapa rasanya manusia selalu ingin semua?

Ya, karena manusia adalah iblis yang paling menyeramkan dan tak pernah puas yang pernah ada. jika mungkin kalian pikirkan sekali lagi, hantu hanya bisa menakuti, sedangkan manusia bisa menakuti dengan tambahan membunuh. Ya, namanya juga hidup, kadang hidup tidak akan seaman itu.

Icho sendiri sebenarnya sangat menyayangkan kejadian kecelakaan itu. kalau saja dia tidak kecelakaan dirinya gak akan mungkin serakah, dia tidak mungkin menjadi brengsek, dan yang utama adalah dia tidak melupakan tanggung jawabnya.

Kalau boleh jujur, saat ini perasaan Icho memang sedang bimbang untuk memilih hidupnya, antara yang masih dia ingat dan juga hidupnya setelah kecelakaan atau memilih hidupnya yang terlupakan.

Tadinya dia tidak akan memilih apa yang dia ketahui saja. Tetapi mengingat akan ada sosok ayah yang akan anaknya nanti jadikan panutan dan juga panggil, membuat egonya lebih memilih yang dirinya lupakan.

Selain karena semua bilang dirinya akan bahagia jika memilih Matcha, Icho sendiri sebenarnya sudah merasakan perasaan aneh saat bersama dengan Matcha. Ya, perasaan dirinya sangat bahagia dan juga nyaman. Berbeda berbahagia saat dengan Retna, dirinya merasakan sebuah detak jantung yang begitu cepat jika berdekatan dengan Matcha terutama saat dirinya mengelus perut Matcha. Jangan ditanya seberapa bahagianya.

"Jelaskan?" Kelvin menatap keduanya datar.

"Aku tidak tau mulai semua ini dari mana," kata Icho, dia menatap Matcha yang menunduk di dekat Kelvin. Di samping Matcha ada seorang anak kecil yang belum Icho kenal, anak itu sepertinya sangat dengat dengan Matcha, lihat saja dia menempel sekali. Icho jadi cemburu.

"Jelaskan sesingkat mungkin, jangan bertele-tele. Aku tidak punya banyak waktu buat orang seperti kamu."

Icho tetap menatap Matcha. Kelvin mengerti.

"Matcha, kamu bisa ajak Tira bermain di belakang. Aku mau bicara dengan suamimu!"

"Tapi Kak..."

"Sebentar saja, aku tidak akan memukulnya."

Matcha mengangguk dan pergi dari sana bersama Tira.

"Ayo ceritakan!" Perintah Kelvin kembali dengan wajah dinginnya.

Icho menghela nafas dan segera menceritakan segalanya. Dari mulai dirinya diceritakan oleh Della, sampai kejadian saat dirinya tiba disini. Semuanya, tidak ada yang terlewat satupun.

"Apa kau yakin keputusanmu disini sudah tepat?" Kelvin mulai melunak, dia sudah tidak menatap tajam Icho dan juga mengeluarkan aura membunuhnya.

"Iya, sepertinya." Icho menjawab ragu.

Kelvin menghela nafas.

"Aku tau apa yang kamu rasakan. Dipaksa pada suatu keadaan, itu lebih baik sih dari pada harus kehilangan teman dan keluarga."

Icho mengangguk.

"Aku punya tanggung jawab sama Matcha, aku gak bisa lepas begitu saja darinya."

"Mencintainya tidak?"

"Maksudmu?"

"Maksudku, apa Kau Mencintainya apa tidak? ketahuilah Matcha tidak butuh suami yang hanya ingin memberikannya tanggung jawab tapi dia butuh suami yang mencintai dan menyayangi dirinya dan juga anak-anaknya." Kelvin terdiam sebentar.

Owh? Hai, Tante!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang