Alice tengah berkutat dengan buku setebal 200 halaman sejak ia pulang dari sekolahnya. Alice memang anak yang suka membaca, iya sangat suka membaca novel maksudnya.
Novel terbarunya yang barusaja ia beli tadi setelah pulang sekolah bersamaan dengan ia mengantar Baret membeli sepatu futsal. Jangan tanya bagaiamana ia bisa menghindar dari Kenzie. Alice sampai nekat pulang sebelum bel berbunyi dengan memanjat dinding sekolah. Untung saja Bu Man hanya memberi tugas, jadi Alice bisa dengan mudahnya pergi setelah itu. Berbekal ilmu kenekatan yang tinggi, ia berhasil memanjat dinding pagar sekolah.
Tak ia gubris ponselnya yang dari tadi berdering nyaring, hanya ia pastikan saja yang memberinya pesan dan yang menghubunginya adalah orang yang sama. Yah, siapa lagi kalau bukan Kenzie Arschacheris Carvajal. Entah kerasukan setan mana Kenzie marah-marah pada Alice hanya gara-gara Baret.
Sekali lagi, Alice mengecek notifikasinya. 12 panggilan tak terjawab dan 46 pesan belum dibaca. Alice kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia lebih tertarik dengan novelnya saat ini.
Berbeda lagi dengan Kenzie sekarang, hari ini ia memilih pulang lebih awal. Emosinya naik turun, ia batalkan rapat bersama anggota basket hanya karena siapa? Jelas gara-gara Alice, dasar tak tau diri.
Siapa dia yang berani-beraninya membuat seorang Kenzie memikirkannya. Apalagi Kenzie sudah berkali-kali menghibunginya tapi cewek tak tau diri itu tetap tak mau mengangkatnya, bahkan Kenzie sudah menurunkan egonya mati-matian. Tapi, Alice tak menggubrisnya. Awas saja dia, akan Kenzie buat perhitungan.
Sekali lagi, Kenzie menurunkan Egonya, menimang-nimang niatnya. Apakah ia harus telepon lagi atau tidak. Dan akhirnya, pilihannya jatuh di Ya, dia menelponnya.
Suara nada sambung terhubung, tapi belum juga diangkat. Sampai nada sambung yang ke 5 suara gadis yang begitu menyebalkan akhirnya mengangkat teleponnya.
"Kenapa? Segitu kangennya lo sama gue sampek telpon berkali-kali?". Tak Kenzie gubris pertanyaan dari Alice, ia langsung to the point pada tujuan awalnya.
"siapa Baret Prasetyo?". Tanya Kenzie to the point dengan nada penuh intimidasi.
"bukan urusan lo". Jawab Alice tak kalah pedas.
"Alice". Bentak Kenzie
"udahkan? Lo mau ngomong gitu doang? Gue tutup nih".
"kurang ajar banget lo".
"apa lagi sih? Gue sibuk".
"gue tanya lagi, siapa Baret? Apa hubungan lo sama dia?".
"kepo banget deh lo". Jawaban Alice membuat Kenzie naik pitam.
"Alice jawab pertanyaan gue".
"oke okee, dia cowok kesayangan gue, puas? Udah Bye".
Tuuuutt
"Bajingan". Kenzie mengumpat setelah Alice benar-benar menutup sambungan teleponnya secara sepihak. Entah Kenzie juga tak tau apa yang ia rasakan, tapi ia marah kala mendengar Alice mempunyai cowok kesayangan. Ingin rasanya ia cekek si cowok Bar-Baret itu.
Cemburu?
Kenzie segera membulatkan kedua bola matanya kala pikiran itu tiba-tiba singgah dipikirannya.
"ya gila gue cemburu sama cowok bar-bar. Nggak level". Seloroh Kenzie bermonolog sendiri. Meski tak pelak ia masih berguling-guling dikamarnya, dan diakhiri ia berteriak nyaring didalam kamarnya yang kedap suara.
*************
Alice baru saja menyelesaikan tugas kimia nya, ia lanjutkan dengan menonton televisi diruang keluarga yang kelihatan sepi. Yah memang, Kakek dan Eyangnya sedang di luar kota, jadi dirumahnya hanya ada dirinya, Baret dan satu orang pembantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAME OF TEENEGERS
Teen Fiction"mau kakak apa sih sebenarnya?" "mau gue, lo jadi pacar gue". "tapi saya nggak mau jadi pacar kakak, saya nggak suka sama kakak". "lo pikir gue suka sama lo? ngarep banget lo". kalimat Kenzie berhasil membuat Alice diam, "tenang aja, gue juga nggak...