Kenzie baru saja mengubah gaya tidurnya kala ponselnya berdering nyaring. Membuatnya mau tak mau membuka matanya dengan malas. Menggaruk-nggaruk rambutnya lalu mengambil ponselnya dibawah bantal.
Alisnya tertaut kala melihat Kakeknya pagi-pagi sudah menelponnya. Ada apa gerangan, seorang Louis Arschacheris menelpon dipagu buta seperti ini? Ia melirik sebentar jam yang menempel di dinding, pukul 05.00 pagi.
"Halo Assalamualaikum ". Kenzie setengah menguap mengangkat telepon dari Louis,
"Waalaikumsallam, heeh kamu ini dimana?". Bentak kakeknya diseberang sana,
"di kamar kek ada apa?". Kata Kenzie santai sambil menggaruk-nggaruk ketiaknya malas,
"ada apa gundulmu, ini kakek ada di Bandara". Semprot Louis, tapi nampaknya Kenzie masih belum sadar sepenuhnya. Nyatanya ia masih beberapa kali menguap dengan sebelah tangannya yang bebas terus menggaruki badannya yang tak gatal.
"oh, kakek mau traveling lagi? Hati-hati ya kek, jangan lupa oleh-oleh. Udah ya kek, Kenzie mau tidur lagi, hoaaaam".
"HEEEEH, SONTOLOYO. KAKEK INI DI BANDARA, BANDARA INDONESIA, TIDUR LAGI MAU KU TEMPELENG KAU? JEMPUT KAKEK SAMA NENEKMU SEKARANG JUGA".
Kenzie membulatkan matanya sempurna, segera saja ia melompat dari kasur. Melupakan kolor gambar nanasnya yang panjangnya sebatas paha.
"Bandara Indonesia? Husein Sastranegara? Bandara Bandung?".
"YA IYALAH, MAU KEMANA LAGI? CEPAT, AKU SAMA NENEKMU SUDAH 1 JAM DISINI".
"ii-ii-iya kek, bentar, Kenzie ganti baju dulu".
"NGGAK USAH GANTI BAJU, LANGSUNG AJA BERANGKAT".
"Iya kek, ini berangkat".
Kenzie mematikan sambungan ponselnya, langsung ia sambar sarung yang tersampir dikursi kamarnya, lalu jaket olahraga warna biru dan langsung ngacir keluar rumah.
Kenzie benar-benar lupa, ia dimandati kedua orang tuanya untuk menjemput Louis dan Adella karena Athena dan Arsen baru pulang nanti siang dari Surabaya. Dan sialnya lagi ia lupa menaruh kunci mobilnya, shit. Nggak ada pilihan lain,
Louis melotot dengan sempurna, bahkan Adella hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir dimana otak cucu pertamanya ini.
"Cucu gendeng, kakek sama nenekmu dijemput naik Pick Up, kamu pikir Kakek sama nenekmu ini apa? Kambing?". Semprot Louis,
Kenzie hanya meringis sambil garuk-garuk tengkuknya, tak jarang orang-orang yang memperhatikan mereka dengan menutup mulutnya menahan tawa. Terpaksa juga, pick up yang biasa dibuat kuli kantor ayahnya ia pakai, karena hanya itu kunci yang bisa ia temukan.
"udah lah kek, ini juga karena buru-buru. Masih bisa kok". Eles Kenzie,
"terus aku ini disuruh dibelakang gitu? Sambil dada dada?". Seloroh Louis membuat Adella kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis-habisnya berdebat kalo gini.
"masih muat kek, ini pick up nya juga baru beli kok tenang aja. Ayo masuk-masuk". Kata Kenzie sambil mengangkat kopernya dan meletakan dibagian belakang Pick up. Meninggalkan Louis yang masih menggerutu tak jelas dan Adella yang mencoba menenangkan.
Tapi tak urung juga akhirnya Louis naik ke pick up, meski dalam keadaan terpaksa.
Dalam Pick up pun Kenzie tak henti-hentinya mendapatkan ceramah dan maki-makian dari Louis. Tak itu saja, bahkan Louis tak segan-segan untuk menjewer telinga Kenzie kala Kenzie tak sengaja ngerem mendadak.Kenzie bernafas lega, 15 menit menyetir rasanya 2 jam saja. Bebas sudah ia penderitaan dari makian-makian Louis yang membuat telinganya pengang.
"Assalamualaikum". Teriak Kenzie kala ia baru saja memasuki rumahnya, sambil memutar-mutar kunci Pick Up.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAME OF TEENEGERS
Novela Juvenil"mau kakak apa sih sebenarnya?" "mau gue, lo jadi pacar gue". "tapi saya nggak mau jadi pacar kakak, saya nggak suka sama kakak". "lo pikir gue suka sama lo? ngarep banget lo". kalimat Kenzie berhasil membuat Alice diam, "tenang aja, gue juga nggak...