BAB_9

121 3 0
                                    

Sejak kecil Aku, Citra, dan Sam memang selalu bersama-sama, Citra adalah sodara sekandungku, umurku dan Citra sama. Karena kata Umi, dua sahabatnya yang bernama Ana, dan Ranipun sama mereka sama-sama sedang mengandung dan hendak melahirkan. Aku dan Citra hanya beda jam saja, tapi yang duluan melahirkan Umi, namun saat setelah di Azankan anak Umi dan Abah meninggal. Lalu Aku di lahirkan dari rahim seorang ibu, yaitu Ana dan terakhir baru Citra yang terlahir dari ibu Rani. Kami selalu bertiga, kemanapun, hingga dewasa. Dan saat Smp aku dan Sam mempunya sebuah rasa yang sama, awalnya kami menganggap bahwa itu cinta monyet, Dia adalah Cinta pertamaku, dan begitupun Dia aku adalah cinta pertamanya, aku dan Sam tak pernah bercerita dengan Citra bahwa kami mempunyai hubungan. Karena Aku takut Dia akan bocor ke orang tua kami. Hingga tiba saat di SMA Citra mulai bercerita bahwa Dia menyukai Sam, saat itu Aku sedikit ada rasa bersalah, selama ini Aku dan Sam tak pernah berterus terang padanya bahwa kita berpacaran, Aku bingung harus bagaimana, karena aku tak ingin melukai hati keduanya,sejak dia cerita bahwa dia menyukai Sam, Citra setiap hari selalu bercerita tentang Sam, jujur aku sedikit cemburu, namun Aku mencoba untuk biasa saja Aku melawan rasa sakit, ku dengarkan cerita demi cerita yang keluar dari mulut Citra, hingga akhirnya aku tak sanggup untuk mempertahankan hubunganku dengan Sam. Setelah memikirkan masak-masak aku memberanikan diri untuk berbicara pada Sam apa yang selama ini terjadi.

~
Malam itu kebetulan Sam mengajakku keluar rumah untuk sekedar jalan-jalan. Dan tiba di sebuah warung pinggir jalan yang berjualan jagung bakar.

"A, ada yang ingin aku omongin". Ucapku dengan sedikit gugup.

"Ada apa Key?"

"Kayanya Aku gak bisa mempertahankan hubungan kita". Seketika Sam keselek, mendengar ucapanku.

"Kenapa? Emang apa yang salah dariku Key?".

"Ada seseorang yang diam-diam menyukaimu A, dan perasaannya padamu begitu dalam, hingga Aku memutuskan untuk tak meneruskan hubungan ini".

" maksudmu Citra? Aku tak menyukainya, lagi pula dia sudah ku anggap seperti adik sendiri". Ucapnya dengan santai.

"Dari mana kamu tau?"

" ya aku melihat sedikit perubahan darinya, aku melihat bagaimana dia memperhatikanku, bahkan sering kali memasak bersama mamah untukku".

" Aku nggak bisa nyakitin Dia A, Aku ingin kita cukup sampai disini".

"Aku tidak mau, kita bilang saja sama Citra kalau kita sudah pacaran sejak Smp'".

"Nggak aku gak setuju, ide gila macam apa itu? Aku mau kita sampai disini".

"Aku gk mau Key, aku udah terlanjur sayang banget sama kamu, aku nggak mau kita pisah karena orang ketiga". Desak Sam, dengan Ucapan yang meninggi.

Aku meninggalkannya, dan berjalan pergi.

"Key, mau kemana sih". susulnya dengan seraya berlari.

"Jangan gini dong Key, kita cari jalan keluarnya bersama nanti, udah dong jangan marah". Ucapnya dengan mendekapku di pelukannya.

Aku hanya diam, dan tak kuasa mengeluarkan air mata.

"Kita pulang ya, tapi kamu jangan nangis lagi". Ucapnya dengan melepaskan pelukannya, dan menghapus air mataku.
Sam mengambil motor yang terparkir di tukang jagung bakar, dan tak lupa membayarnya.

Sesampainya di rumah aku segera masuk kamar, menguncinya dan menonaktifkan handphone, beberapa hari aku hanya berdiam diri di kamar,keluar kamar hanya saat makan setelah itu masuk kembali, siang, malam, aku berdo'a yg terbaik untuk Aku,Sam , dan Citra.

"Key....Keyla ada temenmu nak". Panggil Umi di sebrang pintu dengan mengetuk pintu kamarku.

"Siapa Umi?" Aku tak langsung membukakan pintu karena Aku sudah bilang bahwa Aku tak ingin bertemu dengan Sam, dan Citra. Dan beberapa kali mereka memaksa Umi untuk masuk paksa ke kamar, cuma di larang oleh Umi, karena aku sudah menceritakan semua kepada Umi.

"Pricilia, nak". Jawab Umi dan aku segera keluar.

"Um, bener ada Pricil?". Tanyaku dengan sedikit membuka pintu.

"Iya, sana temuin dulu".
Aku segera keluar menemui Pricilia.

~
"Haii.. Key" sapanya
"Pricil, kamu ngapain? Kesini? Lalu kamu kesini dengan siapa?" Tanyaku seperti densus, dengan mata yang melirik ke teras, dan samping.

"Ya ketemu kamu lah Key, habis----"

Belum selesai dia berbicara, aku menariknya untuk masuk ke kamarku.

"Kita bicara disini saja ya". Ucapku

"Kenapa? " tanyanya bingung.

"Gpp kok, jadi gimana-gimana". Ucapku seraya mengalihkan pembicaraan.

Setelah beberapa jam kita ngobrol, ngalor ngidul dan sedikit bosan juga Aku putuskan untuk mengajak Pricil keluar mencari udara segar. Aku bergegas mengganti pakaian, dan berpamitan pada Umi, aku dan Pricil pergi dengan motor yang di kendarai Pricil.

"Key kita main kerumah Kiki aja ya". Ajak Pricil.

"Iya terserah kamu saja, mau kemana, ke liang kubur jugaa boleh haha". Candaku.

"Husssttt.. kamu gak boleh ngomong begitu Key".

Tak jauh dari rumahku ada sebuah belokan dan dari arah yang berlawanan, ada sebuah mobil yang sedang ngebut Pricil berkali-kali sudah memencet tombol klakson.. tin...tin...tin..dan akhirnya ..

Brakkk....brakkk....brakkk.

Mobil itu menabrak motor yang di kendari Pricil, hingga aku dan Pricil terpental jauh sekali dari motor.
Dengan mata yang sayup sayup, Aku melihat Pricil yang tertimpa motor dengan kepala yang berdarah, sekejap banyak warga yang membantu kami dan aku sudah tak sadarkan diri.

***

Entah sudah berapa hari aku tak sadar, setelah aku membuka mata di ruangan ada seseorang yang memegang tanganku dan membacakan Ayat-Ayat Al-Qur'an dengan butir-butir air mata yang membasahi pipi.

"Aku dimana? Kepalaku sakit banget". ucapku dengan tangan yang memegang kepala, kepalaku yang dililit apalah aku tak tau.

"Keyla sayang, alhamdulillah kamu sudah bangun nak". Ucap Umi dengan memencet bel yang berada di samping ranjangku. Lalu memelukku.

Tak lama Dokterpun datang dengan beberapa Suster yang membawa beberapa peralatan perangnya.

"Ada Apa Buk". tanya Dokter lalu melihat ke arahku,dan menyuruh Umi untuk tunggu di luar,dengan sigap suster menutup gorden yang menutup ranjangku hingga rapat sekali, Dokter segera memeriksa keadaanku dan bertanya beberapa pertanyaan.

"Mbak, ada yang sakit?" Tanya Dokter, dan satu suster siap menulis dan yang satu bersiap memberikan obat.

"Kepala saya sakit banget". Dan sekejap aku ingat Pricil.

"Dokter gimana keadaan teman saya?" Tanyaku dengan perasaan cemas.

"Temanmu baik-baik saja, dia hanya luka kecil, kamu yang terluka parah, hingga kekurangan darah". Jawab Dokter seraya menyuntik obat ke infusanku

"Ada lagi yang ingin di tanyakan? Atau ada yang di keluhkan?" Tanya Dokter.
Aku hanya menggeleng tanpa mengeluarkan sekatapun.

"Okey, nanti kalau ada apa-apa panggil saya saja ya mbak". Dokternya pergi meninggalkan aku, dan sedikit berbincang-bincang dengan Umi.

Umi bergegas masuk kedalam, dan mengecek keadaanku, memastikan bahwa aku tidak apa-apa.

"Sudah Mi, aku tidak apa-apa kok".

"Alhamdulillah".

"Um, Pricil gimana? Dia tak apa-apa kan?". Umi hanya tersenyum dan mengangguk.

"Assalamualaikum" terdengar suara seseorang dengan membuka gagang pintu, dan masuk kedalam, dan di jawab dengan, Aku dan Umi. ternyata yang datang Samudra dan Ayahnya Citra.

"Waalaikum salam".
Tiba-tiba Ayahnya Citra memelukku dan mencium keningku berulang-ulang. Membuat ku bingung.

"Kamu tidak apa-apa nak?". Tanya ayah kepadaku.

"Sudah tidak apa-apa kok". Jawabku sedikit datar. Umi lalu menepuk pundaknya dan mengajaknya keluar.

"Sudah Gas, Keyla sudah tidak apa-apa ko, yuk Aku mau bicara sedikit". Ucap Umi, dengan menuntun ayah keluar.

Tinggalah Aku, dan Sam hanya berdua di dalam kamar.

Perjalanan Seorang DokterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang