BAB_10

118 3 0
                                    

***
Beberapa menit kami terdiam dalam satu ruangan, dan ruanganpun menjadi senyap.

"Boleh aku pinjam hpmu?". Ucapku dengan nada datar.
Sam hanya menyodorkan hpnya tanpa berbicara satu katapun.
Segera ku Ambil handphonenya dan segera menghubungi Pricilia. Dan beberapa menit Diapun menjawab telfonku.

"Hallo... Assalamualaikum". Ucapnya di sebrang telfon.

"Walaikumsalam..---".

"Keyla..Key ini kamu bener?" Tanyanya sedikit tak percaya.

"Iya .. gimana keadaan kamu?" Tanyaku dengan sedikit khawatir.

"Astagfirullah, Keyla kamu masih di rumah sakit yang sama kah?"

"Iya, aku masih di rumah-----". Tiba-tiba Sambungan telfonnya terputus. Aku coba telfon lagi cuma tidak di angkat, ya sudahlah mungkin dia sedang sibuk. Niat hati ingin mengembalikan handphone ke Sam, namun kulihat matanya yang berkaca-kaca melihatku.

"Ada apa?" Tanya, ku membuatnya sadar akan lamunannya.

"Tuhan menjawab do'amu, Ia mengabulkan semua keinginanmu, walau pahit, dan sulit sekali ku terima". Ujarnya, dengan air mata yang mengalir deras membasahi pipinya. Belum sempatku bertanya, namun ada seseorang yang masuk dan memelukku, dengan tangisan yang terisak-isak. Orang itu adalah Pricilia.

"Cil, kamu kenapa?" Tanyaku dengan mengusap-ngusap punggungnya dan membalas pelukannya beberapa menit.

"Key, maafin Aku ya". Dia tak henti-hentinya menyalahkan dirinya.

"Cil, semua itu udah takdir, bukan salah siapa-siapa kok". Ucapku seraya menenangkannya.

"Tapi Key--". Aku melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya yang sudah membanjiri pipinya.

"Sudah ya, jangan salahin diri kamu sendiri, aku juga sudah tidak apa-apa kok. Terus kamu sendiri gimana? Ada yang luka gak? Kamu ada yang sakit?". Pricil, hanya menggeleng dengan air mata yang tak henti, dan ku lihat orang tua Pricil, Umi, Ayah Bagas, dan Sam semua tenggelam dalam sedih, aku hanya seorang diri yang tidak mengerti dengan kesedihan mereka.

"Kalian semua pada kenapa? Kok sedih semua?" Tanyaku dengan bingung.

"Key, kamu yang terluka parah, namun kamu masih bisa khawatirin aku, kamu baru sadar setelah tiga hari koma, terus begitu kamu buka mata kamu masih inget aku. Terimakasih Key, aku tidak apa-apa". Ucapnya dengan tangis yang terisak-isak.
Umi yang melihat Pricil menangis tak henti, mencoba menenangkannya.

"Sudah sayang, Keyla tidak apa-apa, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri ya nak, mungkin semua sudah takdir dari allah nak".
Umi memeluk Pricil, dan Pricil sudah sedikit merasa tenang. mereka semua keluar dari kamar, dan menyisakan Aku dan Pricil saja. Dia mulai bercerita dari awal kita di bawa kerumah sakit dan hingga saat dirumah Pricil tak bisa tenang sebelum Aku sadar. Tak lama datang Mamah Ana, yang menangis dan meminta maaf padaku berulang-ulang.

Sejujurnya aku tak mengerti mengapa semua orang pada datang, menangis dan memelukku, aku tak bergeming sama sekali.

***

Setelah seminggu aku di rawat di rumah sakit, akupun minta untuk di rawat jalan saja, Aku kasihan dengan Umi dan Abah kalau harus bolak balik rumah sakit terus, belum lagi aku kan harus sekolah karena sedikit lagi ada ujian akhir sekolah. Ya, aku saat ini sudah memasuki akhir sekolah dan mempersiapkan untuk masuk kuliah. dan akhirnya dengan bujuk rayuku Dokter mengijinkanku, pulang atau tepatnya rawat jalan, Dan harus sering- sering kontrol ke rumah sakit. aku hanya mengiyakan saja.

~

Sore itu aku di jemput dengan Ayah Bagas, (ayah Citra) , mamah Ana (mamah Samudra), Citra, Sam, Pricil, Umi, dan Abah Ramai sekali sudah seperti saat hendak pulang Umroh/Haji saja. Hihi.

Aku satu mobil dengan Umi, Citra, Pricil, Abah dan mamah Ana. Dan sisanya di mobil Samudra.

***

sebulan berlalu,setelah ujian selesai aku ingin sekali bisa kuliah di salah satu Universitas terbaik di Bandung, namun saat itu Abah tak mengizinkan aku untuk pergi dan tinggal sendiri disana. Sedih rasanya setelah menunggu hasil ujian keluar lalu tak di izinkan pergi.

~

"Assalamualaikum".
Suara seseorang membuatku kaget.

"Walaikum salam,ada apa".
Tanya ku sedikit sengit, sejak kejadian itu Aku, mulai menjauh dari Sam. Apa pun yang berhubungan sama dia pasti sikapku berubah, aku melakukan itu demi Citra aku tak ingin cintanya bertepuk sebelah tangan, karena pasti akan sakit.

"Aku ganggu kamu ya?". Tanyanya berbasabasi.

"Iya". Jawabku singkat.

"Key, aku sadar kita memang gak akan bisa bersama, tapi aku mohon jangan bersikap seperti ini padaku, aku merasa tersiksa, saat sedang bertemu denganmu". Ucapnya dengan drama sedih-sedih. Duh duh kan seharusnya perempuan yang drama, lah ini laki.

"Iya, aku tau". Ekspresiku hanya datar menjawabnya.

"Kamu sudah tau bahwa kita sodara?". Tanyanya menandak serius.

"Apa Maksudnya?". Bingung

"Kita sodara, mamahku, adalah mamahmu juga, lagi kemarin kamu koma, kamu banyak kehilangan darah Umi, dan Abah itu berbeda golongan darahnya denganmu, kalo kamu adalah anak mereka mana mungkin golongan darah kalian berbeda, dan yang mendonorkan darah untukmu adalah mamah Ana, mamahku yang ternyata kamu adalah anak Dia Key".

"Cukup jangan asal bicara kamu Sam". Ujarku dengan nada tinggi. hatiku yang mulai sesak mendengar ucapan Sam dan air mata sudah di pelupuk mata.

"Aku tak percaya". Akupun segera masuk dan bergegas menemui Umi.

Dengan perasaan yang menggebu-gebu Aku berlari dengan tangis yang segugukan berharap ini semua omong kosong Sam.

"Ummmi....Ummmii.." panggilku

"Neng, ada apa neng?". Tanya Umi dan Abah, dengan bingung dengan kedatanganku yang menangis segugukan.

"Umi, tolong jawab jujur apa bener Aku ini bukan anak kandung Umi dan Abah?". Ucapku dengan bibir setengah bergetar.

Umi dan Abah hanya terdiam,mereka ikut menangis dengan memelukku. Abah mengajak kami pulang kerumah dan mengalihkan pekerjaannya kepada anak buahnya, karena tak enak jika di dengar orang.

"Sudah kita ngobrol dirumah saja, jangan di sini ayok". Ajak abah
Abah menghampiri seorang karyawannya untuk menghendle semuanya.

kita berjalan menuju rumah, Umi memelukku dan menangis, Abah

Jujur aku sebenernya ada rasa nano-nano rame rasanya.

*aku harus menikam perasaanku dengan kuat, agar aku tak lemah saat melihat, bahkan bertemu dengannya kala mereka bersama, Cinta yang semula Indah,Bahagia bahkan hampir sempurna, dengan sekejap semua itu berbalik. Ku buang rasa yang pernah ada walau perasaan itu selalu tumbuh, ku tikam dengan sekeras mungkin hati ini, rasanya sakit bagaikan memeluk besi yang berduri yang sangat erat, ingin sekali benci dengan takdir ini namun harus aku bisa apa tuhan memberikan suratan takdirnya seperti ini*.

Tak ku sangka ternyata begitu berat cobaan yang tuhan kasih, beberapa tahun lalu tuhan mengirim seseorang yang berada di depanku ini untuk menjaga, melindungi, dan memberikan seluruh kasih sayangnya untukku, bahkan dia memberikan dunianya hanya untukku, dia mengabaikan semua teman wanitanya yang menyukainya bahkan dia rela melukai mereka demi menjaga perasaanku dia menjauhi semuanya demi aku.

Hai gaes maaf ya kalo baru update lagi, vote yang banyak ya biar aku makin semangat 😊

Perjalanan Seorang DokterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang