"Gotcha," kata Angga sembari tersenyum remeh.
"Maaf, Pak. Bukan itu maksud saya."
Angga lalu bersandar di kursinya. Dia mengamati Sandrina lekat-lekat.
"Please, usir saya, Pak," batin Sandrina.
"Bahasan kita lagi menarik ya sekarang." Angga kali ini merubah posisi duduk agar lebih nyaman. "Kenapa, San? Apa kamu merasa terlalu nyaman dengan saya? Sehingga membuatmu berani berbicara apa pun di belakang saya."
"Saya nggak bermaksud gitu, Pak. Tadi saya cuman asal jawab aja kok, Pak."
"Benarkah?" tanya Angga.
"Kok Genit sih ini orang!" batinnya lagi.
"Bapak sudah tidak ada keperluan kan, Pak? Saya mau kembali ke meja. Kerjaan saya belum kelar, Pak?"
"Kerjaan yang mana?"
"Report mingguan saya belum selesai, Pak."
"Oh itu ... kenapa buru-buru? Saya pasti kasih kamu waktu lebih untuk menyelesaikan reportnya. Itu bisa diatur," kata Angga masih dengan posisi duduk yang menurut Sandrina 'Aneh' dan terkesan tidak profesional.
Belum lagi ditambah dengan nada suara yang digunakan atasannya ini. Nada suara dan gaya berbicara Angga kepadanya berbeda. Ini bukan perasaannya semata. Selama 4 bulan terakhir bekerja di bawah Angga, melihat dan berinteraksi langsung dengan pria itu akhirnya bisa membuatnya paham. Atasannya ini memang memperlakukannya dengan berbeda.
"Apa lagi yang kamu pikirkan sekarang?"
"Nggak ada, Pak."
Angga berdiri dari kursinya lalu duduk di meja, menghadap Sandrina. Dia menundukkan tubuh sedikit. Refleks, Sandrina pun mendorong mundur kursinya pelan.
"Kok nggak mundur? Keganjel apaan?" batinnya.
Sandrina menunduk dan mendapati kaki kanan Angga yang tengah menahan roda kursinya. Dengan cepat, ia pun mendongak. Senyum nakal terukir jelas di sana.
"Kamu punya pacar?" tanya Angga masih dengan senyum yang sama.
Sandrina seketika mendorong kursinya mundur lebih keras. Eh? Kok? Sial!
Kursinya tiba-tiba terdorong dengan begitu mudah. Kalau saja Sandrina tidak buru-buru mengerem dengan sepatu heels yang dikenakannya, bisa jadi kursi ini terdorong hingga ke pintu masuk.
"Are you nervous? Padahal saya baru bertanya begitu saja."
Ditariknya napas perlahan, mencoba menenangkan debar jantungnya yang berpacu dua kali lebih cepat saat ini. "Ada yang lain, Pak?" tanya Sandrina pelan.
"Tidak ada."
Angga lalu menegapkan tubuh dan berjalan kembali ke kursinya. "San, ingat bukan kami yang menyesuaikan. Tetapi kamu yang menyesuaikan diri."
Eh? Tiba-tiba berubah serius gitu? Ini orang punya dua kepribadian atau apa sih?
"Iya, Pak," jawabnya cepat sambil berdiri dari kursinya. Melangkah ke belakang dengan sebelah tangan mendorong pelan kursinya, mengembalikannya ke tempat asal.
"Permisi, Pak," pamitnya, mengangguk sopan lalu berjalan ke arah pintu.
"Dan San ..."
Ia memejamkan mata sebentar sebelum kemudian berbalik menghadap atasannya kembali. "Iya, Pak?"
"Pertanyaan saya yang terakhir? Saya belum dapat jawabannya."
Fix. Ini orang aneh!
"Saya tidak ada kewajiban untuk menjawab pertanyaan pribadi kan, Pak," jawabnya tak lupa memasang fake smile- seperti saran Mira.
Kalau kalian di posisi Sandrina
Bakal jawab pertanyaan pribadi gak?
Bakal geer gak kira2?
😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Seducing My Boss?
RomanceMeet Sandrina's boss dear readers.. Anggara Asta Maheswara. Manajer yang selalu melihat Sandrina dengan mata nafsu. Yah, tidak berlebihan bila Sandrina mengatakannya demikian. Bagaimana tidak? Setiap ada kesempatan, setiap ada celah pak Angga akan m...