DUA PULUH EMPAT

63.2K 4.1K 59
                                    

"Ada makanan yang pengen Bapak makan?" tanya Sandrina.

Atasannya itu menunduk menatapnya.

"Kamu yakin mau masakin buat saya?"

"Iya," jawabnya singkat sambil menarik satu trolly keluar dari barisan.

Angga mengambil alih trolly tersebut sembari tersenyum lebar.

"Jangan salah paham. Saya ngelakuin ini untuk membuat perasaan bersalah saya hilang."

"Hm ... masa? Saya pikir bukan karena itu saja. Ada alasan lain pastinya."

Sandrina memilih mengabaikan ucapan Angga. Matanya menatap sekeliling sembari berpikir makanan simpel apa yang ia kuasai. Namun, tatapannya mendadak terpaku pada satu titik. Ia mengerjap sekali-dua kali, berharap salah melihat. Sayangnya, sosok itu masih berdiri di sana, berjarak beberapa meter saja darinya.

Ia menengok menatap Angga. Atasannya itu tampak sibuk dengan ponsel di tangan.

"Ehm ... Pak?"

"Hm?"

"Pak Angga, apartemennya dekat dengan Bu Anggun?"

Angga seketika mengalihkan perhatian dari ponsel. Pria itu menatapnya dengan dahi berkerut.

"Kenapa tiba-tiba ada topik Anggun di sini."

Sandrina menatap Angga lalu mengarahkan tangannya pada wanita cantik yang tengah fokus memilih buah di ujung koridor supermarket.

"Shit!"

Sandrina menoleh cepat. Ini pertama kalinya ia mendengar atasannya itu mengumpat. Selama ini Angga selalu terlihat tenang dan well mannered bila di tempat umum. Nggak suka ketemu Bu Anggun? tanyanya dalam hati. Rasa penasaran muncul seketika. Ia ingin tahu apakah tebakannya benar.

"Kok ngumpat?" tanyanya berpura-pura tersinggung.

"Oh, God. Believe me, I'm not cursing at you," kata Angga cepat.

Pria itu lantas mendorong pelan lengannya hingga masuk ke bagian lorong bumbu-bumbu cepat saji. Ah, beneran karena ada Bu Anggun, batinnya sembari mengulum senyum. Rasa penasarannya hilang, tergantikan oleh rasa ingin menjahili balik Angga yang selama ini selalu mengerjainya.

"Saya baru sadar, apartemen Bu Anggun kemaren sama Pak Angga satu gedung kan ya? Pantesan saya kok ngerasa kayak pernah lihat satpam di pintu masuk apartemen. Wow banget lho ini."

Angga meliriknya tidak suka.

"Kalau kamu bilang 'familiar sama gedung' rasanya lebih masuk akal daripada kamu bilang familiar sama satpam."

Bego, Sandrina, umpatnya dalam hati.

"And fyi, San. Saya sama Anggun tidak tinggal satu gedung. Kami beda tower. Jadi jangan sampai salah sebut karena endingnya bisa fatal," ucap pria itu tegas.

Sandrina bisa merasakan keseriusan Angga. Atasannya ini memang tidak nyaman dengan keberadaan Anggun di sekitar dia. Tapi bagaimana ya ... kesempatan seperti ini jarang terjadi. Kapan lagi bisa mengerjai balik Angga. Sambil mengangguk sekedarnya merespon ucapan sang atasan sebelumnya, Sandrina kemudian kembali berpura-pura bertanya.

"Jadi, Bapak mau nyapa Bu Anggun kah ini?"

Mati-matian Sandrina menahan bibirnya agar tidak tertarik lebar membentuk sebuah senyuman kala melihat ekspresi Angga saat ini. Atasannya itu menatapnya dengan tatapan yang seolah-olah berkata: 'Bagian mana dari kalimat saya sebelumnya yang tidak kamu mengerti?'.

Am I Seducing My Boss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang