DELAPAN BELAS

67K 4.3K 32
                                    

"Dimana lo?" tanya Diandra di seberang telpon.

"Astaga. Nggak percayaan amat. Lagi di busway."

"Yakin lo?"

Sandrina mengubah mode telponnya ke panggilan video. Riweuh amat sih Diandra satu ini. Ia yang mau ketemuan, tapi dia yang luar biasa ribet.

"Udah puas 'kan? Otw beneran ini."

"Lo suka khianat sih ditengah-tengah. Awas ya kalo kali ini kabur lagi. Gue nggak bakal anggep lo temen! Malu gue. Dia temen kantor gue soalnya." ancam Diandra padanya.

Sandrina tertawa mendengar ancaman Diandra. Ini memang bukan kali pertama sahabatnya itu memperkenalkannya dengan seseorang. Kalau tidak salah ingat, setidaknya sudah dua kali Diandra mencoba memperkenalkannya dengan pria baru sebelum dengan Putra. Dan keduanya memang dibatalkan sepihak olehnya mendekati janji temu. Perasaan luka yang kelewat dalam membuatnya jadi pribadi yang rapuh dan agak sedikit plin-plan. Di satu sisi, ia sadar ingin segera move on, tetapi di sisi lain, hatinya masih belum sanggup menerima kehadiran orang baru.

Namun, kali ini berbeda. Motivasi yang membuat Sandrina teguh mengiyakan tawaran Diandra adalah karena Angga. Atasannya di kantor dan juga sahabat kakaknya itu begitu terang-terangan menyatakan perasaan padanya. Sekalipun tak dipungkiri hatinya kerap berdebar saat mendengar atau menerima segala perhatian dan sentuhan Angga. Tetapi ia tetap tidak yakin apakah Angga tulus berkata jujur atau tidak.

Terlepas dari kemungkinan tersebut, Sandrina juga merasa tidak akan sanggup bila harus berurusan dengan pria lain dari lingkup Dimas, kakaknya. Ia tidak ingin kejadian yang sama terulang, ia tidak ingin merasa sebagai piala bergilir di antara sahabat kakaknya itu. Rasanya terlalu malu bahkan hanya dengan membayangkannya saja. Bagaimana penilaian Dimas terhadapnya nanti? Selesai dengan Radit sekarang pindah ke Angga? Astaga ... tidak. Ia tidak akan sanggup menerima tatapan penuh prasangka dari kakak kandungnya itu.

Jadi di sinilah ia, bertekad menemui pria baru demi terlepas dari kemungkinan hatinya berkhianat pada keputusan yang dibuat oleh otak dan logikanya. Ia hanya berharap bisa menjalani hidup tenang dan penuh romansa bersama pria yang juga sangat mencintainya dan pria itu tidak boleh Angga apalagi Radit. Sudah cukup.

"Heh. Diem lo. Gue serius. Gue bakalan hapus lo dari daftar sahabat kalo sampe lo ngacau lagi."

Ancaman Diandra kembali menarik kesadarannya.

"Kali ini beda. Aku nggak bakal kabur. Tenang aja."

"Awas kalo kabur. Oh ya, jangan lupa tempatnya di ..."

"Tahu. Aku inget tempatnya," potongnya ingin segera mengakhiri panggilan teleponnya.

"Bentaran gue belom selesai ..."

Dan Sandrina sengaja mematikan sambungan teleponnya sebelum Diandra sempat menyelesaikan kalimatnya. Berisik, begitu pikirnya saat ini. Tak lama, bus berhenti di halte pemberhentian tempat yang ia tuju, ia pun turun dan mulai berjalan menyusuri JPO menuju ke salah satu mall tempat ia meet up dengan pria bernama Putra itu.

Begitu sampai di mall, Sandrina bergegas mencari toilet. Memastikan tampilannya tidak berantakan. Maklum, efek naik angkutan umum. Kepanasan saat menunggu bus datang, sejuk dan kedinginan begitu naik bus lalu kembali merasakan panas juga terpaan angin serta debu saat turun dari bus. Touch up is a must!

Am I Seducing My Boss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang