Part 38📍📌

14.5K 621 0
                                    

Selamat membaca...
        .
        .
        .

Najwa pov💦

Seminggu di rumah sakit membuatku sangat jenuh dan bosan. Aku sangat merindukan suasana rumahku. Apalagi dengan keramaian pesantren. Juga putraku Naufal yang jarang sekali  bersamaku beberapa hari terakhir ini. Karena aku yang mendekam di rumah sakit selama seminggu. Dan baru pulang kemaren sore.

Hari masih pagi, putra kecilku masih tertidur dengan pulas di sampingku. Sengaja aku menidurkannya di ranjang tadi malam. Karena takut dia merengek dan menangis karena haus.
Agar aku atau Gus Raza tidak naik turun ranjang menengok keadaannya.

Sedangkan Naufal tidur dengan Umah tadi malam dan sekarang sedang bermain dengan Zahira di pondok. Bahkan pagi ini dia juga belum mandi. Bukan karena aku mengabaikannya sekarang. Tapi, keadaanku belum pulih sepenuhnya untuk merewangi dia seperti biasanya. Di tambah lagi dengan kehadiran putra kecilku. Bagaimanapun, mereka berdua adalah putra-putraku yang harus mendapatkan kasih sayang sama rata.

Tidak boleh ada yang di beda-bedakan. Karena aku sangat menyayangi kedua putraku. Apalagi Naufal adalah anak yang selama ini mengisi kekosongan diantara aku dan Gus Raza. Karena kehadirannyalah, aku bisa tersenyum bahagia di saat dulu Dokter memvonisku mandul.

Cklek!

Pintu kamar terbuka menampakkan wujud suamiku yang sudah tersenyum hangat padaku pagi ini.

"Masih terasa lemas?" tanya Gus Raza menghampiriku dengan membawa sebuah nampan di tangannya.

Membawa sarapan untukku. Semangkok bubur dan segelas teh hangat di pagi hari.

"Sudah lumayan." Balasku tersenyum menatapnya.

"Pagi sayang jagoannya, Buya. Belum bangun toh, Nak?"

Gus Raza tersenyum melihat kearah putra kecilnya yang masih pulas di sampingku. Yang Sesekali menggeliat pelan.

"Belum tuh, Mas. Masih sangat pulas tidurnya. Toh, ini juga masih sangat pagi."

Balasku yang juga menatap putra kecilku yang bahkan belum diberi nama meskipun sudah seminggu lahir di dunia.

"Hehehe, iyo. Lucunya putra kita. Yowis, ayo sekarang kamu makan yo."

Gus Raza menarik kursi riasku menempatkannya di samping ranjang di dekatku. Lalu diapun duduk di kusri itu untuk meyuapiku pagi ini.

"Mas..."

"Hmmm? Kenapa toh?" tanya Gus Raza tanpa menatapku dan malah sibuk mengaduk bubur yang akan dia suapkan padaku.

"Jemput Naufalnya dulu gih! Najwa sangat merindukannya akhir-akhir ini. Apalagi saat Najwa di rumah sakit, serasa belakangan ini Najwa berjarak dengan putra kita."

ucapku yang hanya di balas tatapan oleh Gus Raza. Akupun balik menatap netranya tanpa sedikitpun berpaling.

"Kenapa manatap Najwa seperti itu? Apa ada yang salah dengan ucapan Najwa?"

Tanyaku tak nyaman rasanya di tatap lamat-lamat seperti itu oleh Gus Raza dengan wajah datar yang membuatku bingung dengan maksud dari tatapannya itu.

"Aku bangga padamu."

Kalimat itu keluar begitu saja dari lisan suamiku. Tanpa aku mengerti apa maksud dari ucapannya itu. Bangga kenapa? Memangnya aku sudah melakukan hal luar biasa seperti apa?

Apa karena aku habis melahirkan dan bertaruh nyawa demi buah hati kami? Tapi, bukankah itu sudah biasa dan adalah kodrat seorang perempuan untuk melahirkan. Juga sudah kodrat yang harus di tanggung oleh seorang istri? Lalu dia bangga karena apa padaku?

DOAMU AZIMATKU [Romance Islami]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang