8 : Kecuali Khilaf

9.2K 687 26
                                    

Ekspresi wajah Gina terlihat emosi ketika Metta dan Alen pergi meninggalkannya.

Sena's PoV
Perlahan Sena menghampiri Gina.

"Hai Gin."

Gina menoleh dan memaksa tersenyum, "Hai."

"Sini aku bantu bawain," tawarnya.

"Loh kok bantuin aku?" tanyaku heran. 

"Kan aku mau jemput kamu."

Alisku bertaut mendengar jawabannya, kupikir Gina akan menjemput pacarnya. "Jemput aku? Bukannya jemput Metta?"

Raut wajah Gina terlihat mengeras kembali. "Aku bahkan gatau kapan dia akan pulang. Selama di sana kan dia gabisa dihubungi. Sial."

Aku bingung bagaimana harus merespon ucapannya yang agak emosi.

"Udah yuk pulang." Tangan kanan Sena mengambil koperku dan tangan kirinya menggandeng tanganku. Aku menurut mengikutinya. Dia menyimpan koperku di bagasi lalu membukakan pintu penumpang untukku. Aku berpikir apakah sikap manis dan gentle-nya ini berlaku untuk orang tertentu apa berlaku untuk setiap orang? Hm mengingat kelakuan dia yang flirty, sepertinya dia bersikap sok manis kepada setiap wanita, bukan setiap orang. Playgirl!

"Mau makan dulu Sen?"

"Bolehlah. Udah siang juga. Ada ide mau makan dimana?" tanyaku.

"Ke mall apartment kamu aja. Selesai makan tinggal pulang."

Benar juga, supaya aku bisa langsung istirahat setelah perjalanan ini. "Oke deh. Aku juga cape sih kalo jauh jauh lagi."

Gina melihatku sambil cengengesan. "Pengertian kan aku?"

Aku memutar bola mataku malas. Dia terkekeh. 20 menit kemudian kami sampai tujuan.

"Sen, bisa tolong cerita kemaren kamu liat Metta gimana?" tanya Gina ketika kami menunggu pesanan.

"Maksudnya?"

"Ceritain dari awal sampe akhir waktu kamu liat Metta sama si tomboy itu."

Aku ragu untuk menceritakannya karena aku tidak mau terlibat jauh dalam masalah mereka. Sialnya, aku yang menjadi saksi melihat Metta dan temannya itu. Karena aku diam, sepertinya Gina melihat keraguanku.

"Cerita aja gapapa. Santailah."

"Gin, are you ok?" aku bertanya sambil menyentuh lengannya ketika selesai bercerita.

"Yah kecewa sih, tapi ya udalah. Tar aku selsaikan urusanku sama dia. Thank you ya, Sen." Dia tersenyum padaku.

"Kok kamu bisa sesantai itu dan masih bisa senyum?"

"Terus aku harus marah-marah di depan kamu gitu? Nggaklah. Beda urusan."

Dewasa juga ya sikapnya. Ga nyangka. "Terus perasaan kamu gimana?"

"Kecewa sih jelas. Tapi udalah gausah dibahas. Biar nanti aja aku sama dia."

Setelah selesai makan, kami pun pulang. Gina mengantarkanku sampai ke depan pintu apartmentku.

"Gin, kalo udah sampe kabarin ya." kataku saat Gina mengantarku sampai ke depan pintu apartment.

"Ciyee pengen dikabarin, kaya ke pacar aja," jawabnya sambil cengengesan lagi.

"Susah ngomong sama playgirl kaya kamu. Maksudku, kamu udah berbaik hati jemput dan antar aku, wajarlah aku tau kabar kamu nanti."

"Susah becandain orang serius kaya kamu. Iya tar aku WA. Bye! Kamu istirahat gih." Dia masih cengengesan kemudian mengusap kepalaku. Aku terdiam.

I'm Happy When I'm With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang