Gina's PoV
Semakin hari aku dan Sena semakin dekat. Seperti biasa aku selalu usil terhadapnya. Menurutku Sena itu terlalu kaku, segala sesuatunya serius juga perfeksionis. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut, hanya saja sesekali dia perlu meluangkan waktu untuk bersenang-senang. Menikmati hidup.Melihat perbedaan antara aku dan Sena, aku jadi berpikir bahwa ada waktunya serius dan ada saatnya juga untuk fun. Kebalikan dari Sena, kebanyakan hal bagiku jadi bahan bercanda. Bukan aku tidak serius, hanya saja aku tidak mau mempersulit hal-hal yang sudah sulit. Kalo bisa kita jadikan mudah, kenapa tidak?
Satu hal yang aku lakukan dengan serius adalah passion-ku dalam bidang fotografi. Meskipun melakukannya dengan serius, tapi aku tetap dapat menikmati kegiatan saat bekerja. Hal itu dikarenakan aku melakukan apa yang aku suka. Terlebih lagi, dari situlah sumber penghasilanku. Masa aku mau asal-asalan?
Ngomong-ngomong, Sena minta aku untuk jadi fotografer saat soft opening cafenya minggu depan, sekalian syukuran juga katanya. Baguslah, aku jadi punya alasan untuk bertemu dengannya lagi. Dengan berbagai pengalamanku dalam mendekati wanita, aku selalu punya banyak cara. Namun pengecualian untuk Sena. Melihat bagaimana sibuknya dia dalam mempersiapkan segala sesuatu untuk pembukaan cafenya, aku jadi tidak berani untuk mengganggunya.
Sesekali aku beri perhatian kecil. Mengingatkannya untuk tidak terlambat makan, memberi tahunya agar jangan sampai kelelahan, menanyakan ada hal apa yang dapat aku bantu dan sesekali mengantarnya pulang meskipun Sena menolak karena tidak mau merepotkanku.
Waw...sepertinya aku menyukainya. Dari pertama aku memang menyukainya. Dia lucu. Seperti yang pernah aku bilang, tidak ada alasan untuk tidak menyukainya. Hanya saja rasa suka kali ini berbeda. Aku menyukainya dan menginginkannya. Seems I fallin in love with her.
Gawat. Dia terlalu baik untuk aku sakiti. Yaah mengingat track record percintaanku yang tidak baik, wajar aku berpikir begini. Sena terlalu berharga.
Soft opening Sense Cafe.
Hari yang penting bagi Sena tiba. Usaha pertamanya berkutat dalam dunia usaha sekaligus berperan sebagai pemilik usaha akan segera dimulai. Dia kan serius, tentu untuk keputusan sepenting ini pasti akan lebih serius lagi. Aku lihat Sena dan Selly akhir-akhir ini bekerja cukup keras untuk kelancaran jalannya café, terkadang dibantu oleh Mario.
"Pagi sayaaang!" sapaku pagi ini saat melangkah ke dalam ruang kerja Sena.
"Ngapain kamu sepagi ini udah datang?" katanya tanpa menjawab sapaanku. Aku berjalan mendekatinya yang sedang duduk.
"Congratulations honey," aku memberinya ucapan selamat sambil mencium pipinya. Aku sengaja datang lebih awal, untuk menjadi orang pertama yang memberinya selamat.
"Honey honey. Nanti ada mama aku, kamu jangan macem-macem." Begitulah reaksinya.
"Duh masih pagi kamu udah galak aja. Nih buat kamu." Aku memberinya sebuket bunga sebagai ucapan selamat atas cafenya.
Dia berdiri dan menerima bunga dariku. "Thank you." Dia tersenyum. Senyumnya manis. Benar-benar gawat! Kalo seperti ini terus, bisa-bisa aku makin jatuh cinta padanya.
Aku bukan mau menyangkal perasaanku terhadapnya. Hanya saja aku benar-benar berpikir bahwa aku tidak cukup layak baginya. Aku suka sama Sena. Jelas. Tapi apakah Sena memiliki rasa yang sama? Kalau tidak, aku harus bersiap patah hati. Kalau iya, aku juga tidak siap. Aku takut mengecewakan dan menyakitinya.
"Nanti ada mama mertua? Aduh aku harus kasih good impression dong ya. Jadi grogi deh."
"Gin, jangan macem-macem deh." Sena melihatku dengan tatapan tajam.
"Iyaaa bercanda yaampuuun. Tau sendiri aku seneng gangguin kamu."
"Tapi ngga di depan mamaku ya. Jangan panggil sayang, jangan genit, jangan macem-macem deh pokoknya."
"Ooh jadi kalo ga ada mama mertua, aku boleh panggil sayang, boleh genit sama kamu? Oke, aku ga akan macem-macem. Cukup satu macem aja. Kamu."
"Argh...maksud aku bukan gitu, Gina! Aku yakin kamu pasti ngerti, jangan bercanda terus."
"Iyaaa... anak singa. Aku ngerti. Tenang aja deh ah. Aku kesini juga kan sambil kerja sebagai fotografer pilihan kamu. Hehe."
"Siapa anak singa?" tiba-tiba terdengar suara wanita di belakangku.
"Hai mom, jadinya kesini sama siapa?" Sena menyapa dan menghampiri seorang wanita paruh baya di belakangku. Wajahnya mirip dengan Sena.
Ooh mama mertua.
"Sama Selly dan Mario. Mereka belum naik. Ngomong-ngomong ini siapa?" tanyanya sambil mengulurkan tangan padaku.
"Halo tante, aku Regina temennya Sena, panggil Gina aja, tan." kataku memperkenalkan diri.
"Halo Gina, oh iya Sena pernah beberapa kali cerita soal kamu."
"Oh ya? Cerita yang bagus apa jelek, Tan?"
"Hahaha kamu ini..."
"Udah mom jangan diladenin, tuh tadi dia bilang aku anak singa. Berarti mama singa dong?" Sena mengadu.
"Uuumm bercanda Tante," jawabku sambil salah tingkah. "Soalnya Sena galak. Marah-marah terus."
"Udah deh ga usah ngadu."
"Aduh bener ya kata Sena. Dia pernah cerita kalo sama kamu itu seringnya cek-cok terus. Tapi kalian lucu, kaya adik kakak. Sena kan anak tunggal. Baguslah jadi ada temennya," kata mama mertua sambil melihatku dan Sena bergantian.
"Bisa stress aku kalo punya kakak kaya dia."
"Sstt... udah jangan ribut. Mama ke bawah ya mau lihat café kamu."
"Bareng aja mom turun. Ayok Gin."
Lalu kami turun kemudian mempersiapkan segala sesuatu hingga dimulainya acara. Selly dan Mario mengundang beberapa relasi untuk hadir. Aku juga kenal beberapa teman Mario, bahkan ada juga client kami yang merupakan pengusaha kuliner. Aku bekerja untuk memotret momen dan hal-hal lainnya yang dapat menunjang promo Sense Café ini ke depannya. Aku harus profesional karena sekarang aku sedang bekerja sehingga tidak dapat mencuri waktu untuk mendekati Sena. Sampai akhirnya café tutup dan aku menawarkan diri untuk mengantar Sena serta mama mertua untuk pulang. Hehe.
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Happy When I'm With You
RomansaRegina, biasa dipanggil Gina : cewek extrovert, manis, periang, cuek sama diri sendiri tapi care sama pasangan, mantan player. Sena : cewek introvert, cantik, kalem, cerdas dan penyabar. Tapi Sena ga bisa sabar menghadapi kelakuannya Gina.