27 : Jealous

6.7K 483 38
                                    

Gina's PoV

Pukul 6 tepat aku turun menuju ballroom dimana pesta pernikahan Mario dan Selly diselenggarakan. Setelah bersalaman dengan penerima tamu, aku melihat kartu undangan untuk memastikan nomor meja dimana aku ditempatkan. Nomor 25.

Salah seorang personil dari tim EO mengantarkanku ke meja tersebut. Di situ sudah ada Sam beserta dua tamu undangan lain. Aku mengenal keduanya. Mereka pernah bekerja sama dengan PH kami. Tidak lama kemudian asistenku datang dan mengambil tempat di sampingku. Lalu hadir satu persatu tamu undangan lain yang duduk satu meja denganku.

Aku memandang berkeliling, melihat siapa saja yang datang. Cukup banyak juga yang kukenal. Selain tentunya keluarga, Mario mengundang relasi yang kebanyakan pernah dan masih menjadi client kami.

Di meja yang dekat dengan panggung – yang ditempati oleh keluarga Mario dan Selly – aku melihat Tante Susan dan Sena yang sedang mengobrol.

Oh. My. God.

She's so beautiful.

Aku terpana melihatnya.

Aku terpana melihatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dandanan, gaya rambut serta dressnya sudah berganti dari yang dikenakannya tadi siang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dandanan, gaya rambut serta dressnya sudah berganti dari yang dikenakannya tadi siang.

Sena tampil menawan dan seksi. Dia mengenakan gaun dengan punggung yang terekspos seluruhnya.

Jika Sena masih bersamaku, aku tidak akan mengijinkannya memakai dress itu. Bukan karena dia tidak cantik. Justru karena Sena tampil sangat cantik, sehingga aku tidak rela jika orang lain melihat Sena dengan penampilan se-seksi itu. Lihat saja, beberapa pria baik tua maupun muda di tempat ini, menatap Sena dengan tatapan memuja. Tidak peduli dengan pasangan yang datang bersama mereka.

Seseorang menghampiri Sena. Sena kemudian berdiri dan berjalan bersamanya. Audy.

Sial!!! Mengapa ada Audy? Mario yang mengundang atau Sena yang mengajaknya?

Tangan Audy bertengger di pinggang Sena dan Sena tidak terlihat keberatan.

F*cking sh*t!!!

Mereka terlihat sangat akrab. Mereka bersahabat, yes i know. Tapi setelah kejadian itu, apakah Sena tetap berhubungan dengan Audy?

Ugh! Harusnya aku yang datang bersama Sena. Seharusnya hanya aku yang boleh menyentuh Sena seperti itu. Damn it!

Audy dan Sena berjalan menuju meja yang tidak jauh dari tempatku. Terhalang 3 meja.

Saat pandangan mataku tertuju pada kedekatan mereka berdua, Audy melihatku yang sedang memperhatikan mereka.

Dia tersenyum melihatku. Membisikkan sesuatu pada Sena. Lalu Sena melihatku. Hanya sebentar lalu mengalihkan tatapannya kembali pada Audy. Aku tidak tau apa yang mereka bicarakan. Mungkin saja mereka membicarakan diriku yang terlihat belum bisa move on dari Sena.

Baru beberapa menit berada di tempat ini sudah membuatku panas. Panas karena melihat betapa akrabnya mereka. Namun semampunya aku mengontrol ekspresi agar tidak dapat dinilai oleh Audy. Dia bisa mati kegirangan jika melihatku cemburu.

Kurasakan pipiku disentuh oleh seseorang.

"Kamu kenapa?" tanyanya.

"Umm...panas."

"Masa sih? Ruangan adem gini."

"Yaa gerah aja."

Setelahnya, aku memilih untuk mengobrol dengan Sam serta tamu lain yang duduk bersama di meja ini sepanjang waktu makan dan selama acara berlangsung.

Sesekali aku melirik ke meja Sena. Kulihat Sena tertawa. Rasanya sudah lama aku tidak melihatnya tertawa seperti itu.

Jadi, dia bisa hidup bahagia tanpaku ya? Bersama Audy?

Aku tersenyum miris. Pedih rasanya.

* * *

Acara inti sudah hampir selesai, semua makanan sudah dihidangkan. Setelah ini masih ada acara khusus untuk anak muda yang dilaksanakan di rooftop. Aku tidak berniat mengikutinya. Lebih baik aku menemui Sena dan berbicara dengannya. Aku ingin memastikan apakah dia sekarang menjalin hubungan dengan Audy lebih dari sahabat? Kedekatan mereka berdua yang membuatku berpikir begitu.

Aku berjalan menuju lift. Di depan lift, aku melihat Sena sedang berdiri. Mungkin dia juga tidak akan mengikuti acara selanjutnya. Seorang introvert seperti Sena tidak akan mau berlama-lama berada di tengah keramaian. Dia akan memilih berada di kamar untuk sekedar membaca maupun menonton. Aku juga lebih memilih berada di kamar bersama Sena.

Aku sampai depan lift bertepatan dengan terbukanya pintu lift tersebut. Sena masuk, aku mengikutinya. Dia melihatku namun diam saja. Sena menekan tombol 7. Oh, kami berada di satu lantai yang sama.

"Sen."

Pintu lift terbuka kembali saat aku mau berbicara pada Sena. Ada tiga orang pria muda dan satu wanita yang masuk lift. Aku mendekat pada Sena, berdiri di belakangnya untuk menutupi punggungnya yang terekspos.

Huh, aku benar-benar tidak rela orang lain melihat Sena dengan penampilan seperti sekarang.

Di lantai 3 lift ini terbuka kembali. Ada beberapa orang lagi yang akan masuk. Aku memegang perut Sena dan menariknya agar mundur perlahan. Sena terkesiap karena aku menyentuhnya namun dia menurut.

Lift yang penuh membuat kami berdesakan. Tanganku masih melingkar di perutnya. Posisiku jadi memeluk Sena dari belakang. Punggungnya menempel dengan dadaku. Telinganya berada tepat di depan bibirku. Bahunya juga hampir menempel pada daguku. Jantungku berdebar lebih kencang karena berada begitu dekat dengannya. Bersusah payah aku menahan diri agar tidak menciuminya.

Astagaaaa, betapa aku merindukannya! Jauh atau dekat, Sena selalu membuatku gila.

Aku tetap memeluk perut Sena untuk menjaga jaraknya dari orang di depan dan di sampingnya. Tidak akan kubiarkan punggung pria di depan menempel dengan dada Sena. Enak saja! Akan kuhajar jika dia sengaja memanfaatkan kesempatan.

Lagi-lagi lift berhenti. Tiga orang keluar di lantai 6. Karena sedikit berkurang, Sena melepaskan diri dan menciptakan jarak denganku. Lift berhenti di lantai tujuan kami. Aku langsung menggenggam tangannya, menuntunnya untuk keluar.

Tujuanku ingin mengajak Sena ke kamarku, agar kami dapat leluasa berbicara.

"Gin." Baru berjalan beberapa langkah, seseorang yang baru keluar dari lift lain memanggilku kemudian menghampiriku. Sena melepaskan genggaman tangannya dariku.

"Kok aku ditinggal?" Dia menggandeng lenganku. Sena melihatnya lalu mengalihkan pandangannya.

Aku lupa bahwa aku sekamar dengannya.

"Kamu duluan aja, Yang. Aku mau ngobrol dulu." Jawabku sambil menunjuk Sena.

To be continue

I'm Happy When I'm With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang