35. Pasar Malam

2.4K 151 9
                                    

~The Vamps ft. Martin jensen - Middle of the night~
.
.
.
Jangan lupa Vote and Comment ♥

.
.
.

*****

"Esa lagi banyak yang di pikirin ya? " tebak Mika, yang kini sudah duduk di sebelah Esa.

Esa tengah asyik memandang indahnya langit sore yang mulai menampakan warna jingganya.

Ya.

Sekarang, mereka berada di rooftop apartemen Esa.

Esa menoleh dengan mengangkat satu alisnya, "Kata siapa?"

"Kata Mario," ucap Mika.

"Katanya, kalau Esa lagi banyak yang di pikirin, pasti suka ngerokok." Mika melirik sebungkus rokok di meja bundar kecil dihadapannya.

"Ga usah di denger." Esa memutar kedua bola matanya malas, dalam hati ia sudah bersumpah serapah demi dewa monyet, Mario sahabat idiotnya itu memang ember bocor.

Mika menggeleng, " Mika ga denger kok, Mika cuman baca WhatsApp dari Mario waktu itu tentang Esa."

Dengan cepat Mika melanjutkan,"Maaf ya kalau Mika terlalu mencampuri urusan Esa." Mika menunduk tak enak.

"Tapi serius kok!" Gadis itu langsung mengadah, menatap Esa yang tengah memperhatikannya saat ini, "Mika cuman tanya, kalau Esa lagi sedih suka ngapain gitu, tapi jawaban Mario malah itu."

Esa hanya diam, telihat cuek dengan apa yang Mika bicarakan, ia lebih memilih bersandar pada sofa butut dan memejamkan matanya sejenak.

"Tadinya kalau Ngerokok bisa ilangin rasa sedih, Mika mau cobain," ucap Mika lagi dengan polos.

Hal itu sukses membuat Esa menegakan badannya  kembali dan melotot tajam ke arah Mika, "Jangan coba-coba."

"Tapi...tapi sekarang Mika juga lagi banyak yang di pikirin, Mika mau cobain sedikit aja ya?" mohon Mika dengan jurus andalan puppy eyesnya.

Esa menatap lebih tajam ke arah Mika, tak lupa dengan aura dinginnya.

Mika hampir menangis saat Esa malah membuang bungkus rokok dan pematiknya ke bawah gedung, semoga saja tidak terkena kepala orang.

"Ga ada rokoknya," ucap Esa santai, kembali duduk setelah membuang benda biadab itu, ia kini tampak terlihat tenang.

Bagaimana bisa gadis ini ingin mencoba barang candu itu? Esa mencoba mengenyahkan pikiran buruknya dengan tidak memperdulikan ocehan gadis itu.

"Kok Esa buang sih?" tanya Mika bingung.

"Esa!"

"Esa ihhh!" rajuk Mika mengguncang-guncang lengan Esa yang terlihat asyik memejamkan mata.

Esa mengangkat kedua bahunya tak peduli.

"Ya udah Mika ambil lagi ya, atau ga Mika beli aja di minimarket ya," ucap Mika sambil bangkit untuk beranjak pergi, namun lengannya di tarik kencang membuat tubuhnya terjatuh
eng—tepat di pangkuan Esa?!

Mika membulatkan matanya terkejut saat jarak wajahnya dengan Esa hanya sejengkal lagi. Mika memegang sandaran sofa di samping wajah Esa dengan gugup. Sedangkan Esa, ia hanya menatap tajam gadis lugu di hadapannya.

Pemandangan yang indah.  Batin Esa.

Karena jarak yang sangat minim, membuat Mika kesulitan bernafas, tubuhnya kaku, mulutnya tak bisa bersuara, wajahnya memerah karena tiba-tiba hawa di sekitarnya terasa panas.

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang