Tiga

2K 173 12
                                    

Sejak saat itu, saat di mana Hana menganggap dua bayi kembarnya masih berada dalam dekapan hangatnya yang membuat Jungho dan kedua putranya tak mampu lagi berbuat apa-apa. Membawanya ke peskiater? Sudah dan berakhir dengan Hana yang mencaci sang dokter psikolog tersebut, Jungho dan Geumjae yang saat itu mengantarnya pun tak luput dari sumpah serapah yang Hana lontarkan.

Hana bersikap normal, sangat normal seperti kebiasaannya sehari-hari tak seperti pasien gangguan jiwa lainnya yang suka tersenyum, tertawa dan sedih secara tiba-tiba. Hanya saja ia menganggap dua boneka bayi plastik yang ia dapat dari toko mainan temannya itu adalah kedua bayinya. Min Yoongi dan Min Yoonjae.

Jungkook makin terpuruk, bahkan Jungho juga sempat membawa anak itu untuk konsultasi. Beruntung dalam beberapa kali pertemuan kondisi Jungkook sudah menunjukkan kemajuan yang pesat. Ia sudah mampu menguasai dirinya sendiri.

Hari kelulusan telah tiba. Mata Jungkook berkaca melihat jajaran siswa tingkat akhir yang siap diwisuda. Harusnya kakaknya di sana, mengenakan jas hitam serta topi kelulusan dengan bangganya. Namun apalah jika takdir sudah bersuara, punya kuasa apa seorang Min Jungkook untuk menyangkalnya.

"Selamat atas kelulusan kalian," ujarnya dengan suara yang ia coba tegarkan. Demi apapun ini sungguh sakit, sesak dalam dada ketika kau bersuara namun menahan isak.

"Terimakasih Kook," jawab Taehyung lesu, ia tahu apa yang adiknya itu rasakan. Ia terlampau tahu karena ia pun turut merasakan. Harusnya mereka bertiga lulus bersama. Taehyung, Jimin dan Yoongi, bukankah itu janji mereka dulu saat memulai persahabatan bertiga?

"Tae, Kook ... emm aku ingin mengatakan sesuatu." Jimin bergumam ragu. Apakan jalan yang diambilnya ini sudah tepat?

"A-aku, aku ingin melanjutkan kuliahku di Paris." Keduanya melotot bersamaan, apalagi Taehyung, sorot matanya sudah dibumbui dengan tatapan kecewa.

"Apa kau bercanda? Kau lupa akan janji itu, janji kita bertiga Jim, kita akan kuliah di--"

"Tapi tak ada lagi Yoongi." Potongnya cepat dengan nafas yang tersenggal. Sumpah, ini bukan topik perbicaraan kesukaan Jimin.

"Tidak ada lagi janji, Yoongi mengkhianati kita, dia meninggalkan kita Tae." Wajahnya sudah memerah bahkan kedua ujung netranya sudah dibasahi genangan air mata. Jungkook reflek menutup mulut dengan kedua tangan tak percaya. Kakaknya, berkhianat?

Lalu apa janji Yoongi saat dulu ia bilang akan terus menjaga Jungkook itu juga terkhianati? Kakaknya mengkhianati dirinya. Jungkook melenggang, berlari dengan kedua kaki jenjangnya. Taehyung hendak mengejar namun suara Jimin menghentikannya.

"Aku akan berangkat lusa, maaf atas semuanya. Jaga dirimu baik-baik Tae." Jimin menepuk pelan bahu Taehyung lalu berjalan berlawanan arah dengan Jungkook, Taehyung berada dalam dilema. Melihat Jungkook pergi dengan linangan air mata dan Jimin yang melangkah dengan berat hatinya.















.....



"Ohh hay."

Suara asing itu menyapa gendang telinga Jungkook yang sedang serius membaca sebuah buku tebal. Si pemilik suara itu lantas mendudukkan diri di kursi depan Jungkook. Mereka sekarang saling berhadapan dan hanya tersekat oleh meja kayu besar di antaranya.

Jungkook sebenarnya sedikit risih, namun apa haknya jika mengusir orang tersebut, hey ini perpustakaan umum ngomong-ngomong. Sejak kematian Yoongi, sifatnya jadi menurun ke adik satu-satunya itu. Jungkook menjadi pemuda yang dingin dan hampir bisa disebut seorang yang anti sosial. Ia tak punya teman di sekolah, tentu semua siswa sekelas bisa ia sebut teman tapi yang dimaksud di sini adalah teman dekat seperti hubungannya dengan para sahabat kakaknya dulu. Tentu saja Jungkook kesepian, dulu ia hanya berteman dengan Taehyung, Jimin dan Seokjin namun setelah mereka lulus Jungkook tak lagi punya teman dekat.

[ END ] BEGIN  ~Sequel Of Just Minute~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang