Duapuluh Dua

1.2K 121 46
                                    

Hari ini Jungkook dan Yeonjun pulang lebih awal, kelas paginya hanya sampai jam sepuluh pagi dan akan kembali sore nanti jika saja dosen mata kuliah sore itu tak memberitahu tentang kepergiannya yang mendadak di grup chat kelas.

"Jung, bagaimana kalau kita ke game center? kita sudah lama sekali tak pergi ke sana, mumpung nanti sore kelas ditiadakan." Yeonjun meminta dengan penuh semangat, seakan optimis sekali jika ajakannya akan disambut baik oleh sang sahabat.

"Maaf aku tidak bisa, aku sudah ada janji dengan Suga hyung." Yeonjun memicingkan mata tanda tak suka, ia meraih ransel Jungkook yang berjalan lebih dulu di depannya.

"Janji apa? Kenapa aku tidak diberi tahu?" Jungkook memutar bola matanya malas. Ia membetulkan letak ranselnya dengan mengangkat sebelah bahunya.

"Kenapa harus? Ini acara antar saudara, aku hanya akan pergi berdua dengannya." Kilat mata Yeonjun berubah seketika, Jungkook hirau, ia lebih memilih melanjutkan langkahnya untuk segera menjemput sang kakak di rumah.

Entah perasaan apa yang Yeonjun rasa kali ini. Ini bahkan lebih sakit dari pada saat Suga meninggalkannya dulu. Apa yang Jungkook bilang, acara antar saudara? Lalu dirinya dianggap apa? Setahunya, ia juga adik dari pria pucat itu sama seperti Jungkook meski di antara mereka sama sekali tak mengalir darah yang sama.










.
.
.


Ruangan itu dipenuhi asap rokok dari mulut seorang pria yang tengah duduk dengan angkuhnya di atas singgasananya. Satu kakinya terangkat menekuk di atas satu kakinya yang lain. Ia nampak sedang menikmati tiap zat adiktif yang tengah merasuk menjalari seluruh rongga paru-parunya hingga satu suara ketukan pintu menghentikan mulutnya yang hendak kembali menghisap.

"Seseorang ingin menemui anda, Tuan." Satu alisnya terangkat, ia mengangguk dengan penuh rasa congkak. Mematikan rokok yang masih membara itu di atas asbak mewahnya yang terbuat dari marmer.

"Oh? Kau? Ada angin apa si cantik ini datang padaku? Setelah bertahun-tahun apakah kepala kecilmu itu mulai terbuka dan sadar dengan apa yang akan ku berikan padamu jika kau kembali ke dalam pelukanku?" Pria itu mulai beranjak dari kursi besarnya.

Ia letakkan jas mewahnya pada lengan kursi dan mengambil satu syal indah dari dalam lacinya. Berjalan dengan irama dari ketukan pantofel di atas lantai marmernya, seakan ular yang berlenggak-lenggok merayap menuju mangsanya.

"Kenapa memakai baju seperti ini? Kau nampak buruk di mata ku, Sayang. Pakailah ini agar kau terlihat pantas bersanding denganku." Sosok yang berdiri di hadapan si pria itu berdecih lirih.

Dalam hatinya ia bersumpah, jika saja ia tak butuh dengan kuasa pria brengsek ini, ia tak akan sudi menginjakkan kaki di tempat ini.

"Aku butuh bantuanmu, imbalannya apapun yang kau mau." Dengan sorot mata tajamnya yang menghunus tepat pada si pria, sosok itu berucap.

Kali ini ia tak sedang main-main, ia akan melakukan hal apapun asalkan apa yang selama ini ia pertaruhkan itu kembali ia raih. Biarlah kali ini harga dirinya tergadai, pun sama saja jika ia hanya berdiam diri, ia hanya tak lebih dari seorang manusia tanpa jiwa. Apalah arti harga diri jika jiwa saja sudah tak bersemayam dalam raganya.

"Termasuk ... dirimu?" Pria itu tertawa terbahak saat anggukan ia dapatkan. Tanpa segan ia meletakkan bibirnya tepat di atas bibir sosok di hadapannya.












.
.
.







"Terimakasih Jungkook." Suga tersenyum melihat betapa indah mata bulat Jungkook saat ia tertawa lepas seperti ini. Titik kecil hitam di bawah bibirnya semakin membuat sang adik terlihat manis. Hatinya menghangat mengingat selama nyaris dua puluh satu tahun hidupnya belum pernah merasa sebahagia ini.

[ END ] BEGIN  ~Sequel Of Just Minute~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang