Dua puluh Satu

1.1K 125 30
                                    

"Kau harus membiasakan dirimu di sini, Suga. Appa sebenarnya juga berat untuo melepasmu, tapi untuk saat ini mereka memang lebih berhak atas dirimu. Jangan takut, Appa dan juga Taeri eomma akan selalu ada untukku. Kau tetaplah anak kami. Appa percaya, keluarga Min tak akan sejahat itu untuk melarangmu menemui kami. Jadi, jaga dirimu baik-baik di sini."

Rasanya ingin sekali Suga mempercayai ucapan sang ayah tiri itu, tapi hatinya tak akan mungkin untuk bisa dibohongi. Ia berada di tempat yang benar, seharusnya. Ini rumahnya, rumah keluarga kandungnya, rumah di mana ia semestinya dibesarkan dengan ketiga saudaranya yang lain.

"Sayang." Suga berjengit kaget saat tiba-tiba suara Hana memanggilnya dari belakang. Suga buru-buru mengusap air matanya yang sedari tadi menetes. Ia tetap bergeming dari duduknya, masih tetap terduduk pada kursi meja belajar yang ia seret mendekati jendela.

"Terimakasih, terimakasih karena kau akhirnya mau untuk datang ke rumah ini. Yoonja--"

"Suga, panggil aku dengan nama itu atau aku tak akan menjawab." Sakit, Hana mengerang dalam batin. Nama yang ia siapkan jauh-jauh hari sebelum kedua anak kembarnya terlahir nyatanya kini ditolak oleh salah satunya.

Hana tersenyum yang sudah jelas orang waras akan menyebutnya senyum keterpaksaan, ia tak ingin momen ini menjadi semakin sulit untuknya. Sekian lama sudah Hana menunggu hari ini datang dan ia tak ingin menyia-nyiakannya.

"Baiklah, S-suga. Manis, kau pantas mendapat nama itu, senyummu sangat manis meski tak pernah sekalipun kau tunjukkan pada Eomma." Senyum itu tetap Hana pertahankan, gigitan pada bibir bawahnya selaras dengan air matanya yang tiba-tiba meronta, meluncur dengan tak tahu diri.

Melihat punggung yang meluruh itu, ingin sekali Hana mendaratkan tangannya di sana, mengusap dengan sayang punggung sempit serupa milik anaknya yang telah tiada. Rindu, Hana sangat merindukan Yoongi nya.

"Ingin dengar cerita?" Suga sedikit menoleh, tertangkap jelas dalam pandangannya pendar senyum pada wajah serupa ibu angkatnya itu, sama teduhnya, sama keriputnya, sama membuat hatinya berdebar menghangat.

"Tentang saudara kembarmu." Mendengar topik yang ditawarkan Hana lumayan menarik atensinya, Suga akhirnya sepenuhnya menoleh pada wanita paruh baya itu. Kehangatan luar biasa kini tengah menyerang hati Hana, betapa senangnya ia mendapat perhatian penuh dari sang anak.

"Kemari, duduklah di sini." Dengan hati ragu namun entah mengapa kakinya begitu yakin untuk melangkah, kini berakhir dengan Hana yang terduduk di pinggiran ranjang dengan Suga yang menumpukan kepalanya pada kedua paha sang ibu.




















.
.
.












"Kook, bagaimana dengan Suga hyung, apa dia baik-baik saja?" Jungkook menghentikan langkahnya, ia sedikit tersinggung dengan pertanyaan dari sahabatnya itu.

"Apa maksudmu? Kau pikir akan kami apakan dia?" Yeonjun mengernyit tak suka. Niatnya baik, hanya ingin mengetahui keadaan kakaknya, kenapa Jungkook sensitif sekali.

"Aku 'kan hanya bertanya, kenapa kau marah? Tahu begitu lebih baik hyung tinggal saja bersamaku dari pada dengan anak sentimentil sepertimu."

Tidak heran jika Yeonjun itu sedikit ngawur jika berbicara, ia jarang dan nyaris tak pernah berfikir sebelum mengucapkan sesuatu. Dalam hati Yeonjun pun sebenarnya hanya kekesalan sesaat saja karena Jungkook yang memberinya tanggapan tak mengenakkan namun lain bagi Jungkook.

"Kau mau merebut hyung ku? Jangan bermimpi June, aku tak akan pernah melepaskannya." Jungkook segera beranjak setelah menyelesaikan kalimatnya. Yeonjun sedikit tersentak kala Jungkook berbicara penuh emosi seperti sesaat lalu.

[ END ] BEGIN  ~Sequel Of Just Minute~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang