Duapuluh Sembilan

1.1K 104 18
                                    

Kedua pria berbeda usia itu kini tengah menikmati sore hari di atas sofa ruang tamu, menghabiskan waktu yang jarang sekali si pria dewasa dapatkan kecuali ketika hari libur dan tak ada pekerjaan di luar jam kerjanya di rumah sakit.

Cangkir berisi teh yang masih sedikit mengeluarkan uap tipis itu terangkat guna memindahkan isinya ke dalam mulut seorang pria dewasa.

"Kau tak ingin menemui Jungkook?" Merasa dirinya yang pria dewasa tersebut tanyai, akhirnya Yeonjun mengalihkan pandangannya dari layar ponsel yang sedari tadi ia geser ke atas dan ke bawah layarnya.

"Untuk apa?"

Tak

Bunyi cangkir yang kembali mendarat pada permukaan meja kaca milik si pria Choi. Ia menghela nafas pendek sebelum kembali berucap.

"Dulu, aku pernah mendengar jika ia pernah terpuruk dan nyaris depresi dan keluarganya bilang ada seorang pemuda yang menjadi penyelamatnya, mengembalikan senyumannya dan waktunya yang nyaris kosong. Menurutmu, apa pemuda itu sekarang akan muncul kembali dan menjadi penyelamat bagi Jungkook untuk yang kedua kali?" Pertanyaan sarkas itu cukup Yeonjun mengerti.

Meski ia termasuk mahasiswa yang malas berpikir, tapi untuk mengartikan kalimat sindiran dari sang ayah tentu sangatlah mudah. Terlebih pemuda yang ayahnya maksud itu adalah dirinya sendiri.

Yeonjun nyaris kembali berpikir sebelum lagi-lagi terlintas dalam benaknya bagaimana saat sang sahabat itu menuduhnya juga sang ibu. Teringat saat tangan yang dulu berusaha ia genggam itu nyaris menyakiti sang ayah. Biarlah, untuk saat ini Yeonjun ingin egois, hanya untuk saat ini.

"Tidak ada lagi pemuda penyelamat." Dengan satu kalimat itu, Yeonjun beranjak pergi, meninggalkan sang ayah dengan sejuta rasa gusar yang perlahan menggerogoti hati.

Apa yang Siwon ucapkan tentang Jungkook memang bukan bualan, bukan pula alasan untuk membujuk sang anak agar sedikit berdamai dengan keadaan, tapi itu semua memang benar adanya. Jungkook kembali tersungkur.

Tersungkur jatuh dalam kubangan ketakutan yang takdir ciptakan. Sudah susah payah pemuda itu berusaha untuk menegakkan badan. Memasang benteng terkuat yang ia punya agar dirinya tak kembali terjerembab dalam keputus asaan.

Dua minggu sudah cukup membuatnya makin frustasi, keadaan sang ibu memperparahnya. Tak ada kabar yang ia dengar tentang sang kakak yang sudah dua minggu ini menghilang. Tak ada penguat lagi yang bisa ia jadikan tonggak untuk menopang badan. Ibunya hancur, ayahnya nyaris ikut frustasi jika tak ada sang kakak tertua yang membantu menguatkan.

Jungkook kasihan melihat keluarganya sendiri. Ayah harus menjaga dirinya, menjaga sang ibu dan melakukan kewajibannya sebagai seorang pegawai. Sang kakak tertua masih sibuk dengan restoran yang kian hari kian ramai. Jungkook tak mau egois untuk hal itu. Siapapun yang melihat kesibukan sang kakak pasti akan mengira jika pemuda itu lebih mementingkan karirnya dari pada keluarganya, tapi nyatanya Jungkook sangat tahu.

Kakaknya nyaris tiap malam pulang dengan keadaan kacau. Wajah lelahnya kentara sekali, tubuh tegapnya kian hari kian layu ia tatap. Bukan tanpa alasan sang kakak berbuat demikian. Ayahnya hanya seorang pegawai negeri sipil yang gajinya hanya stuck pada nominal yang segitu-gitu saja.

Biaya pengobatan ibu tak murah, belum lagi biaya untuk menemukan sang kakak. Biaya kuliahnya dan kehidupan sehari-hari, ditambah lagi restoran itu adalah satu-satunya milik ibu yang dibangun dengan keringat dan kerja keras, ia yakin jika suatu saat restoran itu dapat berkembang, maka setidaknya ada sedikit rasa bangga yang bisa ibunya dapatkan.

Seperti malam ini, Jungkook hanya sendiri di rumah. Duduk termenung di ruang tengah dengan satu mug besar berisi coklat panas dalam genggaman. Jam digital diatas nakas itu  menunjukkan pukul 22.18 KST, ayah belum pulang dan ia tahu ia tak harus menunggunya karena ayahnya pasti tak akan pulang. Itu terjadi tiga hari belakangan, sang ayah akan menginap di rumah sakit menemani ibu, sedangkan sang kakak, entahlah. Harusnya di jam ini ia sudah sampai di rumah.

[ END ] BEGIN  ~Sequel Of Just Minute~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang