Duapuluh Enam

1K 106 40
                                    

Dadanya bergerak naik turun, nafasnya tersenggal karena emosi yang membludak, tangannya terasa sedikit perih sebab ia memukul tak main-main kerasnya hingga orang yang dipukul pun seketika terjerembab di atas lantai dingin rumah sakit. Sedikit menyesal saat melihat ada aliran darah kecil yang merembes dari sudut bibirnya.

"Yeonjun, apa yang kau lakukan?!" Sang ayah, Siwon, segera berjongkok untuk membantu Jungkook berdiri, sebelum tangan Siwon menyentuh tubuh Jungkook, pemuda itu lebih dulu menghempaskan tangannya.

"Jangan sok perduli, kalian sama saja. Karena kalian, eomma jadi seperti itu, kembalikan, kembalikan hyung  ku!" Jungkook berteriak di depan wajah Siwon membuat Yeonjun menarik rasa sesalnya karena sudah memukul wajah tampan sang sahabat.

Apapun akan Yeonjun lakukan jika ada yang menghina atau menyakiti sang ayah, walau itu sahabatnya sekalipun. Beberapa saat lalu, emosinya meletup saat kedua netranya menangkap suatu pemandangan yang amat sangat ia benci. Jungkook, sahabatnya mencengkeram erat kerah kemeja sang ayah dan mengatakan hal-hal yang tidak baik tentang pria itu.

"Jungkook, dengarkan aku." Siwon tak ingin kesalahpahaman semakin berakar di antara mereka, ia ingin menjelaskan namun suara Jungho segera menginterupsi.

"Ayo kita pergi saja Kook, kita hanya perlu membuktikan apa yang kita yakini benar." Jungho sebenarnya geram pada sahabat anaknya itu. Jungkook baru saja sembuh dari sakitnya dan dengan seenaknya bocah itu memukulnya hingga seperti ini.

Siwon menghela nafas panjang, menatap kepergian sepasang ayah dan anak yang berjalan menjauh itu dengan keseganan yang luar biasa. Lalu, pandangannya memutar ke arah di mana sang anak berada. Bisa Siwon lihat sedikit penyesalan pada mata itu meski emosi masih mendominasi.

"Bantu dia Yeonjun, aku yakin sebenarnya Jungkook hanya membutuhkan seseorang yang siap menopangnya dalam keadaan seperti ini."

"Tapi, Appa, dia sudah--"

"Appa tak apa, kita hanya perlu meyakini bahwa eommamu tak seperti yang mereka pikirkan, tapi tetap jangan salah melangkah, keluarga mereka lebih rapuh dari yang kau bayangkan." Yeonjun akhirnya bisa mengontrol emosinya, perlahan kepalanya mendingin, nafasnya sudah tak seberat sebelumnya. Ia perlu memikirkan semuanya meski bagi Yeonjun berpikir adalah hal terakhir yang ingin dia lakukan dalam hidupnya.




.
.
.

"Aku rasa kita hentikan saja pemberian obat penenang pada anakmu, itu tak baik bagi kesehatannya, terlebih sekarang kita sudah jauh dari mereka, apa yang kau takutkan?" Donghae mengusap rambut halus milik Taeri yang tengah terduduk di sebuah kursi di samping ranjang milik Suga.

Pemuda itu kian hari wajahnya kian memucat, bangun hanya sesekali dalam sehari dan tak banyak yang mampu ia lakukan selain berbaring. Kini ia tengah tertidur kembali setelah memakan sarapannya dan dokter kembali menyuntikkan obat penenang pada infusnya.

"Suga itu keras kepala, aku hanya takut ia akan nekad kabur dari sini," ucapnya dengan pandangan tak teralihkan dari sang anak.

Sebenarnya, sempat ia memikirkan hal serupa, sesekali saat ia memandangi wajah Suga lamat-lamat, ia merasa bersalah. Ia sadar, tapi mungkin jiwanya yang kelewat tak sadar bahwa apa yang ia lakukan justru memperburuk kesehatan Suga. Tapi, apa yang sering Suga gumamkan dalam tidurnya membuat keegoisan itu kembali dan kewarasan yang mendadak hilang. Pemuda itu sering kali bergumam inginkan pulang, ingin keluarganya, inginkan adiknya dan itu cukup memberi Taeri alasan untuk tetap mempertahankan Suga dalam kondisi yang demikian.

Donghae hanya mampu mengamini keinginan sang kekasih. Toh, bukan urusan dia, mau pemuda itu sakit atau bahkan mati sekalipun, yang dia inginkan hanyalah Taeri. Jika Suga yang membuat Taeri kembali dalam pelukannya maka akan ia terima.

























[ END ] BEGIN  ~Sequel Of Just Minute~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang