Tiga Puluh

1.2K 102 29
                                    

"Hai Suga." Tenggorokannya tercekat, ia bahkan belum bisa bernafas dengan benar meski masker oksigen masih melekat pada sebagian wajahnya.

Senyum itu, Suga takut. Meski pria di hadapannya ini memakai jas dokter, tetap saja ia merasa takut. Ia pernah melihat dokter yang merawatnya selama ini dan itu bukanlah dokter yang saat ini tengah berada di hadapannya. Ia juga belum sepenuhnya menyadari jika kini ia sedang berada di kamar rumah sakit.

"Aku harap kau bisa bekerja sama, aku akan menyelamatkanmu dari sini." Dahinya mengernyit dalam, apa maksud dokter itu?

Sesaat setelah itu, si dokter muda melangkah menjauh darinya. Ia lirik dari ekor matanya, dokter itu keluar dari ruangannya dan bisa ia lihat melalui celah pintu yang separuh terbuka itu jika sang dokter tengah berbicara dengan seseorang berjaket hitam. Suga tahu siapa mereka, mereka yang selalu ada dalam ruangannya tempat di mana ia dirawat bersama sang ibu.

Dokter itu kembali dengan sebuah brankar kecil setelah ia menyaksikan seseorang berjaket hitam itu pergi.

Suga berjengit kaget saat tiba-tiba tubuhnya diangkat untuk dipindahkan ke brankar yang lebih kecil, masker oksigen itu dilepas dan diganti dengan nassal canulla, kantung infus tak lagi dikaitkan pada tiangnya tapi diletakkan begitu saja di atas brankar di samping tubuhnya. Ia semakin heran saat sang dokter menggelar selimut di atas tubuhnya.

Tenggorokannya terlalu sakit juga tubuhnya terlalu lemah untuk memberontak, ia takut tentu saja. Meski sang dokter sudah mengatakan jika ia akan menyelamatkannya dari sini, tapi yang ia heran, siapa dokter itu? Ia bahkan sama sekali tak pernah melihat wajahnya.

"Maaf, aku akan menutupimu seperti ini. Jangan bergerak dan jangan bersuara." Dokter yang ternyata adalah dokter Park Namjoon itu mulai mendorong brankar di mana tubuh Suga terbaring di atasnya.

Sejauh ini tak ada kendala yang Namjoon lalui, ia hanya berjalan santai di sepanjang lorong rumah sakit, tapi ia menggunakan jalur memutar dari lorong utama, tentu untuk menghindari bertemu dengan Taeri dan para pengawalnya.

Sebenarnya ada dua pengawal yang berjaga di depan kamar Suga. Namjoon sempat sangsi untuk mengecoh para pengawal itu dengan caranya, tapi nampaknya dewi keberuntungan tengah berpihak padanya. Saat ia keluar ruangan, hanya ada satu pengawal yang berjaga, entah kemana satu pengawal lainnya dan ia meminta satu pengawal itu untuk memanggilkan Taeri karena Suga sudah sadar dan terus meracau memanggil ibunya.

Tak Namjoon sangka rencana itu sukses menjebak si pengawal yang langsung bergegas mencari sang nyonya tanpa pikir panjang.

Beberapa langkah lagi menuju lift yang akan membawanya turun ke lantai dasar dan segera membawa Suga menuju mobil ambulan yang sudah disiapkannya, tapi ia langsung menoleh saat satu suara sedikit mengejutkannya.











"BERHENTI KAU!" Dengan langkah yang dipercepat ia segera menekan tombol lift saat ia sudah mencapainya.

"Ayolah pintu sialan, buka cepat!" Ia bergumam sendiri dengan jemari yang terus menekan tombol lift.









"Sial!" Dua pengawal itu tak sempat menangkap Namjoon yang sudah diyakini telah menbawa Suga di brankar yang ia dorong.

Mereka segera bergegas menaiki tangga darurat yang tersedia tak jauh dari lift, saling mendorong karena kedua tubuh besar mereka tak muat untuk memasuki pintu tangga secara bersamaan.

"Kau mundur dulu, ini tidak cukup, bodoh." Mungkin hanya tubuh mereka saja yang berkembang tapi otaknya tidak. Bukannya segera bergegas mereka malah berdebat di tengah pintu.

[ END ] BEGIN  ~Sequel Of Just Minute~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang