2.1

9.2K 1.2K 7
                                    

Hari itu tepat tiga bulan setelah kepindahan gue ke Australia, gue pikir semua yang gue tinggalin akan baik-baik aja tanpa gue.

Tapi ternyata salah, Hyunjin menderita dan berubah. Gue emang ga pernah nanyain kabar dia tapi tiba-tiba aja ada yang ngabarin dan curhat perihal Hyunjin.

Hng.

Sebulan setelah dengar kabar tentang Hyunjinーdari Seungminー gue kembali lagi ke negara asal gue.

Bukan untuk Hyunjin, tapi untuk Papa gue yang makin drop akhir-akhir ini.

Gue ga mau lagi terlibat sama Hyunjin, gue udah memantapkan diri untuk berhenti perjuangin dia setelah ngelepas foto-foto dia dari bingkai kamar gue waktu pindahan dulu.

Semoga kembalinya gue kesana ga bakal pengaruhin hati gue lagi untuk kangen sama sosok Hyunjin yang hampir tiap hari nyamperin gue itu.

Atau sosoknya yang tiap malam selalu nyanyiin lagu pengantar tidur meski kadang nadanya ga tepat.

Gue juga ga mau tau tentang Kak Yeonjun, gue ngerasa ga pantes untuk ketemu dia lagi.

Setelah acara salam perpisahan yang cukup kekanakan yang gue lakuin, gue ngerasa ga punya muka untuk sekedar bertegur sapa sama dia.

Sekarang yang harus gue lakuin adalah ngurus Papa yang sakit, masalah kuliah bisa gue sambung kapan-kapan.

Gue ga pernah mendoakan yang buruk, tapi gue rasa lebih baik gue mentingin waktu bersama Papa daripada sibuk di negeri orang dan kehilangan banyak moment yang mungkin akan gue sesali.

Gue ga pernah mendoakan yang buruk, tapi gue rasa lebih baik gue mentingin waktu bersama Papa daripada sibuk di negeri orang dan kehilangan banyak moment yang mungkin akan gue sesali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah pindah rumah, keadaan Papa malah makin memburuk.

Mama harus makin giat bekerja buat gantiin Papa, untung aja dia punya bisnis yang lumayan besar jadi kami ga perlu kerepotan masalah biaya berobat.

Kak Eunha juga mulai belajar ngurus toko kue punya Papa diimbangi sama kuliahnya.

Pokoknya semua orang sibuk, nyisain gue yang masi belum bisa nyari uang dan harus jagain Papa.

"Pah." Panggil gue, beliau cuma senyum tipis nanggepin panggilan gue.

"Makan dulu ya," Ajak gue setelah dapat tanggapan dari dia, "Mau makan disini atau diteras?"

"Disini aja." Balas Papa gue pelan.

Gue nganggukin kepala, mulai nyendokin bubur dan lauknya sesekali ngajak Papa gue ngobrol.

"Maafin Papa karna udah sakit dan bikin kamu berenti kuliah."

Gue membeku, akhir-akhir ini Papa sering banget minta maaf dan ngomongin hal ini.

Gue ngedongak trus gelengin kepala, "Ga bakal aku maafin soalnya Papa ga salah apa-apa." Gue ngelus telapak tangannya pelan.

"Tapi sama aja, harusnya kamu masih di Australia sekarang buat ngejar cita-cita kamu. Seandainya Papa ga sakit."

Gue gelengin kepala lagi, kali ini lebih kencang dan yakin, "Aku baik-baik aja kok, lagian aku males kuliah di Aussie. Ga ada Papa, Mama sama Kak Eunha disana. Mending aku disini aja, iya kan?"

Papa gue senyum trus kembali buka mulutnya pas gue ngarahin sendok ke mulut dia.

"Pokoknya Papa tenang aja, masa depanku tetap bakalan cerah. Aku, Papa, Mama sama Kak Eunha. Kita berempat bakal baik-baik aja selama kita bareng-bareng."

Matanya berkaca-kaca bikin gue makin sakit, "Papa tenang aja, oke. Jangan nangis gitu."

Orang sakit emang lebih sensitif dan gampang nangis, maka dari itu gue berusaha untuk ngertiin kondisi Papa yang makin hari makin kayak anak kecil.

"Hyunjin..." Gumam Papa gue.

Gue natap dia dengan mata membola, "Dia kenapa?" Tanya gue setenang mungkin.

"Papa kangen Hyunjin."

"O-oh, hahaha."

"Kamu juga?"

Ga perlu ditanya, bahkan dalam tidur pun gue masi ngerasain perasaan rindu itu.

Dan iya, gue ga nepatin kata-kata gue.

Dan iya, gue ga nepatin kata-kata gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hyunjin. (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang