[ 1999 ]

6.6K 823 22
                                    





––– 🍁 –––







15 Oktober









10 : 47




“Apa kau bisa mengangkatnya lebih tinggi, Jaemina?”


Gerutuan kesal terdengar, menyambut pertanyaan yang susah payah dilontarkan Jeno.


“Oh, ayolah, aku sudah bersedia membantumu, setidaknya—”


“Ya ya, kau cerewet sekali sih, Tuan muda Lee.”


Jeno hanya bisa menyinggungkan senyumnya. Sesungguhnya, wajah Jaemin yang cemberut seperti sekarang adalah sebuah tontonan menarik tersendiri baginya.


“Kenapa kau senyum-senyum? Ayo yang benar, tanganku hampir patah rasanya!” omel Jaemin begitu ia menangkap senyum jahil yang tergambar di wajah Jeno.


Dengan ini, Jeno terkekeh geli. “Whop—jja! Kau ini, apa harus membawa ranjangmu juga? Kenapa tidak membeli matras saja? Astaga Jaeminaaaa!”


Tidak menjawab, Jaemin memilih untuk tetap berkonsentrasi pada kedua tangannya yang sedang menopang berat sebuah ranjang single yang sedang keduanya usahakan untuk masuk ke dalam flat dan membawanya ke lantai dua.


Keduanya sudah disibukkan dengan kepindahan Jaemin ke unit flat barunya di kota Jeonju sejak pagi. Dan sejak satu jam yang lalu, mereka sibuk bertengkar sembari mengangkuti barang-barang masuk ke dalam flat.


Jeno menghentikan gerakannya sejenak, terdiam menatap setumpuk buku di dalam sebuah kardus berukuran sedang di hadapannya saat ini. Ia masih terus berpikir, kenapa Jaemin bersikeras untuk pindah ke kota ini. Apa alasannya?


Aku ingin suasana baru dan tenang.” Itu alasan yang diberikan Jaemin saat Jeno menentangnya untuk pindah.


Saat itu, Jeno hanya bisa menghela nafas panjang. Dia bertanya dalam hati, untuk apa pindah dari Seoul ke Jeonju hanya untuk mencari sebuah ketenangan? Sahabatnya itu memang unik.


“Buku-buku ini diletakkan di mana, Jaemina?” tanya Jeno yang terlihat sedikit kerepotan membawa sebuah kardus besar.


Jaemin menebarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. “Di sana saja, Jen,” tunjuknya pada di sudut ruangan yang terlihat kosong.


Jeno mengangguk, lalu dengan hati-hati ia meletakkan kotak kardus yang dibawanya tadi di lantai seraya menepuk debu tipis yang menempel di celana panjangnya. “Astaga. Kau yakin akan tinggal dan menetap di sini?” tanyanya dengan tatapan menjelajah ke setiap sudut ruangan.


“Eung!” Jaemin menggumam cepat, ia berbalik seraya tersenyum simpul. “Kamar mandi, dapur kecil, jendela yang menghadap ke timur—”


“Wallpaper usang, pemanas yang tidak berfungsi, sarang laba-laba, dan...” Jeno menghentak-hentakkan kakinya di lantai berkayu sebentar. “Jika kau mabuk lalu mulai menari seperti biasanya, kau mungkin akan menjebol lantai ini,” lanjutnya dengan nada mencemooh.


Bukannya tersindir atau marah, Jaemin malah tertawa geli. “Tuan muda Lee... jangan samakan aku dengan dirimu. Lagipula aku beruntung bisa mendapatkan flat murah dan juga—”


“Jauh dariku,” potong Jeno cepat.


Jaemin tersenyum manis. “Jangan manja. Kau juga biasanya pergi bermain tanpa mengajakku.”


AUTUMN SERENITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang