[ 2004 ]

2.8K 486 46
                                    





—– 🍁 —–







15 Oktober









07 : 21




Satu tahun berlalu dengan begitu cepat. Padatnya jadwal syuting, wawancara dengan beberapa stasiun TV, dan pemotretan dengan majalah luar negeri membuat Jeno lupa akan sesuatu yang penting.


Ulang tahun sang Ibunda.


Dan pagi ini, ia terbangun oleh suara alarm ponselnya. Menggeram rendah seraya memegangi kepala, Jeno sedikit menyesal tidak menolak ajakan Tuan Yoon untuk menemaninya minum di bar semalam.


Setelah kesadaran terkumpul, ia susah payah beranjak turun dari ranjang. Lalu berjalan sempoyongan menuju kamar mandi sembari mengusap kedua matanya kasar.


“Ugh!” Lagi, ia menggeram rendah. Kepalanya sudah seperti sebuah drum yang sedang dipukul berulang-ulang dan sensasi itu tidak hilang walaupun ia mencoba berdiri terdiam di bawah guyuran shower dingin selama hampir sepuluh menit lamanya.


Setelah dirasa tidak ada efek bagus untuk lama-lama berdiam di sana, Jeno memutuskan untuk bergegas menyelesaikan mandi dan segera bersiap untuk pulang ke rumah.


Ya, pulang ke rumah.


Entah kapan terakhir kalinya ia pulang ke tempat yang ia sebut dengan rumah itu. Mungkin, satu tahun yang lalu? Saat musim panas ketika Ayahnya berulang tahun. Atau mungkin saat Natal? Entahlah, Jeno sama sekali lupa dengan itu.


“Kunci, ponsel... oh, kado!”


Serta merta ia berbalik kembali ke dalam apartemennya, dengan secepat kilat ia meraih sebuah kotak yang sudah berbungkus dengan kertas kado dan pita putih lalu bergegas keluar setelahnya.









——📌——









Jeno memarkirkan mobilnya di depan halaman rumahnya yang luas. Dan ia langsung disambut oleh raut masam Ayahnya yang sudah menunggunya di depan teras.


“Hello, old man!” sapanya riang.


Namun Tuan Lee sepertinya tidak sedang ingin bermanis ria dengan putra semata wayangnya itu, ia hanya mendengus sembari memperhatikan penampilan putranya dari ujung kepala hingga ujung kaki.


“Ibumu di atas, dia sudah menunggumu seharian,” ucapnya sinis. “Dan... ya Tuhan, kenapa kau berkeringat seperti itu?” tambahnya kemudian.


Jeno menyunggingkan senyumnya. “Well, ini hari yang panas.”


“No, it's not. Ini musim gugur. Temperatur menunjukkan hari ini berada di suhu terendah selama musim ini.”


“Oh, Dad. Bisakah kita bertengkar lain kali?”


Tuan Lee berdecih pelan, lalu ia mengibaskan tangannya. Menyuruh Jeno untuk pergi dan menemui Ibunya yang sudah menunggu di dalam kamar.


Jeno melangkah lebar, sedikit tergesa mencari sosok Ibundanya. Lalu langkahnya terhenti saat ia menangkap sosok sang Ibu sedang merenung di beranda,


“Mum!”


Nyonya Lee menoleh, tersenyum mendapati putranya datang dan memeluknya dengan cepat. “Hei orang asing...” bisiknya pelan.


AUTUMN SERENITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang