—– 🍁 —–
15 Oktober
07 : 27
Mata memerah dan keringat mengucur deras. Jeno sudah tampak seperti mayat hidup saat ini.
Sudah sejak setengah jam yang lalu, ia mengayunkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, senada dengan siulan dari bibirnya. Lullaby yang terlantun merdu itu ternyata gagal mendiamkan putri cantiknya yang sedang menangis tanpa henti di dalam gendongannya.
“Oh, Jasmine... come on, Sweetheart... ”
Ingin rasanya Jeno menyerah. Sudah berbagai cara ia coba untuk meredakan tangis sang putri yang baru berusia tujuh bulan itu. Namun semuanya tidak berhasil—gagal total.
“Pain... pain... go away, please come again another day. Little Jasmine want to play, pain, pain... go away.”
Lagi, Jeno mencoba menyanyikan lagu lain yang ia tahu. Dan sepertinya kali ini ia berhasil, terbukti dari isak tangis Jasmine kini perlahan mereda.
“That's my Baby. Jangan menangis, Mummy akan pulang sebentar lagi...”
Diliriknya jam dinding, Jeno lalu menghela nafas panjang.
Sudah hampir pukul delapan pagi, namun Nancy masih juga belum pulang. Sedangkan ia harus bersiap untuk pergi bekerja. Dan jika Nancy tak kunjung datang, siapa yang akan menjaga Jasmine nantinya?
Dan ketika jarum panjang jam menunjuk di angka sepuluh, Nancy akhirnya pulang.
“Maaf Jen. Aku ketiduran, Rosie tidak membangunkanku. Mereka mabuk berat dan—”
Senyum terulas di bibir Jeno. “It's okay. Jasmine sedang tidur. Ia rewel semalaman. Dan sebaiknya kau mandi lalu sarapan dan kembali tidur. Okay?”
“Kau akan pergi bekerja?” tanya Nancy sembari melepas high heels dan meletakkannya rapi di dalam walking closet.
“Yes, Honey. Walaupun Eric adalah boss ku, tetap saja aku tidak bisa telat sesuka hati.”
Nancy mengangguk cepat, lalu dikecupnya bibir Jeno singkat. “Kau naik bus?”
“Mn. Sekarang, mandi dan sarapan. Aku harus bergegas.”
—– 🍁 —–
11 : 20
“Well, bagaimana situasi hari ini, Jen?”
Jeno menengadahkan kepala, menatap sang Boss yang sedang tersenyum sembari memainkan sebuah paprika di tangannya.
“Great! Yeah, seperti yang kau lihat. Semua berjalan lancar. Pengemasan, pengiriman, semua on schedule.”
Mendengarnya, Eric menepuk bahu Jeno dan mencengkramnya lembut. “Aku beruntung memiliki karyawan sepertimu, sobat!” pujinya dengan kekehan di akhir kalimat.
“Aku yang seharusnya berkata seperti itu, aku beruntung kau mau menerimaku sebagai karyawan di sini, teman seangkatan!”
Tawa kecil pun berderai setelahnya. Memang benar adanya, Jeno memang beruntung saat Eric menawarinya pekerjaan menjadi kepala bagian di salah satu cabang usaha pemasok bahan makanannya, awal tahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTUMN SERENITY
Fanfiction【COMPLETED】【BAHASA】 ❝ ᴛᴡᴇɴᴛʏ ʏᴇᴀʀs, ᴛᴡᴏ ᴘᴇᴏᴘʟᴇ ❞ ⊶⊷⊶⊷⊶⊷⋆⊶⊷⊶⊷⊶ 🇨🇦🇺🇹🇮🇴🇳🇸 ⊶⊷⊶⊷⊶⊷⋆⊶⊷⊶⊷⊶ 🗃️ ᴘʀɪᴠᴀᴛᴇᴅ ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀs‼️ ⚠️ ᴛʜɪs ɪs ɴᴏᴛ ʏᴏᴜʀ ᴏʀᴅɪɴᴀʀʏ, ʟᴏᴠᴇʏ ᴅᴏᴠᴇʏ, ᴀɴᴅ ғʟᴜғғʏ sʜɪᴛ ʟᴏᴠᴇ sᴛᴏʀʏ‼️ 🔞 ɴᴏ, ɴᴏ, ɴᴏ, ғʀᴇᴀᴋɪɴɢ ᴄʜɪʟᴅʀᴇɴ ᴜɴᴅᴇʀ 21 ...