[ 2001 ]

3.7K 597 31
                                    





––– 🍁 –––







15 Oktober









12 : 49




Jeno melangkah cepat ketika lampu lalu lintas untuk pejalan kaki berubah menjadi hijau. Langkahnya dibuat besar-besar, menyebrangi zebra cross yang cukup padat siang ini.


Lalu ia berlari, saat manik gelapnya tertumbuk pada sosok seorang wanita anggun yang sedang duduk tenang di pelataran café, dengan secangkir—yang Jeno sangat yakin—laté, di hadapannya.


“Mum!”


Wanita itu menoleh, lalu tersenyum sembari diulurkannya kedua tangan; menyambut Jeno yang kini menghampirinya dengan tergesa.


“Telat empat puluh sembilan menit—


—dan tiga puluh tujuh detik.”


Jeno terkekeh. Ditariknya kursi seraya duduk bersandar dan mengatur nafasnya.


“Yeah, aku terjebak macet.” Jeno beralasan seraya melepas kacamata hitam dan menyelipkannya di saku jas.


Nyonya Lee menyimpulkan senyum. “Kau dari mana dan di mana semalam?”


“Kelas tarian disko.”


“Apa itu menyenangkan?”


Jeno bergidik ngeri. “Tentu saja tidak,” keluhnya. “It was hell!”


Jawaban sedikit sarkastik dari Jeno membuat keduanya tertawa untuk beberapa saat. Kemudian Nyonya Lee mengamit cangkir laté-nya yang tersisa setengah dan menyesapnya perlahan.


“Katakan padaku,” ujar Nyonya Lee seraya meletakkan kembali cangkir pada alasnya. “Siapa yang menulis semua surat-surat panjang itu?” tanyanya dengan kedua mata menyipit.


Senyum Jeno tersungging, diraihnya cangkir laté Ibunya lalu dihabiskannya seluruh isi yang tersisa. “Anda tahu, Nyonya Lee Hyojin? Itu bukan urusan Anda,” jawab Jeno dengan kekehan di sela-sela.


Alih-alih tersinggung, Nyonya Lee malah terkikik dan semakin mencondongkan tubuhnya ke depan. “Apakah pemuda manis yang waktu itu, hm?” tanyanya penuh selidik.


Satu senyuman sempurna tercetak jelas di wajah Jeno. “Yeah. Begitulah,” balasnya singkat. “Dengar, Mum. Jaemin dan aku adalah sahabat baik.”


Nyonya Lee menggumamkan huruf ‘O’ tanpa suara. Dianggukkannya kepala sembari mengerling jahil pada putranya. “Sahabat baik. Oh, okay...”


“Oh, come on!” protes Jeno sambil tersipu.


“Okay, okay!” Nyonya Lee kembali terkekeh lalu bangkit dari kursinya dan memakai mantel. “Let's go.”


Jeno mengangguk, lalu mengikuti  ke mana arah Ibundanya berjalan.


“Berapa lama liburanmu?Apa orang-orang stasiun TV mengizinkannya?” tanya Nyonya Lee sembari mengaitkan tangannya di lengan Jeno.


“Aku tidak sedang berlibur, Mum. Aku mengajar bahasa Inggris,” kilah Jeno cepat.


“Jeno~ kau—oh, look!” Nyonya Lee menghentikan kalimatnya di tengah, dengan jari yang tertunjuk lurus, ia mengerutkan keningnya. “Oh! Apakah itu Gong Yoo?” tanyanya sambil menunjuk pada seseorang yang sedang berdiri di dekat pancuran air.


AUTUMN SERENITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang