Lima

394 46 2
                                    

Author pov

Queen memasuki ruangan bk tersebut dan duduk di kursi yang ada disana dengan santainya.

Ia menatap bu Indira yang sedang sibuk dengan map yang entah berisi dokumen apa.

Ia menunggu sampai guru tersebut selesai dengan kesibukannya tersebut.

Perempuan berumur 30an itu menutup mapnya dan menatap Queen dengan tangan yang bersilang di meja.

"Kamu meminta rekomendasi sekolah ini untuk beasiswa kuliahmu?"

Gadis itu menganggukan kepalanya. Mulutnya masih saja mengunyah permen karet yang ia makan sebelum memasuki ruangan ini.

"Kamu meminta rekomendasi sementara kamu tidak pernah berpartisipasi untuk perlombaan yang ada di sekolah ini? Maaf, kami tidak bisa memberikannya pada murid yang tidak memiliki timbal balik untuk sekolah ini."

Queen berdecak malas. Mengapa harus mengikuti perlombaan? Itu hanya akan membuang-buang waktunya.

"Kamu tau kenapa lomba kali ini benar-benar berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya?" Tanya Indira.

Queen menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan gurunya itu.

"Karena saya tau kalau kamu bisa mengikuti semua lomba itu, kecuali futsal tentu saja. Saya tau nama kamu ada di salah satu antalogi sajak dan cerpen. Saya juga tau kamu memiliki akun wattpad dengan nama samaran. Saya juga tau ketika kamu smp kamu pernah mengikuti perlombaan menyanyi dan menari daerah serta modern. Kamu pintar, itu sudah bukan rahasia lagi. Kamu itu memiliki banyak bakat, tapi kamu tidak pernah menggunakannya sama sekali di sma ini. Jadi jika kamu benar-benar menginginkan beasiswa ini, kamu harus mengikuti semua perlombaan yang sekolah ini adakan," putus Indira dengan final.

Queen menyandarkan punggungnya ke kursi dan menghela nafasnya.

Sialan!

°°°°°

Queen menatap papan tulisnya yang tengah di isi dengan macam-macam perlombaan yang akan di adakan untuk acara classmeet.

Kelasnya sekarang begitu ramai karena suara murid kelas ini, membicarakan siapa yang akan mengikutinya, menunjuk-nunjuk orang yang akan mengikutinya. Dan lainnya.

Pria yang duduk disampingnya hanya diam saja tanpa berniat mengikuti perlombaan itu. Ia terlihat sangat tidak tertarik.

"Jadi, siapa yang mau ikutin lombanya, selain futsal?"

Tiga tangan terangkat.

Tangan Queen —tentu saja— lalu tangan Prisil —murid genit yang gemar mencari perhatian— dan tangan Radja.

Mereka sudah menduga kalau Prisil pasti mengangkat tangannya. Ia haus akan perhatian dan popularitas.

Yang membuat mereka heran adalah tangan Queen yang teracung. Mereka pikir Queen tidak akan mau berbasa-basi untuk perlombaan semacam ini.

Radja yang sudah menduga kalau Queen akan mengangkat tangannya pun ikut mengangkat tangannya tadi.

"Apaan si lo bitch ikut-ikutan aja!" Omel Prisil.

Queen menyandarkan tubuhnya di kursi dan menyilangkan tangannya sambil menatap Prisil.

"Kenapa? Ga terima kalo gua ikutan? Takut popularitas lo makin kalah sama gua? Lagian kalo bukan karena disuruh bu Indira juga gua ogah ikut gini."

"Ga penting banget takut sama lo. Sampe kapanpun gue ga bakal kalah sama anak dari pria yang hobinya selingkuh dan ibu yang hobinya nangis, nangis buaya. Paling juga kalo malem itu cewe tua jadi kupu-kupu malam. Ya ga girls?"

My Name Is... QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang