Author pov
Radja mengelus kepala Queen dengan lembut. Gadis itu sudah tertidur sejak pukul 7 tadi dan sekarang sudah pukul 10 malam.
Ia mengecup kening gadis itu lalu menatap adiknya yang masih mengerjakan tugas sekolahnya.
Ia menepuk pelan bahu adiknya itu dan menunjuk ke arah pintu kamar.
Mereka berdua keluar dari kamar dan menuju ke ruang tamu lalu duduk di sofa yang ada di ruang tamu tersebut.
Rahma mengerjakan tugasnya itu sambil sesekali bertanya pada pria yang disampingnya itu.
Untunglah, beberapa menit kemudian, tugasnya sudah selesai jadi ia tidak perlu begadang demi tugasnya ini.
"Dia gimana tadi?" Tanyanya pada Rahma.
Gadis itu menoleh padanya, "sedikit kosong, tapi jadi lebih baik pas minum cokelat panas yang aku bikin."
"Baguslah."
Gadis itu menutup bukunya dan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.
"Abang sayang banget sama dia?" Tanyanya.
Pria itu ikut menyandarkan kepalanya lalu tersenyum.
"Iya."
"Gimana kalo seandainya kak Vivi balik?"
Senyuman pria itu luntur.
"I don't know."
"Abang masih sayang sama kak Vivi?"
Pria itu menatap meja di depannya dengan kosong.
"Abang ga pernah lupain dia."
Rahma tersenyum kecut.
Harusnya abangnya itu bisa lebih gentle dengan bersama salah satu dari mereka berdua. Jika pria itu masih menyayangi Vivi, maka seharusnya ia tidak memacari Queen. Jika ia memang benar-benar menyayangi Queen, maka seharusnya ia melupakan Vivi.
"Queen mirip Vivi. Apalagi kalo lagi ngomong kasar. Mirip banget. Terus mukanya juga agak mirip."
"Jadi karena itu abang macarin kak Queen?"
"Mungkin. Tapi gua ngerasa bersalah juga sama Queen."
"Kenapa?"
"Kemaren gua ga buru-buru baca chat dari dia karena Vivi ngechat gua lagi, nanyain kabar gua, gua bales chat Vivi dulu dibanding bales chat Queen yang minta tolong."
Adiknya itu menatap abangnya dengan tak percaya.
"Abang, cowo terbodoh yang pernah ada."
"I know."
Gadis yang ada di ujung tangga itu membeku.
Ia terbangun dan ingin mengambil minum, namun ia terhenti saat mendengar mereka berdua membicarakannya.
Namun kini ia merasa menyesal. Harusnya ia tidak keluar kamar dan tidak mengetahui hal yang tadi ia dengar.
Lalu gadis itu kembali menaiki tangga dan memasuki kamar Rahma lalu berbaring.
Ia menatap dinding yang di hadapannya lalu air matanya mengalir tanpa bisa ia cegah.
°°°°°
Queen mengeryitkan keningnya saat matanya terkena silauan matahari. Ia menaikan selimutnya sampai kepalanya lalu mencoba untuk tidur lagi.
Sebuah tangan mengguncang tubuhnya dengan pelan.
"Queen, udah jam 12 siang, bangun."
Seketika Queen membuka matanya dan duduk di ranjang namun merasa menyesal karena kepalanya langsung terasa pusing.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Name Is... Queen
Novela Juvenil"Gue Radja." Ujar pria itu sambil mengulurkan tangannya. "I'm Queen. Just... Queen." Radja menatap tangannya yang hanya mengapung di udara tanpa gadis itu mau menyalami, sialan! Apakah ini adalah perasaannya yang pengagum rasanya rasakan saat mereka...