Dua

624 59 1
                                    

Author pov

Gadis itu memasuki kelasnya tepat saat guru akan memasuki kelasnya, lalu ia dengan santai duduk di kursi pojok paling belakang. Ia menatap wali kelasnya yang masuk dengan seorang pria di sampingnya.

Para siswi di kelasnya —seperti pada umumnya— menahan pekikan mereka. Tatapan kagum, suka, memuja menghujam pria itu dari para siswi. Sementara tatapan iri, menilai, datang dari para siswa. Lalu Queen? Well, gadis itu hanya menatap pria itu dengan tidak tertarik.

Queen memasang earphone di kedua telinganya dan mulai menenggelamkan wajahnya ke meja, tidak berniat untuk melihat ke depan sana, ia sama sekali tidak tertarik dengan pria —sok— tampan itu.

Queen menjauhkan dirinya dari segala macam kemungkinan percintaan yang pasti terjadi di SMA, ia hanya ingin cepat lulus, ia tidak ingin kembali sakit hati karena seorang pria, sudah cukup ayahnya saja yang menorehkan luka itu, tidak boleh ada orang lainnya.

Saat merasakan pergerakan di kursi sampingnya, Queen langsung menoleh dan menatap yang pengganggu itu.

Ah, anak baru tadi.

Ia sudah menduga bahwa pria ini akan duduk di sampingnya karena di kelas ini hanya dia yang duduk sendiri.

Queen kembali menutupi wajahnya dengan tangan dan memejamkan matanya, mencoba untuk tertidur.

Ia lebih sering terjaga daripada tertidur, tidurnya masih sangat kurang dari cukup, jadi ia memanfaatkannya saat di sekolah seperti ini.

Jangan salah, meskipun Queen tidak memperhatikan, tapi ia rajin mencatat catatan milik siswi pintar di kelasnya, pelajaran itu pun langsung ia mengerti begitu melihat catatannya.

Baru saja ia akan terlelap, pria itu menendang sepatu gadis itu dengan pelan, seakan mencoba membangunkan gadis itu.

Queen menghela nafas dan mengangkat kepanya, menatap pria di sampingnya ini dengan datar.

Apa sih yang ia inginkan?

Lirikan mata pria itu mengarah ke belakang tubuhnya, gadis itu langsung menoleh dan mendapati wali kelasnya yang sedang menatapnya dengan tajam.

"Tell me, what is the difference between 'Would you mind if I' and 'Would you mind'?" tanya wali kelasnya yang bernama Miss Tiana itu.

Queen menutup mulutnya yang malah menguap dengan lebar, ia lalu bangkit dan menatap Miss Tiana.

"The difference between 'Would you mind if I' and 'Would you mind' is, the rule. 'Would you mind if I' rule is using verb 2. And the rule of 'Would you mind' is verb 1 + Ing," jelas Queen yang tidak membuat murid kelas terkejut lagi.

"10 points plus for you."

Queen kembali menguap. Setelahnya ia menatap pria di sampingnya itu.

"Lo siapa?" tanya Queen masih dengan wajah dan nada datar khasnya tersebut.

"Lo ga denger perkenalan gue tadi?" tanya pria itu dengan heran.

Queen mengibaskan tangan di depan wajahnya sambil memutar matanya malas, "Udahlah, gausah dijawab, ga penting juga."

Lalu gadis itu kembali menyandarkan kepalanya di meja dan memejamkan matanya lagi. Ia benar-benar mengantuk.

Sementara pria di sebelahnya hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.

Gadis aneh.

°°°°°

Queen membuka matanya saat seseorang mengguncangkan tubuhnya dengan kuat.

Hanya ada satu orang yang berani mengganggu tidurnya. Dan orang tersebut adalah sahabatnya, Hanny.

Queen menatap Hanny yang terlihat membawakan bakso kantin dan drink b*ng-b*ng dingin kesukaannya.

Queen memang selalu malas ke kantin, ia memiliki banyak alasan untuk tidak pergi kekantin, namun alasan terkuatnya adalah ia tidak suka keramaian seperti di kantin. Ia tidak mau melihat adanya siswa atau siswi yang dibully oleh genk yang menurut mereka derajatnya lebih tinggi.

"Muka lo pucet banget Queen. Kenapa? Lagi ada masalah?" Tanya Hanny dengan lembut sambil sesekali menyuapi sahabatnya yang tengah duduk bersandar ke belakang sambil memejamkan matanya.

Hanny sudah terbiasa seperti ini, meskipun banyak yang menyuruhnya pergi meninggalkan Queen yang menyusahkan, ia tetap tidak mau. Alasannya?

Flashback on

Dua tahun yang lalu.

Hari itu hari selasa dan jam olahraga mereka baru saja selesai sehingga para perempuan mengganti seragamnya di ruang ganti perempuan.

Seperti biasanya, terjadi perebutan tentang siapa yang masuk pertama kali dan siapa yang masuk terakhir kali.

Queen menghela nafasnya muak dan membuka bungkus permen karetnya lalu mulai mengunyah permen karet tersebut. Ia tidak berniat berebut memakai ruang ganti karena menurutnya itu sangat membuang-buang waktunya saja.

Hanny yang melihat keributan yang dibuat teman sekelasnya akhirnya memutuskan untuk menunggu sampai sepi, berbarengan dengan Queen yang memang lebih senang sendiri.

Saat para siswi kelasnya yang lain selesai, mereka berdua memasuki ruang ganti tersebut dan mulai mengganti baju olahraga mereka menjadi seragam putih abu-abu.

Dan saat itu, tanpa sengaja Hanny menatap luka bekas cambuk di punggung Queen, tato yang berusaha menutupi garis panjang di pinggangnya, dan luka bekas sudutan api di punggung gadis itu pula.

Hanny tertegun, ia tidak tau bahwa teman sekelasnya yang terlihat tidak pernah bersemangat ini malah memikul beban berat.

Namun ia menghargai Queen dengan menutup mulutnya, berpura-pura tidak tau, dan mengulurkan tangannya menawarkan persahabatan yang tulus membuat senyuman tulus terukir di bibir Queen setelah beberapa tahun lamanya.

Hanny tidak akan pernah meninggalkan Queen yang rapuh itu sendirian.

Flashback off

Suapan terakhir Queen terima dan setelahnya ia meminum es yang diberikan oleh Hanny.

Mereka berdua tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang menatap mereka berdua dengan terheran. Maksudnya, Queen tidak cacat sedikitpun, lalu mengapa Hanny menyuapinya dan memperlakukannya seperti anak kecil?

Hanny beranjak dari duduknya dan menatap seorang pria yang memperhatikannya dari pintu, ia segera membawa mangkuk dan bekas minum Queen keluar dan melemparkan senyum manis pada pria itu.

Pria itu akhirnya duduk di samping Queen yang masih bersandar pada tembok di belakangnya. Pria itu memperhatikan Queen dengan intens, saking intensnya hingga gadis itu membuka mata dan menatap pria di sampingnya itu.

"Lo kenapa disuapin gitu? Lo kan punya tangan dan masih berfungsi. Lo ga tiba-tiba cacat kan?" Tanya pria di sampingnya itu.

Queen menatap lampu yang ada di kelasnya ini dan menghela nafasnya malas.

"Ribet."

Pria ini benar-benar tidak habis pikir dengan gadis yang akan menjadi chair–matenya selama satu setengah semester.

"Gue Radja." Ujar pria itu sambil mengulurkan tangannya.

"I'm Queen. Just… Queen."

Radja menatap tangannya yang hanya mengapung di udara tanpa gadis itu mau menyalami, sialan! Apakah ini adalah perasaannya yang pengagum rasanya rasakan saat mereka tidak dihiraukan olehnya?

Radja baru saja hendak menarik tangannya kembali saat sebuah tangan menyalaminya, tangan Queen.

"Semoga lo bisa tahan jadi chair–mate gua ya," ujar Queen lalu kembali mencoba tertidur.

Radja menatap gadis itu dengan takjub sambil menggelengkan kepalanya dengan heran.

Ternyata gadis aneh yang langka benar-benar ada, lebih parahnya lagi gadis itu duduk di sampingnya.

My Name Is... QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang