Tuan : Bagaimana hatimu? Jadi menyukai saya atau tidak?
Saya : Menyukai Tuan? Yang benar saja!
Tuan : Tak perlu malu begitu. Saya sudah tau semuanya.
Saya : Tuan tau apa?
Tuan : Tau kamu menyukai saya.
Saya : Tidak.
Tuan : Tidak salah lagi, bukan?
Saya : Tuan jangan menggoda saya! Pergi sana!
Tuan : Kenapa kamu mengusir saya? Apa ketampanan saya masih belum cukup untukmu?
Saya : Apasih?! Siapa yang berkata Tuan tampan?
Tuan : Kamu.
Saya : Kapan?
Tuan : Sebulan lalu. Saat kamu bertanya mengenai kriteria dan rasa simpatik saya untukmu.
Saya : Memangnya saat itu saya berkata jika Tuan tampan? Sepertinya tidak.
Tuan : Memang tidak. Tapi kamu mengumpamakan saya seperti pangeran dan kamu upik abu. Ingat?
Saya : Tentu saja ingat!
Tuan : Dan tentu saja kamu tau, bahwa pangeran itu memiliki wajah yang rupawan, bukan?
Saya : Itu--
Tuan : Tidak perlu menjawab lagi. Saya tau kamu tidak memiliki alasan yang logis untuk menyangkalnya.
Saya : Bagus kalau sudah tau. Lalu kenapa masih di sini?
Tuan : Memangnya tidak boleh?
Saya : Bukannya tidak boleh. Tapi apa manfaatnya berdiri di situ sedangkan Tuan tidak melakukan apa-apa.
Tuan : Kata siapa saya tidak melakukan apa-apa? Ada kok.
Saya : Apa?
Tuan : Memandangmu sambil menghabiskan oksigen di sekitar sini.
Saya : Biar apa?
Tuan : Biar nanti kamu sesak nafas karena kekurangan oksigen, lalu saya bisa memberikan nafas buatan untukmu.
Saya : Apa?! Tuan sudah gila ya?!
Tuan : Hahaha, jangan berteriak begitu! Telinga saya bisa bermasalah nanti.
Saya : Jangankan telinganya, sekalian sama orangnya yang bermasalah saja saya ikhlas.
Tuan : Hei! Jangan ketus-ketus begitu. Saya hanya bercanda.
Saya : Saya nggak peduli.
Tuan : Baiklah, jangan marah dulu. Saya di sini hanya mau menyampaikan kabar gembira untukmu. Mau dengar tidak?
Saya : Kabar apa?
Tuan : Kabar bahwa pangeran telah jatuh cinta pada upik abu.
Saya : ....
Tuan : Saya suka bercanda denganmu. Tanpa sadar, kamu telah menarik rasa simpatik saya sejak sebulan lalu. Saya pergi dulu.
~Selaksa Noktah
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksa Noktah (END)
PoesiaSelaksa Noktah. Tolong tetap tinggal, saya tak terbiasa dengan orang baru. Kumpulan sajak sepuluh dasa seri pertama. Tentang ribuan noktah, yang saya rangkai menjadi kisah. Tentang ribuan titik, diantara peraduan detak dan detik. Tentang kita, yang...