Tuan : Saya ingin mengaku satu hal, bahwa sebetulnya selama ini saya belum bisa move on. Kadang saya jengkel karena kamu tak seperti dia. Maaf karena sudah bilang ini.
Saya : Saat Tuan bilang begitu artinya Tuan siap kehilangan saya.
Tuan : Saya bingung. Saya paham kalau masing-masing orang punya caranya sendiri. Tapi kadang saya kesal ketika kamu tak sesuai harapan. Saya berharap bisa mendapat seperti yang kemarin tapi dengan orang yang berbeda.
Saya : Jika Tuan terpacu dengan kesempurnaan sebelumnya maka karakter pasangan yang Tuan dapat setelahnya nggak ada inovasi.
Tuan : Terus gimana?
Saya : Intinya, caramu move on jalur menemukan orang baru itu gagal. Sebab yang Tuan jadikan pacuan adalah dia.
Tuan : Maaf.
Saya : Tuan siap kehilangan saya?
Tuan : Harusnya saya tak perlu memikirkan dia. Harusnya saya tak banyak berharap. Tapi susah.
Saya : Saya bisa saja perjuangin Tuan dengan cara mengubah diri saya seperti masalalumu.
Tapi kalau keterusan menjalin seperti itu, maka ke depannya saya nggak baik-baik saja. Karena saat itu saya nggak jadi diri saya sendiri.Tuan : Kamu nggak mungkin berkamuflase menjadi dia.
Saya : Bisa saja kalau cinta.
Tuan : Sebetulnya hari di mana saya menyudahi dengan dia, saya bertekad untuk menyendiri dulu. Tapi kemudian kamu datang dan membuat saya penasaran.
Saya : Penasaran tak menjanjikan bakal cocok kalau sudah kenal.
Tuan : Iya, kamu benar. Saya baru merasakannya sekarang. Dulu saya tak tau jika move on sesusah ini.
Saya : Sudah jelas, bukan? Maka kita sudahi saja ini. Toh dalam hubungan mencari kebahagiaan, kalau tak bahagia untuk apa dipertahankan?
Tuan : Kamu bahagia nggak dengan saya? Pasti tidak ya? Karena saya kadang membandingkan kamu dengan dia. Saya nggak pernah memberimu apa-apa. Nyatanya yang sering kamu dapat juga luka.
Saya : Berarti memang kita tak bahagia kalau sama-sama. Dan kita membahas ini nggak cuma sekali. Sebelumnya pernah dan topiknya diangkat lagi.
Tuan : Kamu nggak mendorong saya pergi. Tapi kamu juga nggak mempertahankan saya di sini.
Saya : Memangnya jika saya mempertahankan, Tuan mau bertahan? Sedangkan perasaanmu saja masih tertinggal.
Tuan : Bukannya gitu. Kadang ketika kita bertengkar saya memilih diam. Demi kelanjutan kisah saya dan kamu.
Saya : Saya serahkan ke Tuan. Jika ingin bertahan saya persilahkan. Jika ingin pergi tak akan saya paksa tinggal.
Tuan : Berarti kamu tidak mempertahankan saya? Apalagi cinta?
Saya : Tidak mempertahankan bukan berarti nggak cinta. Malah bisa jadi pembuktian, bahwa saking cintanya saya, saya akan lepasin Tuan jika memang itu membuatmu bahagia.
Tuan : Jujur, saya bukannya selalu ingat dia. Saya menikmati menjalin ini dengan kamu. Saya mengingat dia hanya ketika di momen-momen tertentu yang mana kamu tak seperti dia.
Saya : Dan sikapmu yang seperti itu nggak bisa diterima oleh pasangan manapun. Kalau kata saya, bukankah baiknya kita selesaikan saja ini? Kan nggak semuanya harus dipertahanin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksa Noktah (END)
PuisiSelaksa Noktah. Tolong tetap tinggal, saya tak terbiasa dengan orang baru. Kumpulan sajak sepuluh dasa seri pertama. Tentang ribuan noktah, yang saya rangkai menjadi kisah. Tentang ribuan titik, diantara peraduan detak dan detik. Tentang kita, yang...