Hai-hai.
Siapa yang kangen aku? Eh, Andin dan Pak Bima maksudnya 😋
VOTE DULU YAAA .....
❤
Bibirku sudah tidak suci lagi!
Nyerah! Aku menyerah pada ciuman Pak Bima yang semakin ganas. Pasrah saat tangan nakal lelaki itu merayap masuk di balik kerudungku. Badanku gemetar, perut makin melitit serta pusing menyerang ditambah pasokan udara yang menipis membuatku melemah. Namun, Pak Bima justru makin menggila. Mirip singa kelaparan yang puasa bertahun-tahun dan baru mendapat mangsa.
"Papa sama Ibu lagi main apa?"
Di saat aku mulai tidak berdaya, samar-samar suara Syifa terdengar. Kupikir itu hanya khayalan dalam ketidak berdayaanku. Namun, merasakan sengatan bibir Pak Bima yang tiba-tiba terlepas serta tangan nakalnya berhenti bergerilya, kesadaranku segera kembali. Mata mengerjap cepat sambil menghela napas dengan rakus, hingga bertatapan dengan Pak Bima yang kaku di hadapanku.
Karena tak kunjung menyingkir, aku segera mendorong dada bidang Pak Bima membuat lelaki itu terduduk di sampingku dengan wajah memerah. Jantungku rasanya akan melompat keluar dari tempatnya saking tak beraturan saat menatap wajah polos Syifa yang menatap bingung ke arahku dan papanya yang salah tingkah.
Oh, anakku masih terlalu kecil. Semoga saja dia tidak melihat dengan pasti kenakalan papanya padaku!
Aku memperbaiki kerudung yang miring, kemudian menggaruk kepala bingung saat Syifa mendekat dan duduk di pangkuanku. "Adek kenapa bangun?"
"Cariin Ibu ...," jawab Syifa sambil meraba-raba wajahku. Kebiasaan anehnya yang baru kuketahui setelah resmi jadi ibu sambungnya. Dia suka sekali meraba wajah, rambut dan tangan sebelum akhirnya terlelap sambil memelukku.
"Ibu kenapa bibirnya merah, bengkak juga. Kayak jempolnya Abang yang pernah digigit tawon," ucap Syifa sambil terkikik dengan polosnya.
"Itu tadi, ada tawon yang mau gigit bibirnya Ibu," sahut Pak Bima tiba-tiba mengalihkan perhatian Syifa.
"Beneran, Pa?" Syifa tampak penasaran menatap papanya. Sementara aku mendelik kesal pada lelaki itu yang cuek, tapi mengangguk menanggapi sang anak.
"Iya. Makanya tadi itu tawonnya Papa usir biar gak gangguin Ibu."
Jangan percaya, Nak. Tawonnya itu papamu yang bikin bibirnya ibu seksi begini! Aku menggerutu dalam hati sambil meraba bibirku, lalu tanpa sengaja bertatapan dengan Pak Bima yang memandangku intens. Tatapan yang langsung membuatku merinding.
"Adek mau pipis? Atau mau minum?" Aku mengambil alih perhatian Syifa dari cerita bohong papanya.
Heran, dia yang memerawanin bibirku, malah nyalahin tawon. Sudah kepepet gini, gengsi masih tetap aja gede!
"Gak. Syifa mau tidur lagi sama Ibu."
"Oh, ya sudah. Ayo." Aku segera menurunkan Syifa dari pangkuan, lalu mengajaknya kembali ke kamar. Meninggalkan Pak Bima sendirian. Entah apa yang dilakukannya, yang pasti terdengar dengan jelas derit pintu kamar mandi ketika aku berbaring sambil memeluk Syifa.
Hening.
Syifa sudah kembali tidur, tapi tidak denganku yang meraba bibir dengan pikiran melalang tidak tentu arah. Segala keanehan Pak Bima hari ini berputar jelas di kepala. Lekuk tubuh polos Pak Bima, teror emak tentang test pack. Perdebatan kecilku dengan Pak Bima yang berakhir dengan ciuman gilanya tadi. Jika seandainya tidak ada Syifa, bukan hanya bibir yang hilang kesuciannya, tapi tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Nikah [Menikah Dengan Duda] Proses TERBIT
Художественная проза(18+) 'Beli satu, dapat dua.' Begitulah istilah dalam dunia periklanan. Istilah yang sama, tapi beda hal denganku. Aku tiba-tiba menikah dengan seorang bapak, langsung dapat dua anak. Yes, maksudnya aku nikah sama duren mateng dua anak. Duda, keren...