Hai!
Cerita ini belum terbit novelnya versi cetak, tapi yang gak sabar dan ingin tahu lengkapnya kisah ini versi novel (POV 3)
(judul novel : Cinta Terbaik) kalian bisa baca di aplikasi KBM App. Kalo bingung, cari aja linknya di Bio aku di profil WP ini. Makasih ❤18+!
💛
Selama dua jam sejak Pak Bima mengantar anak-anak dan lanjut ke kantor, aku hanya membersihkan rumah besar ini tanpa sempat memasak karena kupikir keluar bersamanya tidak akan lama. Setelah rapi dan wangi, aku duduk menunggu di ruang tamu sambil memainkan ponsel. Berbalas pesan dengan Mbak Luna, membahas tentang si bungsu baby Alifa yang semakin hari semakin lucu.
[Terus kamu sama Pak Bima gimana, Din? Jangan bilang masih perawan lagi?]
Seketika wajahku terasa panas membaca pesan Mbak Luna yang tidak pernah basa-basi. Jemariku pun mendadak gemetar saat mengetik balasan untuknya.
[Jangan bilang siapa-siapa. Aku sudah ....]
[Sudah apa?]
Belum sempat aku mengetik balasan, deru mobil yang tidak asing terdengar di luar. Aku segera keluar dan mendapati mobil Pak Bima baru saja terparkir di luar pagar. Aku kembali ke dalam kemudian membalas pesan Mbak Luna dengan cepat.
[Sudah dulu, Mbak. Nanti lanjut lagi. Pak Bima udah jemput.]
Aku menyimpan ponsel dalam tas yang kuambil dari atas sofa, lalu segera keluar dan mendapati Pak Bima sudah menghampiriku.
"Sudah siap? Semua aman, kan? Pintu belakang sudah dikunci?" tanya Pak Bima kemudian mengambil alih kunci dariku.
Aku mengangguk mantap. "Pak Bima gak masuk dulu? Butuh sesuatu? Atau mungkin ada yang ketinggalan?"
"Kita langsung berangkat saja. Janjinya setengah sepuluh," sahutnya sambil mengunci pintu.
Aku mengekorinya menuju mobil setelah menutup pagar. Sepanjang jalan kami sama-sama terdiam. Pak Bima fokus menyetir, sedangkan aku asyik menatap jalanan di luar dengan hati bertanya-tanya.
Sudah lebih dari dua bulan menikah, seingatku ini adalah kali pertama kami keluar berdua tanpa anak-anak dan bukan untuk urusan rumah tangga. Penasaran dia akan membawaku ke mana. Namun, malas juga untuk bertanya. Toh, nanti aku akan tahu sendiri saat tiba di tujuan.
"Ayo turun, Din!" Suara Pak Bima terdengar mengagetkanku.
Entah berapa lama kami dalam perjalanan, tanpa sadar mobil telah terparkir di depan sebuah gedung berlantai dua yang kuketahui adalah kantor notaris dan PPAT terkenal setelah melihat plang yang terpasang depan bangunan tersebut.
Aku segera keluar menyusul Pak Bima. Lalu tanpa diduga, dia meraih tangan kananku dan menggenggamnya erat. Sementara tangan kanannya memegang map plastik besar yang entah apa isinya. Aku sempat terdiam karena kaget dengan perlakuannya itu, hingga disadarkan olehnya yang menarikku mengikutinya masuk kantor tersebut.
"Kita ngapain ke sini, Pak?" bisikku sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling lobby kantor yang cukup ramai.
Apa dia akan membuat surat perjanjian pernikahan kami? Tapi ... kenapa setelah menikah? batinku berbisik tak tenang.
"Nanti kamu juga tahu," jawab Pak Bima misterius setelah mengakhiri pembicaraannya dengan seorang pegawai di lobby. Lalu tanpa melepaskan tanganku, dia mengajakku duduk di salah satu kursi di ruang tunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Nikah [Menikah Dengan Duda] Proses TERBIT
General Fiction(18+) 'Beli satu, dapat dua.' Begitulah istilah dalam dunia periklanan. Istilah yang sama, tapi beda hal denganku. Aku tiba-tiba menikah dengan seorang bapak, langsung dapat dua anak. Yes, maksudnya aku nikah sama duren mateng dua anak. Duda, keren...