BAGIAN - TIGA BELAS

1.3K 125 2
                                    

Danish

Aku masih berkutat di depan layar komputer meski jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Ada banyak artikel yang harus di selesaikan karena harus segera rilis. Bos memberiku pekerjaan baru sebagai editor sehingga aku tidak perlu ke lapangan untuk liputan lagi. Meski begitu, pekerjaanku justru semakin banyak karena aku harus menyelesaikan artikel-artikel yang dikirimkan reporter padaku sebelum diserahkan ke pimpinan redaksi. 

Aku meregangkan otot-ototku di kursi karena punggungku terasa lelah sekali. Setelah itu, aku mematikan komputer dan mulai membereskan meja. Semua artikel sudah siap dan besok hanya perlu menyerahkan ke pimpinan redaksi. Satu tanganku meraih ransel kecil dan mulai memasukkan notes dan ponsel ke dalamnya. Dengan malas, kakiku berjalan menuju ke lantai satu. Beberapa lampu sudah dimatikan karena memang sebagian besar sudah pulang.

Kakiku berjalan lambat menuju ke tempat parkir motor. Aku meraih helm warna coklat dan mulai menyalakan mesin motor. Sejak tidak lagi liputan, aku memilih untuk naik sepeda motor untuk pergi kerja. Aku menjalankan sepeda motor keluar dari halaman kantor menembus jalanan Jogjakarta yang masih cukup ramai meski sudah pukul 9 malam.

Keenan

Pandanganku masih setia memandangi perempuan yang berjalan lambat menuju ke tempat parkir motor. Dia tampak lelah dan itu sangat kentara di wajahnya. Rambut pendeknya diikat ke atas asal sehingga beberapa rambut pendek justru jatuh di sekitar wajah. Dia menaiki sepeda motornya dan mulai menembus jalanan. Sementara aku masih memilih untuk memandanginya dan mengikutinya dari jauh. Hingga saat dia berhenti di depan penjual nasi goreng, aku juga memilih berhenti di tempat yang agak jauh dan mengamatinya. Dia sedang duduk di kursi yang disediakan dan memainkan ponselnya. Entah apa yang dilakukannya, dia hanya menggeser-geser layar sambil sesekali menarik nafas panjang. Ingin sekali rasanya untuk menghampirinya dan menanyakan kabarnya. Lalu, bertanya apakah dia juga merindukanku seperti aku merindukannya?

Danish

Tanganku menggeser-geser layar ponsel dan melihat beberapa foto yang diunggah Keenan di Instagram. Aku menatap satu persatu fotonya di layar ponselku. Aku mengamati matanya yang teduh juga senyumnya yang selalu membuat orang di depannya juga ingin tersenyum. Aku merindukannya, sangat merindukannya. Dan karena aku tidak memiliki satupun fotonya di ponselku, aku hanya bisa melihatnya melalui akun sosial medianya. Beberapa kali aku menarik nafas panjang untuk menghilangkan sesak di dadaku ini. Aku bahkan hampir menangis saat aku menyadari kalau aku merindukannya melebihi yang aku bayangkan.

“Mbak, sudah.” Panggilan penjual nasi goreng menggugah lamunanku. Aku beranjak dari tempat duduk dan menghampirinya. Tanganku mengulurkan uang sebelum menerima bungkusan nasi goreng. Setelah mengucapkan terima kasih, aku berjalan menuju motorku lagi. Aku masih harus mengendarai motor sejauh 1 kilometer lagi untuk sampai di rumah.

Otakku terus mengajakku untuk mengingat Keenan sebagai obat rindu. Pandanganku pun juga jadi kabur karena airmataku semakin susah ditahan. Aku menghapus airmata yang sudah memenuhi kelopak mata dan menganggu pandanganku. 

Aku merindukanmu, Keen. Aku merindukanmu. Kenapa kamu tidak menemuiku sama sekali? Apa kamu tidak merindukanku? Apa kamu sudah memilih perempuan pilihan Papamu itu? Aku membatin dan itu membuatku semakin ingin menangis.

Aku menghentikan motorku sesampainya di rumah. Setelah menguncinya, aku berjalan masuk ke dalam rumah dan mulai menyalakan lampu. Bungkusan nasi goreng hanya aku letakkan asal di meja makan. Rasa lapar yang tadi menggerogotiku hilang begitu saja saat rasa rinduku pada Keenan terlalu memenuhi diriku dan membuatku kenyang dengan sendirinya. Aku tidak lagi ingin makan nasi goreng yang tadi membuatku tergoda karena aromanya. Aku justru berjalan menuju ke kamar mandi dan membasuh wajahku dengan air kran. Rasa dingin mulai meresapi pori-pori kulit yang terasa panas karena menangis di jalan. Beberapa kali aku mengusap wajahku dengan air dingin agar mataku tidak lagi terasa panas dan ingin menangis. Aku memandangi wajahku di cermin. Tidak ada yang istimewa dariku dan kenapa aku harus mengharapkan laki-laki seperti Keenan? 

Close To You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang