BAGIAN - LIMA BELAS

1.4K 120 1
                                    

Keenan

Setelah hampir seminggu berada di Osaka dan sibuk mengurus bisnis dengan rekanan tentang proyek investasi yang akan dilakukan perusahaan Jepang dalam bisnis coklat, akhirnya malam ini aku punya waktu luang untuk berjalan-jalan di sekitar Dotonbori. Beberapa sites mengatakan Dotonbori adalah tempat paling “live” di Osaka. Dan memang benar. Malam seperti ini, Dotonbori memang ramai dengan penjual makanan yang berderet di sepanjang jalan. Setiap toko atau restoran selalu memiliki sign yang besar dan lampu yang gemerlap, sehingga tempat ini sangat menyala terang, menurutku.

Aku dan Ervin memang berpisah jalan karena dia ingin berbelanja untuk Irene dan anak laki-lakinya. Sementara aku bingung harus membeli apa untuk Danish. Aku tidak terlalu tahu tentang apa kesukaannya. Hingga, saat aku menemukan boneka kecil lucu di sudut toko. Aku berjalan mendekatinya dan mengambilnya. Boneka ini bisa menjadi teman tidur untuknya, pikirku. Aku lalu membawanya ke kasir dan membayarnya.  Kemarin aku sudah sempat membelikan coat dan scarf untuknya, meski aku tidak tahu apakah dia akan menyukainya.

Ponselku berbunyi dan nama Ervin tertera di layar. Aku langsung mengangkatnya.

“Aku sedang menuju ke sana,” ucapku saat Ervin mengatakan dia sudah sampai di restoran Sukiyaki.

Aku melangkah menuju ke restoran sukiyaki yang sudah tidak terlalu jauh lagi. Sesampainya disana, waitress langsung mengantarkanku ke tempat Ervin berada. Aku duduk di atas tatami dan melihat waitress yang menyiapkan makanan yang sudah dipesan Ervin.

“Kamu beli sesuatu untuk Danish lagi?” tanya Ervin saat melihat paper bag di sampingku. 

Aku hanya tersenyum menanggapinya.

“Aku senang karena akhirnya Danish bisa menemukan seorang laki-laki yang baik.”

“Jangan memujiku,” selaku.

“Aku tidak memujimu. Aku tahu kamu akan baik padanya dan dia pantas mendapatkannya. Dia sudah melewati hidup yang sulit.”

“Bagaimana kamu mengenalnya dulu?” tanyaku sambil menuangkan minuman ke dalam cangkir kecil.

“Waktu itu, temanku di kejaksaan memintaku untuk membantunya. Dan saat pertama kali melihatnya di rumah sakit, aku tidak tahu harus bagaimana. Dia terbaring lemah dengan sekujur tubuh lebam. Entah bagaimana dia bisa bertahan selama ini. Pada awalnya, dia takut menuntut suaminya karena kekuasaan yang dimiliki keluarga mereka. Namun, aku meyakinkannya kalau aku akan memastikan suaminya mendapatkan hukuman yang pantas dengan apa yang dilakukannya. Setiap hari, aku melihatnya terbangun dari tidur dengan berteriak histeris dan dia selalu ketakutan setiap kali ke luar ruangan.” 

Hatiku terasa sakit mendengarnya. Perempuan seperti Danish telah melewati neraka di dalam hidupnya tetapi dia masih bisa tersenyum dan tertawa sekarang.

“Kamu tahu dia sangat menyukai curry udon? Saat selesai sidang, aku mengajaknya makan di restoran Jepang dan dia makan curry udon dengan lahap. Itu adalah pertama kalinya.”

“Kamu tahu dia menyukaimu?” Aku akhirnya menanyakan padanya. Pertanyaan yang selama ini aku pendam.

Ervin tersenyum. Dia lalu menuangkan minuman ke dalam cangkirnya.

“Bagaimana kalau kita bercerita sambil makan?” Ervin lalu mengambil potongan daging dan memasukkan ke dalam pemanggang.

“Bagaimanapun perasaan yang dia miliki, aku hanya menganggapnya sebagai saudaraku yang harus aku lindungi dan jaga perasaannya,” lanjut Ervin.

“Dia pernah mengatakannya padamu?”

Ervin menggeleng. “Danish bukan tipe orang yang akan mengatakan perasaannya, apalagi dengan masa lalunya yang seperti itu. Dia pasti akan memilih untuk memendamnya sendiri karena dia berpikir kalau mana mungkin laki-laki seperti ‘dia’ akan menyukai perempuan seperti dia.”

Close To You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang