BAGIAN - SEBELAS

1.4K 110 2
                                    

Danish

Pandanganku tertuju pada pria yang sedang terlelap dengan bersandar pada sandaran kursi mobil. Semalam saat dia datang ke rumahku, aku dan dia akhirnya pergi ke pantai. Keenan bercerita tentang sikap Papanya tadi. Aku hanya diam mendengarkan sampai dia selesai berbicara. Tidak ada yang salah dari cerita Keenan. Semua orang akan beranggapan seperti itu padaku.

“Keen, kamu tidak perlu semarah itu sama Papa. Semua orang pasti beranggapan seperti itu jika berada di posisi Papa,” ucapku setelah Keenan selesai bercerita.

“Karena mereka tidak mengenalmu, Dan.”

Aku tersenyum. “Mereka memang tidak mengenalku jadi aku tidak akan keberatan jika mereka beranggapan seperti itu. Aku sudah belajar untuk tidak lagi mempedulikan orang yang menggunjingkanku, memandang rendah aku atau menuduhku macam-macam. Bagiku, bisa lepas dari neraka itu sudah cukup.”

Keenan tidak mengucapkan apapun. Yang dia lakukan justru menggenggam tanganku. “Aku percaya padamu, Dan.”

Aku tersenyum lagi menanggapinya. “Kamu tahu, Keen, aku terkadang juga minder jika berhadapan denganmu. Kamu adalah laki-laki baik dan memiliki segalanya. Hidupmu dan hidupku sangatlah berbeda.”

“Kenapa kamu berpikir seperti itu?”

“Karena itulah realitanya, Keen. Aku adalah seorang janda yang berusia lima tahun di atasmu. Aku pernah hidup di neraka yang buruk dan semua orang menganggapku sebagai istri tidak tahu diri yang memenjarakan suaminya sendiri.” Dadaku terasa sesak saat mengatakannya. Namun, seperti itulah yang selalu terjadi. Aku sering mendengar orang-orang berbisik-bisik di belakangku. Dan aku selalu berusaha untuk menguatkan diriku setiap kali mendengar hal-hal buruk itu.

“Dan…”

“Kita berdua tidak boleh mengabaikan semua itu, Keen.”

“Aku tahu itu, Dan. Aku tahu itu. Justru karena aku tahu itu, aku ingin menjagamu. Biarkan aku membuktikan padamu kalau kamu tidak seperti yang orang pikirkan. Kamu adalah perempuan luar biasa yang pernah aku kenal dan orang-orang harus mengetahuinya.”

Aku diam. Ucapan dan tatapan Keenan yang ditujukan padaku membuatku tidak bisa membuka mulut lagi. Keenan tampak serius dengan ucapannya. Dia tidak seperti laki-laki yang sedang ingin bermain-main. Bukankah sekarang tinggal aku yang harus meyakinkan diriku jika ternyata Keenan sudah seyakin ini?

Matahari pagi bersinar sangat indah pagi ini, menimbulkan semburat kekuningan di antara langit yang gelap. Benarkah aku harus menerima pria ini seperti dunia ini menyambut matahari pagi, memberikan sinar terang bagi bumi yang gelap?

-00-

Keenan

Pekerjaan di kantor semakin menumpuk setiap harinya karena semakin banyak proyek yang harus dikerjakan. Aku juga harus mengunjungi proyek di Magelang dan pabrik di daerah pinggiran Jogja. Hotel yang direncanakan Papa juga tinggal finishing saja. Minggu depan sudah mulai soft opening. 

Aku melirik jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 1o malam. Rasanya sudah sangat lelah tetapi masih banyak dokumen yang harus ditandatangani karena seharian aku harus ke luar kantor. Tiba-tiba, aku teringat pada Danish. Sudah hampir dua minggu aku tidak bertemu dengannya. Dia sedang menjalani liputan di Semarang dan aku juga sedang sibuk dengan proyek yang Papa berikan.

Ponselku tiba-tiba berdering. Aku melihat layar dan nama Danish tertera di layar.

“Hai, Dan.”

“Masih di kantor, Keen?” tanyanya. Aku bisa mendengar dia sedang tersenyum di sana.

“Iya. Kamu sudah pulang?” Aku balik bertanya.

Close To You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang