BAGIAN - DUA PULUH DUA

1.5K 122 2
                                    

Danish

Aku mendongak ke langit yang mendung. Langit seolah siap menurunkan butir-butir hujan sebentar lagi. Dan memang benar. Hanya berselang beberapa menit, aku sudah bisa merasakan bahuku basah karena hujan. Aku langsung mengambil payung dan membukanya. Hujan turun semakin deras dan aku berjalan menembus hujan sembari membawa payung berwarna kuning yang selalu aku bawa kemana-mana. Pandangan mataku sudah bisa menemukan bangunan tiga lantai di seberang sana. Aku sudah dekat.

Tanganku menutup payung dan meletakkannya di depan pintu. Aku berjalan masuk ke dalam restoran dan langsung menuju ke bagian belakang.

“Sore, Mbak Danish.” Aku mengangguk dan tersenyum saat karyawanku menyapaku. Sejak satu tahun yang lalu aku sudah menduduki posisi sebagai Manager on Duty di restoran ini. Sebelumnya aku juga sama karyawannya seperti mereka.

“Kehujanan tadi, Mbak?”

“Iya. Untung saja selalu bawa payung,” sahutku sembari mengecek persediaan makanan di dapur.

“Ah iya. Payung kuning.”

Aku tersenyum saja mendengarnya. Hampir semua karyawan di restoran ini tahu kalau aku selalu membawa payung kuning itu meski langit tak berawan sekalipun. Tetapi, tidak ada satupun yang tahu alasanku membawanya.

Aku terus menjalankan rutinitasku mulai dari mengecek ketersediaan makanan, kesiapan dapur, pramusaji di bagian depan, juga di bagian cashier. Terkadang aku juga harus mengecek meja ataupun menghadapi komplain customer. Semuanya menjadi rutinitas berulang yang terus aku lakukan. 

Kakiku melangkah cepat menaiki tangga menuju ke ruanganku. Aku memang mempunyai ruangan kecil yang menurutku sangat sempit, tetapi dari dalam ruangan itu, aku bisa melihat seluruh tamu yang datang. Kaca besar di ruangan membuatku leluasa mengawasi pekerjaan karyawan tanpa mereka bisa melihatku.

Aku mulai menata berkas-berkas yang berserakan di meja karena semalam aku meninggalkannya begitu saja. Setelah selesai, aku langsung menyalakan komputer dan beberapa monitor cctv. Sebentar lagi, restoran akan buka dan menurut catatan, sudah banyak sekali reservasi sore ini.

Jam menunjukkan pukul 7 malam dan di bawah sana, ruangan sudah hampir penuh tamu. Aku mengamati setiap pergerakan di bawah dari balik kaca. Semuanya berjalan seperti biasanya karena semua karyawan di sini sudah terbiasa dengan tamu yang memadati restoran. Itulah menyenangkannya bekerja di sini. Tidak perlu bekerja keras untuk mengawasi mereka.

Pandanganku terhenti pada dua orang yang sedang berjalan masuk ke dalam restoran. Seorang karyawan mengajak mereka masuk ke dalam ruangan VIP.  Aku mengikuti pergerakan mereka hingga terhalang oleh tembok. Karena keingintahuanku, aku langsung berpindah ke layar CCTV dan mengikuti pergerakan mereka lagi. hingga mereka masuk ke dalam salah satu ruangan. Mereka berdua duduk berhadapan dan seorang anak kecil yang duduk di samping si perempuan. 

Mereka tertawa dan saling berbincang. Hingga, saat makanan sudah di sajikan di meja, mereka masih berbincang sambil makan. Sesekali, perempuan itu menyendokkan makanan pada anak kecil di sampingnya. Usia anak kecil itu sekitar 5 tahun. Ya, pastinya usianya 5 tahun karena aku sudah meninggalkan mereka sejak 5 tahun yang lalu.

Tanganku mengepal erat. Melihat mereka berdua sama seperti melihat masa laluku terulang lagi. Bayang-bayang tentang peristiwa 5 tahun lalu berputar lagi di dalam memoriku dan membuatku merasakan sakit di dada. Mereka juga lah alasanku selalu membawa payung kuning itu.

-00-

Lima tahun yang lalu

Langkah kakiku menyeret sembari berjalan ke luar rumah sakit. Aku berusaha menyangga tubuhku dengan bersandar pada tembok. Meski luka di pergelanganku sudah tidak terasa sakit, namun kepalaku masih terasa pusing. Aku sendiri tidak tahu sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri.  Aku terus menyeret kakiku untuk ke luar rumah sakit dan menghindari setiap kali berpapasan dengan perawat. 

Close To You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang