BAGIAN - SEMBILAN BELAS

1.3K 112 0
                                    

Keenan

Aku tidak bisa lagi mengendalikan diriku saat mendengar jawaban Irene tentang kondisi Danish. Kakiku terus berlari meski beberapa orang menghalangiku untuk pergi. Aku tidak lagi peduli dengan apapun, asalkan aku bisa melihat Danish lagi. Pikiranku kalut. Aku bahkan tidak lagi peduli saat aku mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi di antara jalanan yang cukup padat menuju ke rumah sakit.

“Danish mencoba bunuh diri semalam. Sekarang, dia masih dalam kondisi kritis karena dia sudah kehilangan banyak darah.” Ucapan Irene terus terngiang-ngiang di dalam pikiranku. Aku ingin mengutuki diriku sendiri karena telah membuat Danish melakukan hal bodoh seperti itu.

Aku memarkirkan mobilku asal dan langsung berlari memasuki rumah sakit. Pandanganku mengitari rumah sakit untuk mencari ruang ICU. Hingga, aku melihat Ervin berdiri tidak jauh dariku. Aku langsung menghampirinya.

“Bagaimana Danish?” tanyaku.

“Dia masih belum bisa ditemui. Kondisinya masih kritis.” Ervin menjawabnya dengan sinis.

“Tapi aku ingin melihatnya, Vin.” Aku hendak menuju ke ruang ICU yang terletak tidak jauh dariku namun Ervin menarik jas yang aku pakai. Dia menghalangiku.

“Bukankah aku sudah bilang dia belum bisa ditemui?”

“Aku ingin melihatnya sekali saja, Vin.” Aku mengiba padanya. Aku benar-benar berharap bisa melihat Danish sekarang.

Ervin menarikku dan aku hanya menurut saja. Aku sudah tidak punya tenaga untuk melawannya.

Aku merasakan darah segar di bibirku tepat setelah Ervin melayangkan tinju ke wajahku. Aku terjatuh di tanah.

“Seharusnya kamu bersikap seperti itu beberapa minggu yang lalu saat kamu memutuskan untuk meninggalkannya. Dia tidak akan berbuat senekat ini kalau kamu tidak meninggalkannya.” Ervin terdengar sangat marah.

Aku mengusap darah yang mengalir dari bibirku. Pukulan ini memang pantas diberikan padaku.

“Hanya beberapa minggu saja kamu sudah berubah pikiran. Kamu sendiri yang bilang padaku kalau kamu akan menolak perjodohan itu! Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu malah menggelar pertunangan!” Tangan Ervin sudah mengepal lagi.

“Kamu tidak ingin memukulku lagi, Vin? Setidaknya, biar aku merasakan yang dirasakan Danish sekarang.” Aku berucap dengan lemah. Bibirku terasa perih, tapi sangat tidak sepadan dengan yang dialami Danish.

“Kamu tahu, Keen, yang seharusnya kamu lakukan sekarang adalah bertanggung jawab dengan perbuatanmu. Kamu sudah membuat Danish seperti itu. Jadilah laki-laki yang benar!”

Ervin memalingkan pandangannya dariku. Dia menatap kosong ke halaman rumah sakit yang luas. Aku memilih untuk merebahkan tubuhku di rerumputan hijau. Jas putih yang aku pakai sekarang pasti sudah kotor karena tanah.

“Kamu tahu, istrimu tadi menamparku dengan kencang dan sekarang kamu meninjuku. Rasanya semua itu belum cukup untuk menebus kesalahanku pada Danish.” Aku menatap ke langit yang mendung seolah hujan akan turun sebentar lagi.

“Yang seharusnya kamu lakukan adalah memastikan Danish akan sadar dan bertanggung jawab dengan hidupnya.”

“Aku tahu itu. Aku hanya tidak menyangka Danish akan melakukannya.”

Ervin lalu duduk di sampingku.

“Kondisi psikologis Danish memang berbeda dengan perempuan pada umumnya. Trauma yang pernah dialaminya, juga pandangan orang-orang padanya, membuatnya lebih sensitif dari perempuan lainnya. Dia pernah mengatakan padaku kalau dia telah menemukan hidupnya kembali dan dia selalu berkata dia baik-baik saja, mungkin itu karena kehadiranmu dalam hidupnya. Lalu, saat orang yang memberinya hidup memilih pergi, kamu pasti sudah bisa membayangkan sehancur apa dia.”

Close To You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang